tirto.id - Derby Basque akhir pekan ini antara Real Sociedad vs Athletic Bilbao pada Sabtu, 28 April 2018 pukul 21.15 WIB di Stadion Anoeta melibatkan dua klub yang bermahzab berbeda dalam bursa transfer. Real Sociedad, seperti klub profesional lain, hidup sesuai zaman dan tunduk pada bursa transfer. Sebaliknya, Athletic Bilbao tidak demikian.
Athletic Club, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Athletic Bilbao, memang berbeda dari kebanyakan klub terkait kebijakan transfer. Athletic tidak main-main ketika harus membeli pemain. Mereka hanya mau merekrut pemain yang berdarah Basque atau memiliki nenek moyang yang berasal dari wilayah tersebut.
Rilis resmi LaLiga menyebutkan, "Ketika Iñigo Martínez mengangkat seragam bermotif strip merah-putih kebanggaan Athletic Club tanggal 30 Januari 2018 lalu, ia menjadi pemain pertama yang resmi bergabung dengan tim inti di klub Basque ini setelah Raúl García bergabung pada 31 Agustus 2015. Jadi ada jeda yang cukup panjang, di antara dua transfer tersebut, tepatnya 884 hari."
Kebijakan Athletic Bilbao untuk hanya merekut pemain yang berasal dari daerah Basque atau memiliki hubungan keluarga dengan orang yang berasal dari daerah tersebut, terlihat tidak realistis di era sepakbola modern saat ini. Pasalnya, opsi Athletic demikian terbatas. Dalam kasus jeda antara pembelian Raul Garcia dan Inigo Martinez, Athletic berarti tidak membeli pemain selama hampir tiga tahun.
Jelas, dengan keadaan seperti itu, Athletic sulit bersaing dengan Barcelona, Real Madrid, dan Atletico Madrid, tiga tim paling elite di Spanyol. Namun, mereka masih tetap mendapatkan tempat terhormat. Musim ini, Athletic masih bertempur di Liga Eropa. Athletic juga bisa meraih gelar, ketika menghancurkan Barcelona di Piala Super Spanyol 2015.
Lalu, bagaimana mereka mengelola kebijakan transfer yang 'menolak zaman' sembari tetap memiliki tim yang tangguh? Jawabnnya ada pada dua hal, yaitu akademi kealas dunia dan infrastruktur yang luar biasa.
"Athletic mengimbangi jumlah aktivitas transfer yang minim dengan melakukan investasi untuk hal lain, seperti membangun akademi terkenal di dunia bagi pemain muda, yang berlokasi di daerah pinggir kota, Lezama.
"Pusat pelatihan ini diresmikan pada tahun 1971 dan hingga saat ini, selalu mengembangkan dan memperbarui fasilitasnya secara konsisten. Saat ini akademi milik Athletic telah dilengkapi dengan empat lapangan sepak bola besar, satu lapangan indoor, dan ruang olahraga/gymnasium. Selain itu terdapat pula stadion kecil sebagai tempat latihan bagi tim cadangan Athletic yang bernama Bilbao Athletic," tulis LaLiga dalam rilis resmi mereka.
Fasilitas ini dipadukan dengan upaya Athletic mendatangkan pelatih-pelatih hebat untuk bekerja di Lezama. Mereka memang tidak bisa membeli pemain bintang, tetapi bisa mencetaknya. Hal inilah yang menyebabkan, jebolan akademi Athletic bertebaran di mana-mana.Sebut saja Aymeric Laporte (Manchester City), Yuri Berchiche (Paris Saint-Germain), dan Fernando Llorente (Tottenham Hotspur).
Athletic Bilbao juga memiliki stadion baru yang sangat mengesankan, San Mames. Stadion ini dapat menampung hingga lebih dari 53.000 penonton dan terpilih sebagai salah satu tuan rumah untuk turnamen UEFA Euro 2020.
Ketika angka transfer melonjak semakin tinggi, bahkan menembus 222 juta Euro ketika PSG membeli Neymar musim panas 2017, Athletic Bilbao melakukan hal berlawanan. Mereka menghabiskan investasi untuk melahirkan talenta berbakat dan menciptakan semua infrastruktur untuk mendukung perkembangan tim menghadapi zaman.
Namun, sampai kapan Athletic Bilbao bertahan dengan prinsip mereka di bursa transfer tersebut?
Editor: Fitra Firdaus