tirto.id - Fenomena eksodus pemain asing dari kompetisi tanah air ke negara lain marak terjadi pada kurun waktu 2014-2015 lalu. Itu disebabkan karena situasi sepakbola nasional yang sedang tidak kondusif lantaran polemik antara PSSI dengan pemerintah serta dijatuhkannya sanksi FIFA kepada Indonesia.
Puluhan ekspatriat lapangan hijau yang telah malang-melintang di Liga Indonesia tersebut beramai-ramai hengkang dan mencari peruntungan ke negara lain. Salah satu destinasi yang paling dituju oleh para legiun asing itu adalah negeri jiran, Malaysia.
Ironisnya, belum sampai semusim di Malaysia, banyak di antara mereka yang harus mengakhiri kontrak lebih cepat karena dipecat oleh klub-klub negeri tetangga, baik yang berkiprah di kompetisi sepakbola tertinggi, Malaysia Super League (MSL). maupun liga kasta kedua, Malaysia Premier League (MPL).
Gagal Total di Negeri Jiran
Para pemain impor dari Indonesia ke Malaysia yang kemudian mengalami nasib miris sebenarnya bukan pesepakbola bermutu rendah, setidaknya untuk persepakbolaan di kawasan Asia Tenggara.
Sebutlah nama Emmanuel Kenmogne atau Pacho. Sejak awal karier profesionalnya, striker asal Kamerun ini konsisten membukukan lebih dari 20 gol untuk setiap klub yang diperkuatnya, sedari berkarier di Afrika, Eropa, hingga Asia Tenggara.
Persija Jakarta menjadi klub Indonesia pertama Emmanuel Kenmogne di mana ia mencetak 21 gol dalam 16 laga di kompetisi Indonesia Super League (ISL) musim 2013/2014.
Kemudian, Pacho pindah ke Persebaya Surabaya (sekarang bernama Bhayangkara Surabaya United karena kalah dalam gugatan terkait dualisme klub) dan menjadi top skor ISL 2014/2015 dengan torehan 25 gol dari 25 pertandingan.
Performa Pacho menukik drastis usai memutuskan hijrah ke Kelantan FA di musim berikutnya. Dari 10 laga, ia hanya mampu menceploskan sebiji gol saja di MSL 2015/2016. Tak pelak, manajemen Kelantan FA memutus kontraknya sebelum putaran pertama kompetisi berakhir.
Hal serupa dialami oleh Alberto Goncalves alias Beto. Selama merumput di Indonesia sejak 2007, bomber asal Brazil ini telah menuai seabrek kejayaan, termasuk membawa Persipura juara ISL musim 2008/2009 serta menjadi pencetak gol terbanyak Piala Indonesia 2007, Indonesian Inter Island Cup 2011, dan ISL 2011/2012.
Setelah puas berkiprah di Indonesia bersama Persipura, Persijap Jepara, dan Arema, Alberto Goncalves berlabuh ke Penang FA. Hasilnya? Beto nihil gol dalam 10 laga dan akhirnya dipecat pada awal kompetisi MSL musim 2015/2016
Hilton Moreira, yang mengikuti jejak Beto ke Penang FA, bernasib sama. Dari 11 laga, hanya 3 gol yang bisa dilesakkan oleh mantan striker Deltras Sidoarjo, Persib Bandung, dan Sriwijaya FC ini. Padahal, saat mengantarkan Sriwijaya FC juara ISL 2011/2012, ia sukses mencetak 26 gol dalam 42 penampilan.
Uniknya, Alberto Goncalves dan Hilton Moreira kembali ganas setelah balik ke Indonesia. Sama-sama dipecat Penang FA, duet Brazil ini kini bertandem di Sriwijaya FC dan telah menghasilkan 15 gol di kompetisi Indonesia Soccer Championship A (ISC A) 2016.
Penang FA sendiri terkesan cukup “kejam” terhadap sosok-sosok yang beraroma Indonesia. Selain Alberto Goncalves dan Hilton Moreira, klub Malaysia berjuluk Harimau Kumbang itu juga telah menendang keluar Osas Saha, penyerang asal Nigeria yang sebelumnya cukup lama mengais rejeki di Indonesia.
Tak hanya pemain, pelatih asing yang cukup lekat dengan Indonesia, Jacksen F. Tiago, juga dipecat setelah nasibnya terkatung-katung di Penang FA. Pria asal negeri samba ini pernah meraih sukses bersama Persebaya Surabaya dan Persipura Jayapura, juga sempat menukangi Timnas Indonesia, sebelum membesut Penang FA jelang musim 2015/2016.
Masih ada beberapa mantan pemain asing di Indonesia yang tak mampu berbuat banyak di Malaysia. Sebut saja Erick Weeks Lewis, Edward Wilson Junior, Mbom Mbom Julien, hingga Park Chul Hyung. Semuanya diputus kontrak karena dinilai gagal memenuhi harapan. Sementara eks playmaker Arema, Gustavo Lopez, dipulangkan ke Argentina karena cedera parah.
Sebelas-Duabelas Indonesia-Malaysia
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah kualitas kompetisi sepakbola Indonesia lebih rendah dari Malaysia? Sejatinya tidak demikian. ISL adalah salah satu kompetisi terbaik di persepakbolaan ASEAN sebelum terhenti pada awal musim 2015/2016 lantaran polemik PSSI.
Usai musim 2014/2015, International Federation of Football History & Statistics (IFFHS) menempatkan ISL sebagai kompetisi kedua terbaik setelah Thailand untuk Asia Tenggara. Sementara di level Asia, Indonesia berada pada posisi 12, juga tepat di bawah Thailand yang menduduki urutan 11.
Lantas, di manakah Malaysia? Kompetisi di negeri jiran berada di posisi 4, masih kalah dari S-League Singapura di ranking 3. Bahkan, untuk tataran sepakbola Asia, kompetisi Malaysia teronggok di urutan 21, sementara Singapura ada di peringkat 16.
Bagaimana dengan kualitas klubnya? Apakah klub-klub di Indonesia kalah bermutu ketimbang Malaysia? Ternyata tidak juga. Data konfederasi sepakbola Asia (AFC) per 26 November 2015 menempatkan Persipura Jayapura di ranking 56 klub terbaik se-Asia. Adapun Arema, Semen Padang, dan Persib Bandung, masing-masing ada di peringkat 78, 83, dan 92.
Sedangkan capaian terbaik wakil Malaysia dalam daftar klub terbaik Asia versi AFC itu ditorehkan oleh Kelantan FA di posisi 59. Selanjutnya ada Johor Darul Takzim (peringkat 68), Selangor FA (88), dan Pahang FA (96).
Dengan kata lain, klub Indonesia, yang diwakili Persipura, masih berada di atas duta terbaik Malaysia dalam jajaran 100 besar klub paling berkualitas di kancah sepakbola Asia. Begitu pula di level tim nasional yang masih bisa dibilang sebelas-duabelas alias sebanding.
Data membuktikan bahwa mutu kompetisi maupun klub sepakbola di tanah air masih sedikit lebih baik dari Malaysia. Meskipun pada kenyataannya, cukup banyak pemain asing yang pernah berjaya di Indonesia ternyata justru tanpa daya saat berkompetisi di liga negeri tetangga.
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti