tirto.id - Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas menyatakan ada kelebihan kuota penyaluran solar. Hingga akhir tahun 2019, realisasi volume penyaluran diprediksi membengkak menjadi 15,31-15,94 juta kilo liter (kl) dari semula hanya 14,5 juta kl sesuai APBN 2019.
“Kami memprediksi ada overquota BBM bersubsidi untuk solar. Potensinya kelebihan 0,8-1,4 juta KL (5,5-9,6 persen),” ucap Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa dalam konferensi pers di kantor BPH Migas pada Rabu (21/8/2019).
Fanshurullah mengatakan indikasi kelebihan kuota solar (overquota) terlihat jelas dari realisasi penyaluran BBM bersubsidi jenis solar per Juli 2019. Ia menyebutkan angkanya sudah menyentuh 9,04 juta kl atau setara 62 persen dari total kuota.
Padahal, katanya, realisasi BBM bersubsidi biasanya selalu di bawah kuota yang telah ditetapkan. Hal itu terlihat konsisten dari tahun 2015-2018. Misalnya, pada 2017 hanya terealisasi 14,51 juta kl dari 15,50 juta kl dan pada tahun 2018 hanya 15,58 juta kl dari 15,62 juta kl.
“Ini Jenis BBM Tertentu (JBT) per Juni ini saja sudah lebih dari 50 persen. Harus kita kendalikan,” ucap Fanshurullah.
Fanshurullah mengatakan kelebihan kuota ini terjadi di 10 provinsi antara lain Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, hingga Sulawesi Selatan.
Soal alasan kelebihan kuota ini, ia menjelaskan ada potensi penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi jenis solar untuk keperluan pertambangan dan perkebunan.
Menyikapi itu, ia memastikan akan segera melakukan pengawasan dengan melibatkan TNI dan POLRI. Di samping itu, upaya investigasi juga dilakukan untuk mencari sebab dan pelaku dari penyelewengan ini.
“Ada potensi BBM bersubsidi diselewengkan untuk perkebunan maupun untuk tambang. Ini overquota di 10 provinsi. Daerah-daerah yang industri tambang dan perkebunannya menggeliat,” ucap Fanshurullah.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri