tirto.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI bersama Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan membuat aturan guna memperjelas tayangan yang boleh dan tidak boleh disiarkan selama masa kampanye Pemilu 2019.
"Sedang dibahas teknisnya. Misalnya soal blocking time, definisinya seperti apa, kalau masuk pemberitaan berapa waktu lamanya boleh, dan lain-lain. Ini masih tahap perumusan juknis [petunjuk teknis] untuk pencegahan dan dan pengaturan iklan atau hal lain selain iklan yang ada di media penyiaran," tutur Anggota Bawaslu RI Mochamad Afifuddin di kawasan Thamrin, Jakarta, Jumat (19/10/2018).
KPU sempat mengakui ada batas tak jelas antara iklan biasa dan kampanye di media massa. Karena itu, KPU bersama Bawaslu, KPI, dan Dewan Pers telah menandatangani nota kesepahaman soal iklan di media massa selama Pemilu 2019 pada Rabu (3/10/2018).
Menurut Afif, tak ada kata terlambat bagi pengawas pemilu dan pihak-pihak terkait guna mengatur teknis iklan saat masa kampanye saat ini. Padahal, masa kampanye sudah dimulai sejak 23 September 2018.
"Ini untuk memperjelas mana yang boleh, mana yang tidak boleh, yang masih remang-remang itu," tuturnya.
KPU pernah menyebut bahwa iklan yang menampilkan citra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Prabowo Subianto, atau peserta pemilu lain tak bisa serta merta disebut sebagai pariwara kampanye.
Penjelasan itu diberikan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan karena saat ini para peserta pemilu belum boleh memasang iklan kampanye di media massa. Waktu penayangan iklan kampanye yang diatur KPU RI, sesuai isi UU Pemilu, diizinkan pada 24 maret 2019. Pemasangan iklan kampanye diperbolehkan selama 21 hari hingga 13 April 2019.
Menurut Wahyu, peserta pemilu bisa beriklan jika pariwara yang tampil tak sesuai definisi kampanye sesuai UU Pemilu. Jika iklan yang dimaksud tak seperti definisi kampanye, maka perkara tersebut tak bisa diartikan sebagai iklan kampanye.
"Kalau iklannya bukan iklan kampanye, dia mau kerja sama, mandiri, boleh," kata Wahyu, Selasa (2/10/2018) lalu.
Pernyataan KPU kala itu ditanggapi Komisioner KPI Hardly Stefano Fanelon. Hardly berkata, KPU harusnya tidak membedakan pengertian iklan politik kampanye dan nonkampanye. Dikotomi dianggapnya justru membuka celah bagi peserta pemilu memasang iklan di luar ketentuan.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yantina Debora