Menuju konten utama

Apa yang Membuat Pria Merasa Jelek?

Banyak hal yang membuat laki-laki merasa jelek. Operasi plastik dipilih sebagai jalan pintas agar mereka tidak lagi merasa jelek. Padahal, tak selamanya wanita mendambakan pria yang terlihat tampan dan sempurna secara fisik.

Apa yang Membuat Pria Merasa Jelek?
Ilustrasi Pria dan Obat Kuat [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Nilai seorang lelaki sesuai dengan keberanian, kejujurannya sesuai dengan keseimbangan perangainya, keperkasaannya sesuai dengan rasa hormat pada dirinya, dan kesuciannya sesuai dengan rasa malunya. Ini adalah kriteria ideal seorang laki-laki di Semenanjung Arab pada masa lalu. Ukurannya bukan soal ketampanan, kekayaan, tentu juga bukan tubuh yang indah. Bagaimana dengan hari ini?

Laki-laki di kebudayaan manapun selalu dididik untuk terus tampil maskulin dan dominan. Mereka adalah pemimpin, mereka kuat, mereka tak boleh sama sekali menunjukkan emosi, dan yang paling penting jangan menyerupai perempuan. Pola ini berulang, sehingga melahirkan kebudayaan patriarki. Laki-laki menjadi takut untuk tampil feminin, menunjukkan perasaannya, atau bahkan bersikap lemah lembut. Mereka dipaksa tampil gagah, gahar, dominan, dan kuat.

Namun, di luar penampilan yang kokoh dan terlihat kuat itu, laki-laki juga kerap menyembunyikan sikap rendah diri. Pada 29 September shortlist.com menemui ahli operasi kosmetik, agen artis Hollywood, instruktur vokal, penata gaya, dan kartunis untuk mendefinisikan apa yang membuat laki-laki menjadi tampak buruk atau jelek. Hasilnya menarik, laki-laki juga merasakan inferior dan insecure terhadap beberapa hal yang membuat mereka tampak jelek, seperti penampilan fisik, muka, suara, dan tentu saja isi kepala.

Dr Dennis Wolf, dokter kosmetik di The Private Clinic, mengungkapkan bahwa banyak klien laki-laki yang merasa tidak percaya diri dengan dada yang bergelambir atau man boobs. Kondisi ini disebut sebagai gynecomastia atau membesarnya dada laki-laki. Sebanyak 15 persen populasi laki-laki di Inggris mengalaminya. Banyak yang merasa malu memakai pakaian ketat karena kondisi ini, laki-laki juga merasa bahwa mereka menjadi tak pantas karena menganggap laki-laki kok punya payudara.

Selain man boobs, perut buncit, dan kebotakan menjadi penyebab laki-laki merasa dirinya jelek. Dr Wolf menyebut, gejala ini muncul pada mereka yang berusia lima puluhan dan enam puluhan. Mereka yang tak biasa hidup sehat dan olahraga pada masa muda akan merasa berat untuk melakukan latihan fisik. Ini mengapa sedot lemak menjadi pilihan utama untuk memperoleh tubuh ideal. Sementara kebotakan bisa diatasi dengan transplantasi rambut. Banyak yang merasa bahwa kebotakan adalah penyebab perempuan tak lagi tertarik pada pria paruh baya.

Megan Willett dalam artikel di Business Insider pada 2014 menuliskan artikel tentang fenomena operasi plastik di kalangan laki-laki. Data dari American Society of Aesthetic Plastic Surgery (ASAPS), mengungkapkan ada peningkatan permintaan operasi plastik bagi pria sebanyak 106% dari rentang waktu 1997 Sampai 2012. Sejauh ini permintaan terbesar adalah pembentukan tulang hidung, pelebaran mata, sedot lemak, pengempisan dada, dan pengencangan muka. Pria juga terobsesi untuk terlihat tampan dan menarik.

Pada 2015, Jonathan Wells menulis tentang Jake-Jamie Ward seorang beauty blogger pria di Telegraph. Ia mengisahkan pria berjuluk the beauty boy yang menjadi fenomena karena menjadi blogger yang mengisi kanal kecantikan dan make up. Jake-Jamie Ward mulanya bereksperimen dengan make up pada usia 19 tahun karena menderita gangguan jerawat akut. Upayanya memakai make up diunggah di YouTube dan kini telah memiliki lebih dari 8 ribu subscribers. Ia berusaha menentang tabu, bahwa laki-laki tak boleh memakai make up. Di Inggris dengan nilai industri make up mencapai satu miliar poundsterling per tahun, industri make up akan merambah kepada pasar konsumen laki-laki.

Infografik 5 Hal Yang Membuat Pria merasa jelek

Pria ternyata sering merasa jelek. Mereka berusaha untuk terus memperbaiki penampilannya. Namun, apakah penampilan yang sempurna di mata laki-laki ini lantas berbanding lurus dengan rasa suka lawan jenisnya? Wanita ternyata punya kriteria tersendiri tentang bagaimana seorang lelaki yang ideal.

Dalam survei sederhana yang dilakukan di media sosial, saya bertanya apa yang membuat perempuan merasa laki-laki jadi tidak menarik atau membuat mereka hilang selera. Ada sekitar 300 perempuan yang ikut menjawab pertanyaan itu. Kebanyakan dari mereka tak menyukai laki-laki yang bau, tidak tegas, kasar, suka pamer, tidak punya ketegasan, tak punya sikap, misoginis, mansplaining, narsis, dan egois. Ini menarik karena hampir tak ada yang bicara soal tampilan fisik seperti gendut atau jelek.

Bunga Imardian, mahasiswi sastra Perancis Universitas Brawijaya Malang, menyebut laki-laki menjadi tak menarik ketika terlalu banyak meminta dan jorok. Baginya laki-laki yang tidak berpengetahuan luas akan membosankan dan tak menarik. Ia juga tak menyukai laki-laki yang banyak omong, suka mendominasi dalam percakapan, tak punya pandangan politik, dan tak punya tanggung jawab sosial.

“Karena orang ignorant punya kecenderungan untuk close minded dan close minded dekat dengan bigotry (fanatik),” kata Bunga.

Syarafina Vidyadhana, penerjemah dan kurator buku Post Press, menyebut tampilan visual seorang laki-laki memang mengganggu.

“Jadi kalau pakai cincin akik, atau vape, atau belt. Menurutku superficial aja, bisa jadi dia lebih fokus sama hal remeh macam itu daripada hal besar dan penting,” kata Syarafina.

Baginya tak ada toleransi bagi pria yang gemar melakukan mansplaining. Menurut Syarafina ini membuat dirinya kehilangan waktu berharga dan sia-sia. “Mungkin berarti dia nganggep aku bodoh, dan pemalu, padahal kalau memang nggak tahu aku bakal tanya,” katanya.

Di Twitter, Fatimah Alkaff, pemilik akun @ftkf, menyebut pria yang kasar baik verbal maupun non verbal dan tidak bertanggung jawab (i.e.: berbohong, ingkar janji, atau mengkhianati kepercayaan) tidak menarik. Hal serupa juga disampaikan oleh beberapa perempuan lain yang mengatakan bahwa sikap kasar seorang laki-laki tak akan membuat perempuan menjadi suka. Sikap dominan dan represif hanya menunjukkan bahwa sebenarnya si laki-laki tadi insecure dan menggunakan kekerasan untuk menutupi kekurangannya.

Diana Rabb, seorang PhD dalam bidang transpersonal psychology, menyebut bahwa otak adalah organ seks terbesar. Mereka yang memiliki ketertarikan terhadap kecerdasan, pengetahuan, dan kemampuan berpikir seseorang disebut sebagai sapiosexual. Bagi seorang sapiosexual, isi kepala adalah hal yang membuat mereka terangsang dan otak yang bekerja dengan baik akan menyediakan banyak rangsangan bagi para sapiosexual, seperti perbincangan yang hangat, pengetahuan baru, sampai dengan informasi tambahan.

Diana Rabb menyebut bagi sapiosexual, untuk laki-laki maupun perempuan, pesona terbaik dari seseorang adalah bagaimana mereka menyampaikan pikiran. Ia menghasilkan karisma, pesona ide, dan tentu saja kedalaman berpikir. Ini tentu berbeda dengan sekadar membual atau mengutip filsuf. Seorang sapiosexual akan mencari rekan yang bisa mengembangkan pengetahuannya, mengkritisi pendapatnya, mendebat sikapnya, dan mencari solusi bersama terhadap sebuah problem yang partikular. Diana Rabb menyebut bahwa bagi sapiosexual, seks hadir usai foreplay dalam bentuk diskusi pemikiran yang hangat.

Yang menariknya tak banyak laki-laki yang menyukai perempuan pintar. Penelitian bersama yang dilakukan Lora E. Park dari University at Buffalo pada Mei 2014 menunjukkan gejala bahwa laki-laki lebih suka perempuan yang tak lebih pintar dari mereka. Lebih dari itu Laura menemukan gejala bahwa laki-laki merasa inferior dan takut mendekati perempuan yang jauh lebih pintar dari mereka. Dalam jurnal bertajuk Effects of Psychological Distance and Relative Intelligence on Men’s Attraction to Women, disebutkan laki-laki menyukai perempuan pintar sebagai rekan tapi tak tertarik dalam hubungan romantis.

Apakah konsep Sapiosexual merupakan hal yang baru? Mark Banschick, M.D. dalam artikelnya "What Makes Something Sexy?” menghadirkan fragmen dialog Plato dalam Symposium. Plato, seperti yang kita tahu menceritakan kisah hidup Socrates seseorang yang tak punya uang, kekuasaan, apalagi wajah ganteng seperti Reza Rahardian, yang ia lakukan di hadapan para penguasa dan cendekia adalah menghadirkan karisma dan kecerdasan yang mengundang decak kagum. Diana Rabb menyebut konsep kecerdasan sebagai pesona telah ada sejak 2500 tahun yang lampau.

Jadi, mau cerdas atau tampan?

Baca juga artikel terkait STANDAR KERUPAWANAN atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Suhendra

Artikel Terkait