tirto.id - Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Budi Waryanto mengungkapkan bahwa Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah yang naik juga mempengaruhi naiknya harga beras di pasar-pasar. Kenaikan HPP gabah, menurut Budi, juga diakibatkan oleh berbagai faktor.
"Jadi HPP dinaikkan latar belakangnya itu karena banyak faktor input produksi yang mengalami penyesuaian. Kita ingat waktu itu baru saja kenaikan BBM, terus kebijakan subsidi pupuk ada perubahan baik komposisi maupun volumenya, dan tentunya ada faktor lain," ucap Budi di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Sehingga, menurut Budi, jika HPP dinaikkan, harapannya adalah dapat menjembatani semua pihak. Pasalnya, jika harga gabah mengalami kenaikan, maka harga beras pastinya akan ikut naik.
"Saya ingat dulu usulannya 5.000 sekian, kemudian waktu itu menetapkan kita banyak sekali analisis struktur ongkos usaha tani dari berbagai variabel. Dari pertimbangan itu, kita tetapkan tentunya adanya faktor-faktor input produksi itu petani akan mendorong untuk bisa mendapatkan nilai yang bagus dari penjualan gabahnya," ujar Budi.
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengimbau agar pemerintah mengevaluasi penerapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah.
"Oleh karena itu, Ombudsman mendorong (pemerintah). Cuma kan ini belum masuk dalam investigasi (oleh Ombudsman). Ombudsman belum masuk ke arah seperti itu. Jadi sifatnya imbauan saja, belum sampai ke upaya untuk membuat tindakan korektif kepada Bapanas," kata Yeka.
Kebijakan HET gabah perlu dievaluasi
Di sisi lain, Ombudsman mengusulkan agar pemerintah menerapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) gabah untuk menstabilkan harga beras di tingkat konsumen.
"Ombudsman mendorong HET gabah di bulan tertentu. Di bulan tertentu ada HET gabah. Siapa yang menentukan HET gabahnya? Silakan itu nanti para kelompok tani atau siapapun usulkan," kata Yeka dalam paparan media di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Yeka menilai bahwa kebijakan HET beras yang diberlakukan pemerintah sejak 2017 itu sudah tidak berjalan efektif seperti yang semula diharapkan. Apalagi, pengawasan terhadap penerapan HET beras di pasar tradisional cukup sulit dilakukan.
Dia berpendapat bahwa pengawasan tersebut akan mudah dilakukan apabila HET diterapkan pada gabah karena pemerintah hanya perlu mengawasi usaha penggilingan padi. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan HET gabah juga lebih memungkinkan untuk dapat dikenakan sanksi.
"Kalau ada penggilingan yang membeli di atas HET gabah, maka itulah yang kena sanksinya. Sehingga pada bulan-bulan tertentu, terutama pada saat bulan-bulan paceklik atau bukan pada masa panen raya atau di sekitar bulan Juli sampai Desember, pemberlakuan HET (gabah) akan membuat harga beras nanti stabil di level tertentu," ujar dia.
Yeka menilai kebijakan HET beras perlu dicabut sementara waktu agar suplai beras kembali lancar. Dia mengatakan pihaknya juga telah menyampaikan saran pemberlakuan HET gabah dan pencabutan HET beras secara resmi kepada pemerintah.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Maya Saputri