Menuju konten utama

Bawaslu Gandeng KPK Berantas Politik Uang di Pilkada

Untuk menekan tingginya angka kasus politik uang di Pilkada Serentak, Bawaslu meminta KPK saling berbagi informasi. Kerja sama itu untuk memperkuat aspek pencegahan korupsi dan politik uang.

Bawaslu Gandeng KPK Berantas Politik Uang di Pilkada
(Ilustras) Dua orang aktivis Jaringan Pemilih Pemula (JPP) melakukan aksi simbolis membakar amplop, sebagai bentuk penolakan terhadap politik uang di Pilkada, di depan gedung KPU Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta, Selasa (31/1/2017). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah.

tirto.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama untuk menangkal praktik politik uang di Pilkada Serentak 2018. Ketua Bawaslu RI, Abhan mengatakan langkah itu juga untuk mengantisipasi pelanggaran serupa di Pemilu 2019.

Dia menjelaskan kerja sama itu akan dilakukan dalam bentuk pertukaran informasi antara KPK dan Bawaslu mengenai kasus-kasus politik uang.

"Intinya kami ingin menegakkan sebuah keadilan Pemilu," kata Abhan di Gedung KPK pada Selasa (10/10/2017).

Abhan menegaskan langkah Bawaslu ini untuk menekan politik berbiaya tinggi. Menurut dia, politik uang menjadi pemicu tindakan korupsi kepala daerah yang hendak maju lagi ke Pilkada.

"Biaya tinggi itu juga dari mahar politik asalnya (bukan cuma sogokan ke pemilih). Itu yang akan kami cegah," kata Abhan.

Adanya kesamaan fungsi antara KPK dan Bawaslu mendasari sinergi ini. Pertama, fungsi pencegahan dan pengawasan. Kedua, fungsi penindakan.

"Kedua fungsi ini mirip dan saya pikir bisa bersinergi," kata Abhan. Dia memberi contoh, "Ada dugaan pelanggaran yang masuk tindak pidana korupsi, itu bisa kami bagi dengan KPK."

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan berdasar riset lembaganya terhadap pelaksanaan dua Pilkada Serentak, pada 2015 dan 2017, politik uang masih berpengaruh besar pada pemilihan kepala daerah.

Saut mencatat politik uang, mahar politik hingga besaran nilai dana kampanye memiliki peran besar dalam menentukan hasil pemilihan di dua Pilkada Serentak itu.

"Sulit sekali kita lepas dari jeratan politik transaksional," kata Saut di Gedung KPK.

Dari penelitian itu, Saut menjelaskan rata-rata pemenang Pilkada biasanya memiliki aset pendanaan yang lebih besar. "Peserta yang kalah asetnya minim, minus bahkan banyak hutang," ujarnya.

Situasi ini, menurut dia, diperparah dengan kelemahan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) untuk membuktikan dan menindak kasus-kasus pelanggaran yang berkaitan dengan politik uang.

"Makanya, pencegahan jadi penting," kata Saut.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari Diana Pramesti

tirto.id - Hukum
Reporter: Diana Pramesti
Penulis: Diana Pramesti
Editor: Addi M Idhom