tirto.id - "Saya cinta seni, saya mencipta seni. Jadi, jangan diributkan, presiden punya hak, boleh bernyanyi,"
Itulah curahan hati mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membawakan beberapa buah lagu disela-sela makan siangnya di warung Soto Bangkong Semarang pada Maret 2016 lalu. Persinggahan tersebut bertepatan dengan agendanya mengelilingi pulau Jawa yang bertemakan "SBY Tour de Java".
Curahan hati SBY bukan tanpa sebab, peluncuran beberapa albumnya memang kerap menuai kritik. Salah satunya dilancarkan oleh Sys NS pada 2011 silam. Sys NS berpendapat peluncuran album SBY tidak tepat dengan situasi Indonesia saat itu, lantaran situasi keamanan di Papua yang masih kacau akibat serangkaian kekerasan di Papua.
Namun, kritikan tersebut segera dibalas oleh Ruhut Sitompul yang saat itu menjabat sebagai Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi DPP Partai Demokrat. Ia mengatakan, seharusnya seniman dapat memberikan apresiasi terhadap album SBY. Ia juga meminta Sys NS membeli dan mendengarkan semua lagu ciptaan SBY agar Sys NS berhenti mengkritik.
Selain Sys NS, kritik pedas juga dilancarkan oleh organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMMI) Pusat. Rijalul Imam selaku perwakilan organisasi tersebut mengatakan banyak hal yang seharusnya menjadi prioritas utama SBY dibandingkan dengan membuat album, mulai dari penuntasan korupsi, kasus century, hingga kasus hukum yang masih condong berat sebelah. Selain itu, ia mengatakan, dari hasil evaluasi yang diadakan KAMMI dari Aceh hingga Papua, program 100 hari SBY telah gagal.
Sang maestro, Iwan Fals pun turut menyindir. Ia mengatakan bahwa album SBY bisa masuk ke dalam kategori 8 keajaiban dunia. Meskipun demikian, Iwan mengaku takjub, sebab di tengah kesibukan SBY mengurus segudang permasalahan di Indonesia, Sang Presiden justru mampu menghasilkan karya. Padahal, menurut Iwan, menciptakan karya sangat membutuhkan waktu yang rileks.
Terkait dengan hal itu, Remy Sylado juga ikut melempar candaan. Menurutnya, lagu SBY berjudul “kembali” tidak hanya sekadar lagu cinta yang merana karena ditinggal kekasihnya. Tetapi juga bisa diartikan tentang kisah sebuah partai yang ditinggal anggota-anggotanya.
Candaan Remy merujuk kepada penggalan lirik SBY yang dinyanyikan oleh penyanyi Afgan "Tak Kusangka, kau di sana/ Entah dengan siapa/ Sebulan sudah aku mencarimu/ Kasih Sungguh aku tak tahu/ Di mana, di mana, oh kekasihku/ Bila ada tutur kata, yang tak kau terima/ Tapi kenapa kau harus begitu/ teganya engkau pergi dariku/ Kembali, kembali, oh kekasihku..."
Ada yang mengkritik ada pula yang memuji.
Apresiasi tersebut datang dari penyanyi dan pemain sinetron, Ratna Listy yang mengaku tidak menyangka lagu SBY yang dibawakan oleh Afgan itu bisa menjadi sangat berkelas. Suara Afgan yang merdu dan berkualitas membuat pendengarnya mampu menikmati lagu tersebut. Selain itu, Ratna juga mengatakan SBY mampu mencurahkan isi hatinya lewat lagu.
Guruh Soekarnoputra, putra mantan Presiden Soekarno juga ikut memberikan pujian ketika lagu ciptaan SBY berjudul “Dari Jakarta ke Oslo untuk Bumi Kita” itu berkumandang dalam upacara Hari Kemerdekaan RI Agustus 2011 silam di di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Ia mengatakan bahwa lagu itu layak untuk di untuk ditampilkan pada HUT ke-66 RI itu. Entah apakah pujian itu serius atau basa basi.
Terlepas dari semua kritikan terhadap musiknya, SBY memang sangat tertarik dengan musik. Pernyataan tersebut diungkapkannya ketika menghadiri acara “Lomba Cipta Lagu SBY” November 2013 lalu di Pacitan. SBY mengaku sudah mencicipi panggung musik sejak tahun 1966, tepatnya sewaktu masih duduk dibangku SMA . Saat itu ia bersama teman-temannya kerap tampil di acara tujuhbelasan dan menyanyikan lagu-lagu Koes Bersaudara. Teman bandnya saat itu ialah Sutopo, yang menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Pacitan, Joko Darmanto dan Suharjito. Kecintaannya terhadap Koes Ploes terus berlanjut. Bahkan ketika menjabat sebagai Presiden, SBY pun kerap membawakan lagu Koes Ploes dalam berbagai kesempatan seperti “Telaga Sunyi”, “Bis Sekolah”, “Andaikan Kau Datang” dan masih banyak lagi.
Selama menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia, SBY tercatat telah merilis beberapa album studio, yakni Rinduku Padamu (2007), Evolusi (2009) Ku Yakin Sampai di Sana (2010), dan Harmoni Alam Cinta dan Kedamaian (2011). Sementara album kelimanya bertajuk “Kumpulan Lagu-Lagu Terbaik Karya SBY dan Karaoke Lagu-Lagu Karya SBY”.
Sebagai orang yang berpengaruh, SBY memiliki senjata untuk menyebarkan karyanya. Ketika album pertamanya diluncurkan, ia pun menggandeng para penyanyi papan atas, antara lain. Ebiet G. Ade yang menyanyikan lagu “Mengarungi Keberkahan Tuhan”, Dea Mirella menyanyikan lagu “Selamat Berjuang”, Kerispatih menyanyikan “Kawan” dan masih banyak lagi.
Sementara untuk albumnya yang bertajuk “Harmoni Alam Cinta dan Kedamaian”. Ia menggandeng sejumlah penyanyi muda ternama yakni, Afgan Syah Reza, Joy Tobing, Sandhy Sondoro, yang secara sengaja dipilihnya.
Sementara sederet nama yang turut meramaikan peluncuran albumnya antara lain, Titiek Puspa, Warna, Dewi Gita, Siti “KDI” dan Ermi Kulit. Selain itu, albumnya juga turut diaransemen oleh penata musik papan atas, yakni Jimmy Manoppo, Kerispatih, Purwatjaraka, dan Barjte Van Houten.
Berkat jerih payahnya menciptakan karya, SBY pun memperoleh pundi-pundi uang. Tahun 2014, Karya Cipta Indonesia (KCI) memberikannya royalti sebesar Rp16,6 juta. Royalti tersebut diperoleh dari pembayaran para pengguna, seperti rumah-rumah karaoke, panggung pertunjukan, siaran radio, televisi, hotel, restoran serta tempat-tempat hiburan lainnya di seluruh Indonesia dan dunia, selama kurang lebih 3 tahun.
Selain itu, SBY juga mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Bens Leo, selaku anggota Badan Pengawas KCI mengatakan bahwa penghargaan tersebut diberikan berkat keterlibatan SBY sebagai pencipta lagu terbanyak di Indonesia.
Meskipun demikian, karya-karyanya tidak pernah lepas dari sorotan, salah satunya datang dari Denny Sakrie yang juga merupakan seorang pengamat musik. Denny mengaku bahwa Jason, seorang temannya dari Kanada bertanya kepadanya “Betulkah SBY melakukan plagiat dalam menulis lagu?".
Jason menemukan kemiripan tersebut melalui kanal Youtube. Kemiripan tersebut ditemukan antara refrain lagu SBY yang berjudul “Majulah Negeriku” dan refrain lagu “Baby Blue” dari George Baker Selection.
Denny juga meminta untuk memperhatikan melodi pada lirik : "Bangkitlah bangsaku, mari kita singsingkan lengan baju, bangunlah negeriku, majulah negeriku, Merah Putih berkibar selamanya". Bandingkan dengan melodi pada lirik: "Baby blue, baby blue. Do you know that I'm still in love with you. Now I know that you won't be here no more ."
Denny juga mengaku sudah mengetahui hal tersebut sejak album “Rinduku Padamu” karya SBY dirilis Nagaswara pada 2007. Saat itu, Ia sempat memastikan hal tersebut dengan menanyakan kepada Tantowi Yahya, yang menyanyikan lagu tersebut. Memang ada kemiripan antara refrain lagu SBY dan lagu George Baker Selection, kata Tantowi Yahya. Selain itu, Musikolog Remy Sylado juga menyatakan hal yang sama. Tetapi lagi-lagi, menurut Denny, penjiplakan karya tersebut memang sulit dibuktikan.
Musisi jadi Presiden
Jika SBY ingin menjadi musisi, berbeda halnya dengan Michel Martelly. Ia adalah seorang musisi yang berhasil menjadi Presiden Haiti. Dikenal dengan nama panggung “Sweet Micky”, ia telah berhasil menelurkan empat belas album studio dan sejumlah CD live dalam rentan waktu 1988 hingga 2008.
Aliran musik Martelly adalah genre unik compas, sebuah gaya musik dansa Haiti. Awalnya compas diciptakan oleh Nemours Jean-Baptiste. Pertunjukkannya lebih sering bercampur dengan humor fisik, komentar sosial politik lucu dan satir.
Martelly dilantik menjadi Presiden Haiti sejak 14 Mei 2011 hingga Februari 2016. Ia berhasil mengalahkan mantan senator dan mantan ibu negara Mirlande Manigat. Musik membuat dia populer sehingga memuluskan jalannya sebagai presiden. Beda dengan SBY yang jalannya menjadi musisi mulus karena jabatannya sebagai presiden.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti