tirto.id - Keterlibatan industri tekstil India dengan bisnis fesyen kelas dunia sudah menjadi rahasia umum. Jenama pakaian mulai dari yang tidak dikenal, sampai bernilai mahal, banyak diproduksi di India.
Ironisnya, kesuksesan India di dunia fesyen kelas dunia tidak sebanding dengan populernya pakaian tradisional India, yang dikenal dengan kain sari. Kain sari, bahkan disebut seorang jurnalis terkemuka dunia, hanya berupa selembar kain sederhana. Ia tidak menyangka kain sari bisa berkolaborasi dengan haute couture sekelas Dior.
Kain sari sebenarnya sudah banyak dipakai selebriti di berbagai ajang internasional. Seperti saat Deepika Padukone menggunakannya di ajang Cannes Film Festival atau saat sosialita Natasha Poonwalla menampilkan sari di Met Gala 2022.
Namun, pesona sari semakin dikenal saat Dior membawa para model kelas dunia yang biasa melakukan pagelaran busana di Paris, untuk kemudian melakukan catwalk di pembukaan Nita Mukesh Ambani Cultural Center (NMACC) pada bulan April 2023 lalu di Mumbai, India.
Ajang fesyen di India rupanya serius mengenalkan industri fesyennya, dengan mengundang banyak selebriti, termasuk Gigi Hadid yang didaulat mengenakan sari.
Gigi Hadid muncul di karpet merah mengenakan sari berwarna gading dan emas yang cantik karya desainer Abu Jani Sandeep Khosla. Supermodel berusia 27 tahun itu memadukan rok chikankari tipis dengan blus lengan pendek berkilau dengan jumbai tebal.
Ia juga melengkapi penampilannya dengan anting-anting dan gelang emas yang memenuhi pergelangan tangannya. Sementara wajahnya dipoles makeup glam, dan rambutnya ditata sleek yang memberikan kesan edgy dan maksimalis.
Penampilan Gigi, juga profil-profil ternama lainnya, menjadi penanda revolusi sari, dari kain sari yang selama ini eksklusif sebagai kebanggaan masyarakat India, menjadi sari yang lebih modern, mengikuti zaman, dan tentunya menarik bagi pecinta fesyen dunia lainnya.
Revolusi Kain Sari
Di India, perempuan memakai sari bisa ditemui di mana-mana, di jalanan di pedesaan dan perkotaan, pusat perbelanjaan, hingga panggung Bollywood.
Sama halnya selebritas Indonesia bangga berbatik atau berkebaya, para aktris Bollywood pun sangat suka memakai sari di acara formal ataupun semiformal.
Salah satunya adalah Vidya Balan, yang menjadikan sari sebagai pakaian kesehariannya, mulai dari sari Banarasi yang mewah hingga sari sifon ringan – menjadikan Vidya seolah menjadi ikon sari di Bollywood. Entah itu acara red carpet atau acara promosi sebuah film, aktris ini tampil dengan berbagai gaya menggunakan sari.
Vidya membawa gaya sari dengan sangat sederhana, sehingga gayanya mudah ditiru dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Ia seolah ingin menunjukkan bahwa pakaian tradisional India ini tidak terbatas hanya dikenakan pada acara-acara tertentu.
Dalam sebuah wawancara dengan Indiatimes, aktris tersebut menyebut bahwa memakai sari tidak pernah membosankan.
“Saya bisa hidup dalam sari, saya lahir untuk memakai sari. Saya sangat senang saya memakainya begitu sering sekarang. Tidak pernah membosankan, sari itu seksi," katanya.
Keindahan sari yang desainnya banyak dihiasi manik-manik dan payet, serta bentuknya yang memperlihatkan lekuk tubuh.
Bahkan, sari kini menjadi salah satu oleh-oleh yang banyak diburu oleh para turis mancanegara saat ke India. Tidak seperti pakaian tradisional lainnya di beberapa budaya, sari tidak diperuntukkan bagi orang-orang dari satu kebangsaan atau kepercayaan.
Menurut Chishti, siapa pun boleh memakai sari, karena itu merupakan suatu kehormatan. Bahkan, tidak masalah jika seseorang ingin menjahit sari menjadi rok atau sekadar memajangnya seperti karya seni di dinding.
Saat ini, ada begitu banyak variasi sari yang bisa ditemui. Mulai dari sari yang terbuat dari kain sutra buatan tangan yang dijual di butik-butik mewah dan mahal, hingga sari katun atau sifon yang lebih terjangkau.
Tak hanya bahannya, detailnya pun beragam. Ada beragam corak yang bisa dipilih, seperti corak tumbuh-tumbuhan dan corak hewan. Kemudian sulamannya bahkan ada yang menggunakan benang emas atau benang perak asli.
Namun, sari tersebut masih menggunakan desain sari awal yang masih terpengaruh dengan masa koloniaslisme di India, yang terpengaruh dengan tata kesopanan ala zaman Victoria.
Kini, sari banyak ditemukan dengan berbagai potongan, bahkan bahan yang lebih ekstrim. Macam-macam revolusi sari ini direkam dan dipajang di Design Museum di London.
Salah satu rancangan sari yang keluar dari pakem adalah rancangan Guarav Gupta yang ditenun dari baja. Sementara label dari India, NorBlack NorWhite menyertakan tudung, menciptakan tampilan yang hampir terinspirasi dari streetwear.
Pameran di Design Museum juga menampilkan sari dari kelompok feminis Geng Gulabi, yang anggotanya mengenakan seragam sari merah jambu, dan sari tersebut sebagai penghenti karpet merah.
Mengutip dari The Guardian, “Sari selalu menjadi kanvas, selalu dapat ditempa. Namun dalam 10 tahun terakhir ini, perubahan itu benar-benar terkondensasi menjadi momen yang luar biasa ini,” kata Priya Khanchandani, kepala kurator Design Museum.
“Ini revolusi sari,” katanya.
Infografik Sari Pakaian Tradisional India. tirto.id/Ecun
Awal Mula Kain Sari
Meski bukan satu-satunya pakaian tradisional di India, sari adalah pakaian India untuk perempuan yang paling populer.
Sari terdiri dari selembar kain panjang yang dipakai dengan cara dilingkarkan pada tubuh, seperti layaknya rok yang besar, dengan ujung yang disilangkan ke atas bahu. Sari kemudian dipakai dengan baju atasan yang serasi.
Kain persegi panjang tanpa jahitan yang kini disebut sari telah digunakan oleh perempuan India selama 5.000 tahun. Kata 'sari' sendiri diyakini berasal dari kata Sansekerta yang berarti 'lembaran kain'.
Melansir National Geographic, sari pertama kali disebut dalam Rig Veda, kitab suci tertua agama Hindu yang berasal dari tahun 3.000 SM. Selain itu, kain panjang yang disampirkan itu juga muncul di sebuah pahatan patung di India dari abad pertama hingga keenam.
Ahli tekstil yang berbasis di Delhi, Kapur Chishti, yang juga sekaligus penulis Saris of India : Tradition and Beyond, menyebut sari sebagai pakaian ajaib tanpa jahitan atau magical unstitched garment.
Sanjay Garg, desainer sari terkemuka di New Delhi, yang juga sekaligus pemilik brand sari Raw Mango, menyebut bahwa sari adalah pakaian tanpa jahitan tertua yang pernah ada. Ia juga menyebut sari sebagai kain paling serbaguna dan konvensional.
Sejatinya, pakaian ini dianggap sangat cocok untuk iklim India yang sangat panas dan juga sesuai dengan kebiasaan berpakaian sederhana dari komunitas Hindu dan Muslim.
Chishti juga menyebut bahwa pada zaman dahulu, kain sari bisa menjadi simbol dan gambaran dari kepribadian orang yang memakainya.
Dan berbeda dari yang ditiru banyak orang saat ini, sejatinya, ada lebih dari 100 cara memakai kain sari, tergantung daerah masing-masing, bahan, hingga kegiatan yang akan dilakukan.
Salah satu cara yang umum dipakai oleh perempuan India adalah teknik Nivi. Teknik ini dilakukan dengan cara melipat kain sari, mengikatnya di sekitar pinggang, kemudian bagian hiasan tepi sari digantungkan di bagian bahu kiri.
Cara kedua adalah teknik Dharampur, yang khas di pedesaan di India. Teknik ini dilakukan dengan cara merentangkan kain sari, kemudian mengikatnya menjadi celana setinggi lutut.
Sebagian besar penggunaan kain sari ini membutuhkan atasan berupa choli atau atasan model crop.
Banyak orang berpikir bahwa mengenakan sari membutuhkan banyak ikatan yang kuat ataupun peniti. Padahal, tidak selalu begitu. Secara tradisional, kain sari memiliki bagian yang lebih berat untuk memungkinkannya menggantung dengan benar di tubuh.
Perbatasannya (mirip dengan keliman) akan ditenun dengan kerapatan yang lebih berat, yang sering kali juga dibuat lebih dekoratif.
Walau sari lebih dikenal sebagai kain yang dipakai oleh perempuan India, sari sebenarnya juga dikenakan oleh perempuan di negara Asia Selatan lainnya, termasuk Pakistan, Bangladesh, dan Nepal.
Dan sepertinya, sebentar lagi, akan menjadi koleksi pakaian bagi pecinta fesyen dunia lainnya.
Penulis: Petty Mahdi
Editor: Lilin Rosa Santi