Menuju konten utama

Apakah Mutasi Virus Corona Inggris Lebih Berbahaya dari Sebelumnya?

Varian virus Corona berkembang di Inggris namun kemungkinan masih bisa diatasi dengan vaksin.

Apakah Mutasi Virus Corona Inggris Lebih Berbahaya dari Sebelumnya?
Ilustrasi penelitian vaksin virus Corona. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Mutan baru dari virus Corona di Inggris telah membuat kekhawatiran di negara tersebut dan dunia. Pasalnya, varian mutasi virus Corona yang bernama B.1.1.7 itu diduga menyebar lebih cepat dari virus aslinya. Pada 19 Desember 2020 lalu, muncul 17 mutasi dan menyebar dengan cepat di Inggris.

Dikutip dari laman Scientific America, kemungkinan varian mutasi ini tidak menyebabkan sakit lebih parah. Dan, penemuan vaksin yang baru, sepertinya masih mampu melindungi orag dari ancaman mutasi virus Corona.

Namun respon dari negara-negara Eropa dan Amerika menganggapnya serius. Banyak negara Eropa yang menutup perjalana menuju Inggris. Selain itu, pernerbangan dari Inggri ke Amerika juga memberlakukan aturan ketat dalam skrining penumpang.

Dari penghitungan yang dilakukan konsorsium Covid-19 Genoics UK, ditemukan bahwa B.1.1.7 mungkin lebih menular hingga 70 persen dari virus aslinya.

Meski begitu, peneliti tidak mau gegabah dalam menyimpulkan karena memerlukan data-data lebih lanjut. “Setiap mutasi di luar sana menjadi perhatian kami.Ini adalah virus yang keras kepala dan oportunistik,” kata Ali Mokdad, pakar kesehatan masyarakat di Universitas Washington.

Jika menilik dari sisi penularan, menurut ahli virus Vincent Racaniello dari Universitas Columbia, informasi terbaik akan muncul dari penelitian pada hewan. Dari situ dapat terlihat apakah varian virus Corona bisa bergerak cepat dan mudah dari satu hewan ke hewan lainnya.

Informasi terkait penularan ini belum dipublikasikan. Dan, kata Racaniello, sebagian besar wabah Covid-19 disebabkan dari penularan satu atau beberapa individu, yang menyebarkan varian virus secara luas.

Tapi, asumsi bahwa penyebaran varian virus yang berjalan terlalu cepat, dibantah oleh ilmuwan lain. Scott Weaver, ahli imunulogi dari University of Texas Medical Branch (UTMB), mengatakan, varian ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Namun, varian hadir dengan terus meningkat dari waktu ke waktu.

Prof Alan McNally, ilmuwan di Universitas Birmingham, mengatakan terkait mutasi virus memang sesuatu yang perlu diperhatikan. Upaya mengkarakterisasi varian dan memahami kemunculannya terus dilakukan. Evolusi virus sesuatu yang normal dan sering muncul maupun pergi seiring waktu.

"Jangan histeris. Ini tidak berarti penyakit itu lebih menular atau lebih menginfeksi atau lebih berbahaya," kata Alan dikutip BBC.

Pada varian B.1.1.7, dari 17 jenis mutasi baru, 8 di antaranya mengalami lonjakan protein. Bagian yang mengalami mutasi adalah cangkang virus Corona yang menjadikannya lebih mungkin untuk mengikat reseptor permukaan sel dan menginfeksinya.

Salah satu virus yang mengalami mutasi adalah strain N501Y. Virus ini juga telah varian barunya di Afrika Selatan dan mengalami peningkatan kemampuan dalam mengikat virus. Artinya, kemampuan tersebut membuatnya mengikat secara lebih baik dan memicu lebih banyak transmisi secara teori.

Mutasi lonjakan protein terlihat pula di Amerika Serikat dengan ditemukannya varian D614Y. Virus tersebut diduga memiliki replikasi yang lebih baik pada saluran pernapasan atas saat diujikan pada tikus. Hanya saja, virus ini belum terbukti menular cepat pada manusia atau memberikan gejala yang serius.

Meski demikian, bukan berarti kehadiran beragam varian virus Corona membuatnya dengan mudah menginfeksi sel dan terbebas dari perlawanan protein yang dipakai sistem kekebalan tubuh manusia.

Vineet Menacheri, ahli mikrobiologi dari UTMB, memaparkan, pada varian N501Y rentan terhadap pertahanan tubuh seperti virus aslinya.

Namun perlu dijadikan catatan, perubahan genetik pada virus Corona juga menjadi kabar buruk pada perawatan antibodi monoklonal dalam melawan virus. Mutasi mendorong perubahan segmen virus yang letaknya dekat dengan wilayah yang dikenali monoklonal. Dengan begitu antibodi mungkin agak sulit untuk mengikat virus dan menetralkannya.

Michael Farzan, ahli immunologi di Scripps Research Institute mengatakan, varian virus B.1.1.7 di Inggris sepertinya tidak akan menghambat perkembangan produksi vaksin yang telah berlangsung.

Vaksin akan tetap bekerja pada tubuh sebagai pelindung. Hanya saja, setelah jangka panjang, mungkin menjadi kurang efektif dengan munculnya akumulasi varian virus yang baru.

Hal ini akan membuat produsen vaksin Corona harus selalu memiliki vaksin baru yang membidik ke sasaran varian mutasi virus Corona. Dengan demikian kemunculan vaksin Corona mungkin seperti vaksin flu yang terus diperbarui setiap tahunnya.

Adanya mutasi virus bukan berarti menjadi alasan melewatkan untuk mendapatkan vaksin Corona. Vaksin tetap melindungi orang hingga 90 persen dari penyakit Covid-19. Hanya saja dengan terjadinya mutasi virus Corona, maka setiap orang tetap harus menjaga jarak dengan orang lain dan menggunakan masker agar tidak tertular.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yulaika Ramadhani