tirto.id - Varian Omicron dari virus penyebab COVID-19 saat ini sedang ramai dibicarakan. Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dikutip oleh Reuters, varian ini telah dilaporkan di lebih dari 57 negara, pada artikel tertanggal 8 Desember 2021. Jumlah pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit juga mungkin akan meningkat dengan penyebaran dari varian ini, WHO juga mengingatkan.
Sementara itu, media sosial juga jadi gaduh membicarakan varian baru ini. Berbagai klaim disampaikan terkait Omicron. Salah satu misalnya dibagikan akun Facebook bernama Arnita (tautan) pada 27 November 2021 lalu. Akun ini membagikan tangkapan layar pesan WhatsApp yang menyebut bahwa varian ini bisa jadi tanpa gejala, tapi juga dapat menyebabkan nyeri sendi, sakit leher, sakit kepala dan punggung, maupun radang paru-paru, meskipun klaim ini juga menyebutkan bahwa varian Omicron tidak menyebabkan batuk dan demam.
Lebih jauh lagi, unggahan ini juga mengklaim bahwa varian ini lebih "beracun" dan menyebabkan tingkat kematian yang lebih tinggi dari varian lain dari virus penyebab COVID-19.
Berbagai usaha untuk menekan penyebaran varian ini serta dampak varian ini di berbagai negara juga disebutkan, di antaranya perbatasan yang ditutup di Kanada serta korban meninggal hingga 1.000 orang setiap harinya di negara tersebut, pelarangan penerbangan masuk dan keluar di Arab Saudi, dan penguncian total di Tanzania.
Lantas, benarkah varian Omicron begitu berbahaya? Apa yang diketahui peneliti saat ini?
Penelusuran Fakta
WHO sebenarnya telah mengeluarkan pernyataan, tertanggal 28 November 2021, mengenai informasi sementara mengenai varian Omicron virus penyebab COVID-19. Salah satu informasi yang disebutkan pada pernyataan tersebut adalah keparahan gejala penyakit akibat varian Omicron.
Menurut WHO, saat ini belum jelas apakah infeksi yang disebabkan varian Omicron bisa menyebabkan gejala yang lebih parah dibandingkan infeksi yang disebabkan varian lain, termasuk varian Delta. Data awal yang tersedia memang menunjukkan adanya kenaikan tingkat perawatan di rumah sakit akibat COVID-19 di Afrika Selatan, tapi ini mungkin disebabkan oleh kenaikan jumlah orang yang terinfeksi, daripada dampak dari infeksi spesifik akibat Omicron.
WHO juga menyebutkan, saat ini tidak ada informasi yang menyebut bahwa gejala-gejala yang terasosiasi dengan Omicron berbeda dengan gejala COVID-19 yang disebabkan oleh varian lain. Hal ini tentu berbeda dengan klaim yang beredar di Facebook tersebut.
Laporan awal infeksi Omicron berasal dari para mahasiswa di Afrika Selatan yang terdampak, yang artinya orang-orang yang terdampak ini masih muda dan cenderung memiliki gejala yang lebih ringan. Dengan demikian, informasi lengkap mengenai tingkat keparahan dari varian Omicron bisa memakan waktu berhari-hari hingga beberapa minggu.
WHO menekankan bahwa semua varian COVID-19, termasuk varian Delta yang saat ini paling dominan di seluruh dunia, bisa saja menyebabkan penyakit parah dan kematian, terutama pada kelompok rentan, sehingga pencegahan tetap merupakan kunci utama.
Jurnal Nature juga memuat artikel tertanggal 2 Desember 2021 yang menyampaikan informasi yang mirip. Artikel ini menyebut bahwa meski laporan-laporan awal terkait Omicron menghubungkan varian ini dengan gejala ringan, tapi laporan-laporan ini seringkali bersumber dari anekdot atau data yang tidak terlalu banyak. Ini bisa menyebabkan informasi yang tersedia masih bisa "menyesatkan", seperti yang dikatakan oleh Müge Çevik, seorang spesialis penyakit infeksius di University of St Andrews, Inggris.
"Semua orang mencoba menemukan data yang bisa mengarahkan kita," katanya. "Tapi hal itu sangat sulit saat ini."
Artikel itu juga menyatakan bahwa tantangan yang besar ketika memeriksa keparahan sebuah varian adalah bagaimana mengontrol banyaknya variabel luar (confounding variable) yang bisa mempengaruhi penyakit tertentu, terutama ketika tersebarnya penyakit terpusat di tempat tertentu. Misalnya, laporan-laporan soal ringannya gejala infeksi Omicron di Afrika Selatan bisa melihat fakta juga bahwa negara itu memiliki populasi yang relatif muda, dan banyak yang telah sebelumnya terekspos SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19.
Tirto juga melakukan pengecekan melalui Health Desk yang disediakan oleh Meedan, sebuah lembaga nonprofit yang membangun software dan inisiasi untuk memperkuat literasi digital dan jurnalisme global. Health Desk sendiri dijalankan oleh ahli-ahli di bidang kesehatan.
Menurut kurasi informasi yang dipublikasi Meedan pada 7 Desember 2021, yang berasal dari berbagai sumber, WHO telah menetapkan Omicron sebagai Variant of Concern (VOC) pada 26 November 2021. WHO telah mengklasifikasikan beberapa varian dalam kategori ini karena potensinya untuk lebih menular, menyebabkan penyakit yang lebih parah, atau mengurangi efektivitas perawatan atau vaksin COVID-19.
Menurut Meedan pula, hingga kini, Omicron tampaknya lebih menular dibanding virus COVID-19 asli, namun tidak menimbulkan gejala parah. Hingga Meedan menulis kurasi informasi ini, hanya ada satu laporan di Afrika Selatan yang menunjukkan bahwa gejala dari virus ini lebih ringan. Namun, hal ini belum dikonfirmasi melalui penelitian lebih lanjut dan mungkin hanya merepresentasikan kondisi medis satu pasien alih-alih virus itu sendiri.
Namun, Meedan menyebut pula bahwa ketika Omicron menyebar di Afrika Selatan, jumlah kasus pada pertengahan November 2021 masih berkisar sekitar 200 per hari, namun pada awal Desember 2021 sudah mencapai 16.000 per hari, berdasarkan catatan AP News. Tidak seperti banyak negara lain, sirkulasi varian Delta di Afrika Selatan diperkirakan rendah dibandingkan Omicron.
Tampaknya terjadi penularan Omicron lewat keluarga/komunitas di Eropa dan Australia, tapi sebagian besar kasusnya tidak menunjukkan gejala atau hanya bergejala ringan, menurut European Center for Disease Prevention and Control.
Meedan juga menyatakan bahwa lembaga itu pun belum mengetahui secara pasti apakah Omicron dapat melewati perlindungan vaksin di tubuh, tetapi beberapa data awal menunjukkan orang yang divaksinasi lengkap mungkin dapat menularkan dan terinfeksi COVID-19 karena varian ini, tulis Dr. Jeremy Rossman, dosen virologi di University of Kent, melalui Science Focus. Meedan juga menyatakan bahwa ahli dan masyarakat secara umum mungkin akan mengetahui dalam beberapa minggu, seberapa efektif vaksin terhadap varian tersebut, dan hubungan dari perlindungan dari infeksi sebelumnya dengan infeksi dari varian Omicron.
Di Afrika Selatan sendiri terjadi peningkatan eksponensial kasus, khususnya di Provinsi Gauteng. Sementara itu, ketika varian Delta diumumkan, butuh waktu selama empat hingga enam minggu untuk mengetahui lebih lanjut mengenai varian ini. Peningkatan kasus di Afrika Selatan baru-baru ini bisa jadi indikasi bahwa varian ini lebih menular, meski faktor lain seperti rendahnya vaksinasi di Afrika juga perlu dipertimbangkan.
Salah satu aspek penting dari varian Omicron adalah bahwa ia memiliki setidaknya dua kali lebih banyak mutasi seperti yang telah dilihat pada varian lain, dengan sebagian besar terjadi pada protein spike protein virus. Ini adalah catatan penting karena dapat meningkatkan kemampuan virus untuk menempel pada sel manusia, bereplikasi, dan memulai infeksi.
Varian Omicron juga memiliki banyak mutasi baru yang tidak terlihat pada virus awal SARS-CoV-2, dan para ilmuwan tidak tahu bagaimana hal ini dapat mengubah perilaku virus. Dari analisis paling awal, pada tingkat ini, kemungkinan varian Omicron akan menjadi varian dominan di banyak kawasan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa masih banyak yang belum diketahui terkait varian Omicron. WHO menyatakan bahwa saat ini tidak ada informasi yang menyebut bahwa gejala-gejala yang terasosiasi dengan Omicron berbeda dengan gejala COVID-19 yang disebabkan oleh varian lain. Informasi lengkap mengenai tingkat keparahan dari varian Omicron bisa memakan waktu berhari-hari hingga beberapa minggu. Sebagai perbandingan, ketika varian Delta diumumkan, butuh waktu selama empat hingga enam minggu untuk mengetahui lebih lanjut mengenai varian ini.
Dengan demikian, berbagai klaim berlebihan tentang varian Omicron dapat menyebabkan kepanikan dan menyesatkan masyarakat (false & misleading).
==============
Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id atau nomor aduan WhatsApp +6287777979487 (tautan). Apabila terdapat sanggahan atau pun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.
Editor: Farida Susanty