Menuju konten utama
Periksa Fakta

Benarkah Konsumsi Obat Bisa Sebabkan Hepatitis, lalu AIDS?

Meskipun sama-sama virus, HIV dan hepatitis berdampak berbeda pada tubuh.

Benarkah Konsumsi Obat Bisa Sebabkan Hepatitis, lalu AIDS?
Header Periksa Fakta Obat Hepatitis. tirto.id/Fuad

tirto.id - Belum lama ini beredar unggahan media sosial yang memuat narasi tentang konsumsi obat bisa menyebabkan hepatitis dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Akun Facebook bernama “Bao Chenx” mengklaim urutan terjadinya AIDS yang bermula dari konsumsi obat dan menggiring pada penyakit hepatitis.

“Awal hanya masuk angin, lalu diberi obat jadi kuning. Setelah kuning dikasih obat lagi jadi Hepatitis. Hepatitis dikasih obat lagi ya jadi Hepatitis A B C ~ Z kali. Terus obat lagi obat lagi. Ya ujungnya AIDS. Lalu mereka sudah menyiapkan kambing hitamnya soal AIDS mah... Free Sex,” tulis akun pengunggah.

Foto Periksa Fakta Obat Hepatitis

Foto Periksa Fakta Obat Hepatitis. foto/Hotline periksa fakta tirto

Selain itu, unggahan tersebut juga mengibaratkan AIDS dengan tanaman yang tengah layu dan mengalami pembusukan akar serta terdapat banyak parasit di batangnya. AIDS disebut bisa sembuh asalkan telaten.

Bersamaan dengan narasi ini, disematkan pula tangkapan layar sebuah cuitan X @dokter_kampung yang menyebut tokoh Profesor Luc Montagnier. Menurut klaim, vaksin berulang dapat menimbulkan efek yang sama dengan AIDS karena hanya limfosit yang menghasilkan antibodi.

Per Rabu (17/1/2024), unggahan yang tersebar sejak Sabtu (30/12/2023) ini sudah memperoleh ratusan impresi berupa 118 likes dan 36 komentar. Unggahan pun dibagikan kembali (reshare) ke 24 orang.

Lantas, apa benar klaim yang disebutkan?

Penelusuran Fakta

Perlu diketahui bahwa AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome merupakan kondisi di mana sistem kekebalan tubuh sangat lemah akibat infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Dilansir laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes), beberapa tanda gejala HIV yang umum muncul pada tahap awal meliputi sariawan, sakit kepala, kelelahan, radang tenggorokan, hilangnya nafsu makan, nyeri otot, ruam, dan berkeringat di malam hari.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, HIV dapat menular melalui pertukaran berbagai cairan tubuh pengidap HIV, seperti darah, ASI, air mani, dan cairan vagina. HIV juga dapat ditularkan selama kehamilan dan persalinan kepada anak.

HIV sendiri dapat diobati dan dicegah dengan terapi antiretroviral (ART). Sebaliknya, tanpa pengobatan, orang dengan infeksi HIV dapat mengembangkan penyakit parah. Lebih lanjut, WHO menyatakan, HIV bisa menyebabkan infeksi lain menjadi lebih buruk, seperti Hepatitis C, Hepatitis B, dan cacar monyet.

Kembali ke klaim, menukil laman PrEP Daily, yang berafiliasi dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), meskipun sama-sama virus, HIV dan hepatitis berdampak berbeda pada tubuh. HIV menyerang sistem kekebalan. Tubuh berusaha melawan, tapi HIV mudah mengalahkan sel sehat dan akhirnya melemahkan sistem kekebalan, sehingga rentan terhadap penyakit serius seperti jantung, pneumonia, dan kanker.

Sementara itu, hepatitis adalah virus yang menyerang hati, sehingga fungsinya menyaring darah dan melawan infeksi terganggu. Ada tiga jenis hepatitis, yaitu hepatitis A, B, dan C.

Namun laman itu menegaskan, hepatitis tidak menyebabkan HIV, dan sebaliknya, HIV tidak menyebabkan hepatitis. Namun, keduanya memiliki keterkaitan karena dampaknya pada hati. HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh, sehingga virus hepatitis C (Hep-C) lebih mudah masuk dan merusak hati.

Alasan lain mengapa koinfeksi HIV dan hepatitis lebih sering terjadi adalah karena keduanya menyebar melalui darah dan cairan tubuh lainnya. Jika seseorang melakukan perilaku berisiko, seperti hubungan seks tanpa kondom dengan pasangan yang memiliki HIV atau hepatitis, atau berbagi jarum suntik, risiko penularan akan meningkat.

Senada, menurut laman WebMDyang telah diperiksa oleh by C. Nicole Swiner, MD., hepatitis dan HIV memang punya kaitan. Jika seseorang HIV-positif, mereka lebih mungkin juga memiliki infeksi virus hepatitis dibandingkan orang yang tidak memiliki HIV. Mereka juga lebih mungkin terkena hepatitis di masa depan.

Senada dengan PrEP Daily, laman ini menyebut, penyebabnya adalah karena HIV dan dua jenis hepatitis yang paling serius dapat menyebar dengan cara yang sama, termasuk melalui seks tanpa kondom atau berbagi jarum suntik yang digunakan untuk narkoba.

Secara statistik, menurut laman ini, diperkirakan satu dari 10 orang dengan HIV juga memiliki hepatitis B. Sementara itu, sekitar 1 dari 4 orang dengan HIV-positif memiliki hepatitis C.

Lebih lanjut, menukil laman Universitas Indonesia (UI), Spesialis Penyakit Dalam Divisi Hepatlogi RSCM, dr. Juferdy Kurniawan, menyampaikan sekira 80 persen penderita HIV juga terdapat hepatitis C.

Oleh karena itu, CDC menyarankan penderita HIV/AIDS divaksinasi untuk hepatitis A dan hepatitis B, serta melakukan tes untuk hepatitis B dan C.

Lebih jauh terkait hepatitis, menukil Alodokter, hepatitis sendiri adalah peradangan pada hati atau liver, di mana penyebabnya bisa berupa infeksi virus, kebiasaan mengonsumsi alkohol, penggunaan obat tertentu, penyakit autoimun, dan infeksi cacing hati.

Jenis hepatitis yang yang bisa disebabkan oleh konsumsi obat tertentu disebut toxic hepatitis. Hepatitis jenis itu terjadi akibat konsumsi obat-obatan tertentu yang melebihi dosis. Hati bisa mengalami peradangan atau rusak karena bekerja terlalu keras dalam memecah obat-obatan tersebut.

Dengan demikian, bisa disimpulkan penggunaan obat tertentu melebihi dosis memang bisa menyebabkan toxic hepatitis.

Namun, hepatitis tidak disebabkan oleh HIV, dan pula HIV tidak disebabkan oleh hepatitis.

Sedangkan, penyakit kuning merupakan suatu kondisi medis ketika terjadinya perubahan warna menjadi kekuningan pada kulit, bagian putih dari mata dan juga membran mukosa seseorang. Penyakit kuning terjadi karena kadar bilirubin dalam sirkulasi darah seseorang meningkat, menukil dari situs Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Dikutip dari situs Kemenkes, ada beberapa penyebab seseorang mengalami penyakit kuning. Infeksi hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C adalah beberapa faktor risikonya.

Adapun nama Luc Montagnier yang dicatut dalam unggahan merupakan seorang virologis Perancis pemenang nobel yang telah wafat pada 2022 lalu. Menukil laman Science, Montagnier adalah penemu virus HIV. Ia tak pernah menghubungkan hepatitis dengan HIV.

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran fakta yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hepatitis tidak menyebabkan HIV AIDS, dan sebaliknya, HIV AIDS tidak menyebabkan hepatitis. Keterkaitan keduanya lebih karena HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh, sehingga virus hepatitis C (Hep-C) lebih mudah masuk dan merusak hati.

Sering mengonsumsi obat-obatan memang bisa jadi kondisi yang meningkatkan risiko terkena hepatitis. Jenis hepatitis yang yang bisa disebabkan oleh konsumsi obat tertentu akibat kelebihan dosis disebut toxic hepatitis.

Jadi, unggahan yang beredar tentang minum obat bisa menyebabkan hepatitis lalu menjadi AIDS bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).

==

Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Periksa Data, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty