tirto.id - Pasca-pertemuan dengan Presiden Jokowi, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Ustaz Bachtiar Nasir menyatakan, wacana dialog sudah digagas oleh GNPF-MUI sejak dari aksi 411 (4/11) atau Aksi Bela Islam jilid II. Sayang, dialog ini baru terwujud ketika Presiden Jokowi melakukan open house pada hari Minggu (25/6) kemarin.
"Kalau terjadi dialog di antara kita [Presiden-GNPF] mungkin tidak ada lagi [aksi] 212 [2/12/2016] dan seterusnya," tegas Bachtiar saat konferensi pers di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan pada Selasa (27/6/2017).
Bachtiar juga menambahkan, dialog ini tidak serta merta selesai begitu saja. Menurutnya, akan ada dialog di kemudian hari, terutama kepada Menkopolhukam Wiranto.
"Sudah jelas tadi jalurnya, Presiden sudah menunjuk Menkopolhukam untuk apa yang menjadi aspirasi umat untuk menyampaikan kepada Presiden secara langsung. Dan itu disampaikan di depan kami secara langsung," tutur Bachtiar.
Sedangkan Zaitun Rasmin selaku wakil ketua GNPF-MUI juga mengakui bahwa dialog dengan Presiden Jokowi memang sudah diharapkan sejak lama. "Diskusi yang dibuka oleh Presiden bukan hanya sekali. Dan kita mengharapkan atau tidak. Kalau tidak, ya kita tidak lanjut, tapi karena ini yang kita idam-idamkan sejak 411, ya kita lanjut."
Tapi, ketika ditanya terkait aksi demo yang biasa dilakukan oleh GNPF MUI, ia mengungkapkan tidak ada yang bisa memastikan aksi tersebut tidak akan terulang. Menurutnya, kunci segala tindakan GNPF-MUI adalah dengan berdialog terlebih dahulu.
"Tidak bisa ada yang memberi jaminan apa-apa kalau dialog itu tidak berjalan," ujarnya.
Menurut Zaitun, kegiatan protes apapun, asalkan berjalan sesuai dengan birokrasi dan aturan perundang-undangan, maka hal itu bisa saja dilakukan bila memang diperlukan.
"Ke depan, kalau ada hal-hal yang diperlukan, saya kira kepada siapapun terbuka, kepada mahasiswa, apapun. Kalau ada sesuatu yang perlu dilakukan protes, misalnya, ya itu dengan cara birokrasi sesuai dengan perundang-undangan," katanya.
Sebelumnya, salah satu pengurus GNPF-MUI lainnya, Ustaz Sobri Lubis menyatakan, GNPF-MUI ingin kembali pada Indonesia yang bersatu, kuat, dan berdaulat. Sobri menganggap Indonesia sekarang ini sangat rentan terhadap perang saudara dan diperalat oleh pihak-pihak tertentu. Sehingga, menurut Sobri, dialog adalah cara yang tepat untuk menanggulangi hal tersebut.
"Kita ingin menyiratkan pesan bahwa dalam proses penyelesaian masalah-masalah itu harus lewat dialog, lewat silaturahim, lewat saling membuka hati dan saling membuka diri untuk menerima masukan-masukan," pungkasnya.
Sebagai tambahan, Muhammad Luthfie Hakim selaku Bendahara GNPF-MUI mengklaim bahwa Presiden Jokowi sendiri senang melakukan dialog dengan ulama. Sayangnya selain kendala jadwal Presiden yang padat, ada sebab lain yang membuat dialog dengan GNPF-MUI urung terjadi.
"Dalam beberapa pertemuan ulama dengan Presiden, beberapa kali nama kami disebut, tapi kemudian dicoret lagi. Dan seingat saya itu 2 kali, kalau saya pribadi 2 kali," jelasnya.
Dewan pengurus GNPF-MUI bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara saat open house pada Minggu (25/6/2017) kemarin. Menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno, ia dihubungi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang menyampaikan bahwa Bachtiar Nasir dan kawan-kawan yang ingin menemui Presiden Jokowi untuk silaturahmi.
Rombongan GNPF yang hadir yakni Bachtiar Nasir, ketua GNPF, Kapitra Ampera, Yusuf Marta, Muhammad Lutfi Hakim, Habib Muchsin, Zaitun Rasmin, dan Denny. Sementara, Presiden didampingi Menko Polhukam Wiranto, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Pertemuan itu hanya berlangsung selama 30 menit. Rombongan Bachtiar tiba di istana pada pukul 12.50 dan pulang pada pukul 13.20 WIB.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dipna Videlia Putsanra