tirto.id - Aparat dan masyarakat Fakfak, Papua Barat, berupaya meredam pemicu meluasnya bentrokan. Tadi pagi Pasar Tumburuni dibakar massa, aksi ini merupakan buntut kekesalan masyarakat setempat lantaran mahasiswa asal Papua di Surabaya dipersekusi dan diintimidasi.
Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengklaim ada kelompok kecil yang berusaha memicu aksi. "Ada sekelompok kecil masyarakat yang akan mengagitasi situasi, tapi berhasil diredam bukan hanya oleh aparat, juga oleh masyarakat di Fakfak," kata dia di Grand Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (21/8/2019).
Petugas keamanan dan warga setempat mencoba meredam situasi agar kerusuhan tidak melebar ke wilayah lain. Polri menerjunkan personelnya untuk bersiaga di Fakfak.
"Ada 1 Satuan Setingkat Kompi (SSK) Brimob Polda Sulawesi Tenggara yang diberangkatkan dari Sorong. Tujuan kehadiran aparat keamanan itu untuk menjamin keamanan seluruh komponen masyarakat setempat untuk menjaga situasi kondusif," jelas Dedi.
Aksi massa di Papua, berawal dari peristiwa di asrama mahasiswa Papua, Jalan Kalasan No. 10, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/8/2019) siang. Para mahasiswa dituduh merusak bendera merah putih yang dipasang persis di depan asrama. Ormas, juga TNI, yang tak terima lantas mengepung tempat tersebut berjam-jam.
Makian rasis diteriakkan bertubi-tubi. Polisi bahkan memaksa masuk asrama dengan kekuatan penuh. Gas air mata dilontarkan. Empat mahasiswa terluka karenanya. Mereka ditangkap, tapi lantas dilepaskan karena tak cukup bukti untuk menuding mahasiswa sebagai pelaku perusakan bendera.
Permintaan maaf dan seruan menjaga perdamaian tampaknya tidak cukup buat menyelesaikan masalah ini. Buktinya, seperti yang dilaporkan Antara, Rabu (21/8/2019) demonstrasi kembali terjadi di Fakfak, Papua Barat. Sejumlah fasilitas dilaporkan dibakar dalam demonstrasi itu.
Itu pula yang dikatakan Gubernur Papua Lukas Enembe. Dia tegas mengatakan masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan maaf. "Tidak bisa disederhanakan," katanya di Jayapura, Selasa kemarin. "Masalah Papua itu rumit. Rasisme itu terjadi bertahun-tahun kepada mahasiswa Papua di Jawa."
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto