Menuju konten utama

Beban Besar Tim Bulutangkis di Olimpiade Rio

Olimpiade adalah ajang olahraga dengan banyak cabang yang tertinggi di dunia. Banyak negara berupaya memanfaatkan momen ini untuk menunjukkan eksistensi mereka di bidang olahraga. Indonesia pun ikut ambil serta. Tugas itu dibebankan pada cabang olahraga bulutangkis. Pada Olimpiade Rio 2016, pemerintah menargetkan tiga medali emas, dua di antaranya diharapkan datang dari bulutangkis.

Beban Besar Tim Bulutangkis di Olimpiade Rio
Atlet bulu tangkis Indonesia memberikan hormat kepada bendera merah putih ketika mengikuti pengukuhan dan pelepasan kontingen olimpiade di kantor Kemenpora, Jakarta. [Antara foto/Wahyu Putro A]

tirto.id - Sejak dipertandingkan di Olimpiade pada tahun 1992 di Barcelona, bulutangkis tak henti memberikan medali. Sejak 1992, bulutangkis sudah memberikan enam emas, enam perak dan delapan perunggu. Bulutangkis memang punya tradisi memberikan emas. Namun, tradisi itu terhenti pada Olimpide London 2012 lalu. Di Rio, kejayaan itu diharapkan datang kembali. Sebuah harapan yang logis, karena Indonesia jadi unggulan di tiga nomor yakni ganda putri, ganda putra dan ganda campuran.

Tanpa mengecilkan peran Tommy Sugiarto di tunggal putra dan Lindaweni Fanetri di tunggal putri, harapan membumbung tinggi memang lebih realistis jika diberikan atlet-atlet di nomor ganda seperti Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, Greysia Polii/Nitya Maheswari, Praveen Jordan/Debby Susanto dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir

Secara prestasi dan peringkat dunia, mereka yang ada di nomor ganda memang lebih menjanjikan, wajar jika pundi-pundi medali kemungkinan besar akan didapat pada nomor ini.

Jalan Terjal Ganda Putra

Ganda putra Muhammad Ahsan/Hendra Setiawan digadang-gadang jadi nomor yang bisa mendulang medali emas. Meski mereka duduk di peringkat dua dunia dan jadi unggulan kedua, langkah Hendra/Ahsan cukup terjal di awal. Apa sebab? Undian grup menempatkan mereka di grup D. Grup ini adalah grup neraka karena tiga dari delapan unggulan ada di grup yang sama.

Selain Hendra/Ahsan ada juga unggulan kelima asal Cina, Chai Biao/Hong Wei dan unggulan kedelapan asal Jepang Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa. Sedangkan pasangan India, Sumeeth Reddy/Manu Attri diprediksi hanya akan jadi bulan-bulanan.

Banyak pihak mengatakan lawan terberat Hendra/Ahsan adalah Chai Biao/Hong Wei yang jadi pasangan nomor dua Cina. Dalam tiga tahun terakhir, Hendra/Ahsan jarang bertemu chai Biao/Hong Wei. Mereka hanya tiga kali bertemu, dan hasilnya berpihak pada Hendra/Ahsan dengan keunggulan 2-1.

Kekalahan yang didapat pun karena Ahsan cedera dan tak bisa melanjutkan pertandingan. Sedangkan saat melawan Endo/Hayakawa, Hendra/Ahsan punya rekor head to head bagus dengan skor 9-0.

Meski unggul head to head, satu hal yang mesti diwaspadai adalah penampilan Hendra/Ahsan pada tahun ini tidak sebaik tahun sebelumnya. Prestasi terbaik mereka hanya juara di Thailand Masters, itupun terjadi bulan Januari lalu.

Terlepas dari prestasi mereka yang berhasil membawa Indonesia ke final Piala Thomas, dalam empat bulan terakhir prestasi turnamen individual mereka cenderung turun. Prestasi mereka mentok di perempatfinal pada SIngapore Open dan Malaysia Open.

Hal ini kontras dengan dua calon lawan mereka dari Cina dan Jepang. Chai Biao/Hong Wei misalnya, mereka berhasil lolos ke final Indonesia Open, pada Juni lalu. Sedangkan Endo/Hayakawa mampu lolos ke semifinal di Australia Open yang digelar awal Juli. Seretnya prestasi Hendra/Ahsan mungkin siasat PB PBSI agar mereka tak jenuh dan tampil maksimal di Olimpiade.

Fase grup adalah langkah menentukan bagi mereka ke depannya. Jika terpeleset dan hanya mampu jadi runner-up grup, maka siap-siap saja musuh terberat Hendra/Ahsan selama ini yakni ganda putra pertama asal Cina, Fu Haifeng/Zhang Nan akan dihadapi di fase perempatfinal.

Menunggu Greysia/Nitya Pecah Telur

Di saat nomor-nomor lain sudah memberikan medali, nomor ganda putri sama sekali belum pernah melakukan itu. Emas, perak ataupun perunggu tidak pernah kunjung didapat. Prestasi itu hampir saja didapat jika Greysia Polii/Meiliana Jauhari tidak bermain sabun. Kasus ini membuat mereka didiskualifikasi dari turnamen.

Tampil di Rio, Greysia enggan mengulang hal itu. “Saya ingin melupakan hal itu dan fokus pada yang sekarang. Target kami di Olimpiade untuk bisa menyumbangkan medali dan membawa nama baik bangsa ini. Itu tujuan kami sesungguhnya," ujarnya.

Tampil di Rio, Greysia akan berduet dengan Nitya Maheswari. Mereka berdua saat ini duduk di rangking ketiga terbaik di dunia. Status sebagai unggulan mestinya membuat mereka bisa mencetak sejarah baru pada Olimpiade Rio kali ini. Pada fase grup, mereka tergabung di Grup C. Lawan yang dihadapi tergolong mudah seperti Vivian Kah Mun Hoo/Khei Wei Woon (Malaysia), Poon Lok Yan/Tse Ying Suet (Hongkong) dan Heather Olver/Lauren Smith (Inggris).

Jika menilik dari headto head dengan lawan-lawannya, Greysia/Nitya diprediksikan akan jadi juara grup. Aral terberat di fase grup mungkin datang dari pasangan Malaysia yang pernah mengalahkan keduanya di perempat final ajang Indonesia Open 2016, Juni lalu.

“Kami siap menghadapi siapa pun dalam grup ini; Target pertama kami adalah untuk mencapai perempat final,"kata Greysia dikutip dari situs resmi BWF. “Kami hanya ingin melakukan yang terbaik yang kita bisa. Ini adalah Olimpiade. Jika kami bertujuan untuk menjadi juara kami harus menghadapi siapapun lawannya. Kami siap untuk ini. Fokus kami sekarang adalah tentang taktik dan membangun kekuatan mental. “

Berharap pada yang tua atau yang muda?

Di tim bulutangkis Indonesia, pemain yang mendapat tekanan paling besar adalah pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Bagaimana mungkin di saat mereka tampil baik di Olimpiade, penampilan mereka selama satu tahun terakhir cenderung drop.

Pada dua turnamen super series (premier) yang digelar di Indonesia dan Australia misalnya, status unggulan malah membuat mereka terbebani dan terdepak di fase awal turnamen. Hal ini membuat publik cemas, bisakah mereka mendapat medali di Rio nanti?

Situs badmintontalk.com menganalisa sekali eror pasangan ini selalu malah kendor. Masalahnya keburukan ini terjadi hampir di setiap pertandingan, tak peduli dia unggulan atau non-unggulan sekalipun. Banyak yang menganalisa buruknya penampilan pasangan ini disebabkan performa Tontowi

“Antisipasi Tontowi dinilai kurang variatif dan mudah ditebak lawan. Unforced error pun selalu ditunjukkan. Hal ini membuat miskomunikasi antara Tontowi dan Liliyana.”

“Sebagai playmaker ulung, sejatinya Liliyana selalu berupaya mengolah bola sedemikian rapinya dengan tujuan Tontowi bisa mengeksekusinya secara sempurna. Sebagai pemain senior dengan segudang pengalaman dan prestasi, Liliyana sejatinya selalu berusaha untuk mengatur strategi agar Tontowi bisa mematikan lawan dengan mudah.”

“Namun, kenyataan tidak lah sesuai harapan. Smash keras Tontowi sering membentur net atau keluar lapangan. Sekali Tontowi membuat kesalahan, maka akan cukup sulit baginya mengembalikan fokus dan akurasi pukulannya.“

“Sekali eror, Tontowi akan cenderung mengulangi erornya, lagi dan lagi. Sekali unggul dalam perolehan poin, Tontowi kerap terburu-buru, kehilangan fokus, konsentrasi buyar, dan akhirnya tidak bisa mempertahankan keunggulan.

“Sekali poin terkejar lawan, maka akan sulit bagi Tontowi untuk mengembalikan keadaan. Sekali tertinggal, maka cukup sulit bagi Tontowi untuk mengejar ketertinggalan. Sekali tenaga habis, stamina Tontowi akan kendor. Sekali tertekan,

Tontowi/Liliyana akan sulit mengembangkan permainan.”

“Harus kita akui kematangan emosi dan mental juara sudah mulai luntur dari sosok Tontowi.”

Hasil buruk selama beberapa turnamen otomatis menggeser posisi Owi/Butet ke peringkat tiga dunia. Dengan berstatus sebagai unggulan tiga mau tak membuat kans mendapat medali emas jadi sulit, jangankan emas untuk perak pun amat disangsikan. Apa sebab? Owi/Butet punya kans besar bertemu dengan unggulan pertama asal Cina, Zhang Nan/Zhao Yunlei di babak semifinal. Pasangan ini adalah momok menakutkan bagi Owi/Butet, sepanjang delapan pertemuan mereka tak pernah menang sekalipun dari Zhang Nan/Zhao Yunlei.

Owi/Butet tergabung di grup C bersama Bodin Issara/Savitree Amitrapai dari Thailand, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying dari Malaysia, dan wakil Australia, Robin Middleton/Leanne Choo. Di atas kertas, Owi/Butet jauh lebih unggul dari tiga kompetitor tersebut. Owi/Butet mungkin akan lolos dari fase grup, namun setelah melalui itu kita harus harap-harap cemas.

Kita berharap agar jangan sampai unggulan kedua asal Korea, Ko Sung Hyun/Kim Ha Na dan unggulan empat asal Denmark, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen terpeleset jadi runner-up grup, pasalnya secara head to head, Owi/Butet selalu kalau melawan mereka.

Di saat pasangan yang tua turun, kita bisa berharap pada pasangan yang muda lewat Praveen Jordan/Debby Susanto. Penampilan luar biasa dan mengejutkan ditunjukkan pasangan ini saat sukses merebut gelar juara All England 2016. Pencapaian saat Australia Open pun cukup baik dengan lolos hingga semifinal.

Berada di unggulan kelima, pasangan ini mau tak mau berada satu grup dengan Zhang Nan/Zhao Yunlei. Tapi yang harus diingat adalah pada pertemuan terakhir di All England, pasangan Cina ini berhasil dibekuk oleh Praveen/Debby dua game langsung 19-21 dan 16-21. Hasil ini bisa dijadikan penambah motivasi bagi mereka agar jangan ciut sebelum bertanding. Jikapun kalah setidaknya Praveen/Debby masih bisa menempati posisi runner-up dan tetap lolos ke perempat final.

Di babak 8 besar, Ko Sung Hyun/Kim Ha Na dan Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen mungkin akan siap menghadang. Melawan Ko Sung Hyun/Kim Ha Na, Praveen/Debby memberikan perlawanan ketat dengan skor head to head 3-4. Sedangkan melawan Joachim/Chritinna, Praveen/Debby kalah head to head 4-6, selisih ini sudah cukup baik bagi pendatang baru macam mereka.

Jika mereka tampil baik seperti di All England, maka niscaya lolos ke fase semifinal tampaknya bukan hal yang musykil. Beban kepada Praveen/Debby pastinya tidak akan seberat Owi/Butet, hal inilah yang harus bisa mereka buktikan bahwa yang muda lah yang terbaik.

Baca juga artikel terkait BULUTANGKIS atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti