Menuju konten utama

Apa yang Harus Dilakukan Jika Anak Alami Gejala Gangguan Ginjal?

Apa yang harus dilakukan oleh orang tua saat anak mengalami gejala gangguan ginjal akut?

Apa yang Harus Dilakukan Jika Anak Alami Gejala Gangguan Ginjal?
Ilustrasi Anak Demam. foto/IStockphoto

tirto.id - Pemerintah telah mendatangkan sebanyak 200 vial obat Fomepizole untuk mengatasi permasalahan gangguan ginjal akut progresif atipikal.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI mengatakan Indonesia sudah mendapatkan 10 vial obat Fomepizole dari Singapura dan 16 dari Australia yang akan dibawa langsung pada Sabtu (22/10/2022) dari kedua negara itu.

Sejak kasus gangguan ginjal akut muncul, Kementerian Kesehatan RI pun mengimbau penyetopan segala obat berbentuk cair atau sirup menyusul adanya laporan pasien anak dengan gangguan gagal ginjal akut terdeteksi terpapar tiga zat kimia berbahaya yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE).

Menanggapi hal itu, Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM, Prof. Apt. Zullies Ikawati, Ph.D., menegaskan bahwa penyebab gagal ginjal akut pada anak yang terjadi di tanah air masih menjadi sebuah misteri. Menurutnya, belum bisa dipastikan ada tidaknya keterkaitan antara gagal ginjal akut dengan konsumsi obat berbentuk sirup, terutama yang mengandung parasetamol.

“Ini masih jadi misteri. Kejadian gagal ginjal akut kok baru ada belakangan ini, padahal penggunaan sirup obat parasetamol sudah cukup lama dan aman digunakan,” katanya melalui siaran pers yang diterima Tirto, Senin, (24/10/2022).

Zullies menyampaikan ada berbagai faktor penyebab gagal ginjal akut. Misalnya, adanya infeksi tertentu seperti leptospirosis yang salah satunya bisa menyerang ginjal.

Selain itu, infeksi bakteri E. coli juga dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Kajian sementara dari Kemenkes menyebutkan bahwa penapisan terhadap virus dan bakteri telah dilakukan dan belum terbukti kuat sebagai penyebab gagal ginjal akut.

Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua Jika Anak Alami Gejala Gangguan Ginjal?

Orang tua harus segera membawa anak ke dokter bila buah hati mengalami demam dengan gejala penyerta, kata spesialis anak lulusan Universitas Negeri Sebelas Maret dr. Noor Anggrainy Retnowati, Sp,A.

"Gejala penyerta misalnya diare, muntah, ada batuk dan sesak atau mengi, mual, nyeri perut atau perdarahan spontan," kata Anggrainy yang juga dari Masyarakat Pediatri Indonesia (Indonesian Pediatric Society) ini kepada Antara, Jumat (21/10/2022).

Orangtua juga patut mengevaluasi frekuensi buang air kecil pada anak. Cek setiap tiga hingga empat jam, bila frekuensi buang air kecil pada anak berkurang, segera berkonsultasi kepada tenaga kesehatan.

Namun, ia menjelaskan pada umumnya demam pada anak adalah sebuah reaksi tubuh dalam merespons peradangan akibat virus, bakteri, jamur, parasit atau trauma.

Bila ini terjadi, tak usah terlalu khawatir bila buah hati masih aktif bermain dan makan dan minumnya normal seperti sebelum demam terjadi.

Untuk menurunkan suhu tubuh, orang tua dapat memberikan kompres air hangat di lipatan ketiak dan selangkangan selama 10-15 menit.

"Ini dapat membantu menurunkan panas melewati pori-pori kulit melalui evaporasi," jelas dia, menambahkan termometer digital di ketiak lebih praktis untuk mengukur suhu tubuh.

Ketika demam, berikan juga anak cairan dengan jumlah sesuai dengan usianya.

Berdasarkan konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak sehat usia 0 – 6 bulan butuh cairan 700 ml per hari, bayi 7 – 12 bulan butuh cairan 800 ml per hari, anak 1 – 3 tahun butuh cairan 1300 ml per hari.

Sementara anak usia 4 – 8 tahun butuh 1700 ml per hari, anak 9 – 13 tahun butuh 2400 ml per hari (laki-laki) dan 2100 ml per hari (perempuan). Sedangkan anak laki-laki usia 14 – 18 tahun memerlukan 3300 ml per hari dan 2300 ml per hari untuk perempuan.

Kebutuhan itu bisa dipenuhi dari minuman dan makanan. Dia menyarankan anak yang demam diberikan cairan dengan jumlah lebih banyak dari yang telah ditetapkan.

Ia menjelaskan obat antipiretik seperti parasetamol berhubungan dengan mengurangi rasa tidak nyaman pada anak, seperti menangis berkepanjangan yang tak bisa ditenangkan dengan cara digendong atau selera makan menurun dan tidur terganggu.

"Penggunaan antipiretik tanpa resep dokter dan pengawasan medis meningkatkan toksisitas," tutup dia.

Zullies juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik. Untuk saat ini masyarakat disarankan sementara waktu ini mengikuti saran dari lembaga resmi pemerintah seperti Kemenkes, BPOM, asosiasi dokter dan lainnya untuk menghindari konsumsi obat bentuk sirup hingga diperoleh hasil yang lebih pasti.

Apabila anak-anak mengalami sakit demam, batuk, maupun pilek sebaiknya mengkonsumsi obat parasetamol dalam bentuk puyer, kapsul, tablet, suppositoria atau bentuk lainnya. Untuk mengurangi rasa pahit bisa ditambahkan pemanis yang aman bagi anak.

Tak kalah penting untuk selalu mengkonsultasikan efek penggunaan obat sirup dengan dokter maupun apoteker.

“Untuk parasetamol yang sifatnya mengurangi gejala, mungkin penggunaan sirup lebih berisiko ketimbang manfaatnya saat ini, dimana sedang diteliti kemungkinan adanya cemaran bahan yang bisa membahayakan. Untuk itu bisa dicoba dalam bentuk puyer atau bentuk lainnya,”paparnya.

Zullies menyebutkan imbauan untuk tidak menggunakan obat dalam bentuk sirup untuk semua pengobatan menjadi keputusan yang sangat dilematis. Sebab, obat dalam bentuk sirup banyak digunakan untuk anak-anak yang belum bisa menelan obat bentuk tablet atau kapsul.

Selain itu, penghentian penggunaan obat sirup ini akan berdampak bagi anak-anak penderita penyakit kronis yang harus minum obat rutin berbentuk sirup dimana dalam penggunaannya selama ini tidak menimbulkan efek samping membahayakan.

Misalnya, anak dengan epilepsi yang harus minum obat rutin, maka ketika obatnya dihentikan atau diubah bentuknya bisa saja menjadikan kejangnya tidak terkontrol.

“Mestinya ini diatur dengan bijaksana dengan tetap mempertimbangkan risiko dan manfaat. Memang saat ini risiko terjadinya gagal ginjal akut sepertinya dianggap lebih besar dengan penggunaan sirup sehingga disarankan penghentiannya, tetapi harusnya tidak digebyah uyah (disamaratakan) ya,” paparnya.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Iswara N Raditya