tirto.id - Wacana pengangkatan kembali Archandra Tahar menjadi menteri ditanggapi sebagai hak prerogatif presiden. Sementara itu, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengklarifikasi pengganti Archandra masih belum diketahui.
Hak prerogatif itu diungkapkan oleh Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan usai menghadiri kuliah umum sosialisasi empat pilar kebangsaan di IAIN IMAM Bonjol Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Jumat (16/6/2016).
"Pengangkatan menteri hak presiden, jadi terserah beliau siapa yang akan diangkat jadi pembantunya," katanya, seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Seperti telah diketahui, Kementerian Hukum dan HAM (Menkunham) mengeluarkan surat pengukuhan kembali status kewarganegaraan Indonesia bagi Arcandra pada 1 September 2016.
Terkait hal itu, pengamat hukum Universitas Bung Hatta Padang, Miko Kamal menilai tindakan hukum pemerintah melalui Menkunham yang meneguhkan kewarganegaraan mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar sudah tepat.
Alasannya jelas sebab secara hukum Arcandra belum kehilangan kewarganegaraan karena pemerintah belum pernah mencatatnya dalam lembaran negara sebagaimana amanat hukum kewarganegaraan.
Menurutnya, keharusan mencatatkan kehilangan kewarganegaraan seorang warga negara di dalam lembaran negara adalah pengejawantahan dari asas publisitas yang dianut oleh UU Kewarganegaraan UU nomor 2 Tahun 2006.
Sementara, pengukuhan kembali tersebut berdasarkan prinsip "non-stateless" atau prinsip yang tidak mengakui asas apatride, berpayung hukum Pasal 23 dan 32-35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan PP Nomor 2 Tahun 2007
"Kemudian, secara hukum, tidak lagi beban bagi pemerintahan Jokowi untuk mengangkat kembali Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM dan saatnya memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Jokowi untuk mempergunakan hak prerogatifnya sebagai Presiden," ujarnya.
Di sisi lain, fenomena ini membuat Susy Dwi Harijanti, seorang ahli hukum kewarganegaraan dan keimigrasian dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung menyarankan pemerintah kembali menganalisis secara mendalam isu kewarganegaraan termasuk dwi kewarganegaraan.
"Kejadian Archandra penting dijadikan pembelajaran. Beberapa isu penting perlu dianalisis lebih mendalam termasuk dwi kewarnegaraan," katanya di Jakarta, Kamis (15/6/2016).
Selain itu, pemerintah Indonesia juga perlu mengadakan perjanjian bilateral dengan negara lain untuk mengurangi seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan (stateless).
Menurut Susy, pemerintah juga perlu melakukan harmonisasi antara Undang-Undang Kewarganegaraan dengan UU Keimigrasian dan seluruh peraturan pelaksanaan lainnya.
"Serta berbagai instrumen hukum internasional yang berkaitan dengan kewarganegaraan," ujarnya.
Sebelumnya pada 15 Agustus 2016 Presiden Jokowi memberhentikan dengan hormat Archandra Tahar dari jabatan Menteri ESDM sejak 16 Agustus 2016.
Presiden kemudian menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Pelaksana Tugas Menteri ESDM hingga ditunjuk Menteri ESDM.
Setelah itu, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung hingga Kamis (15/6/2016) menyatakan belum diketahui siapa pengganti Archandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh