tirto.id - Pantun, syair dan gurindam adalah ragam dari puisi lama dan karya sastra Indonesia. Kendati demikian, terdapat beberapa perbedaan antara pantun, syair dan gurindam.
Pantun bukan hanya sekadar gubahan kata-kata yang mengandung rima dan irama, tetapi juga memiliki rangkaian kata-kata indah untuk menggambarkan kehangatan seperti cinta, kasih sayang dan rindu dendam penuturnya. Selain itu, pantun juga mengandung ide kreatif dan kritis serta padat kandungan maknanya.
Sementara syair, adalah cerita yang mengandung mitos, sejarah, atau ajaran agama. Akan tetapi, selama perkembangannya di Asia Tenggara, syair mengalami perubahan, sehingga syair menjadi khas melayu.
Sedangkan gurindam adalah merupakan susunan sajak yang terdiri dari dua baris dan pada isinya termuat sebuah nasihat atau petuah. Berikut adalah penjelasan soal pantun, syair dan gurindam.
Pantun
Sebagaimana dikutip dari Pantun Melayu, Titik Temu Islam dan Budaya Lokal Nusantara oleh Abd. Rachman Abror, pantun adalah semacam puisi asli Melayu tradisional yang bersifat terikat.
Pantun berasal dari kata patutun yang dalam bahasa Minangkabau berarti "penuntun". Sementara dalam bahasa Jawa dikenal sebagai parikan dan dalam bahasa Sunda dikenal paparikan, sedangkan bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa), demikian dikutip dari Buku Pintar Pantun dan Peribahasa Indonesia oleh Mutia Dwi Pangesti.
Sementara menurut buku EYD Saku + Pedoman Pembentukan Istilah dalam Bahasa Indonesia Kumpulan Pantun, Tanda dan Lambang oleh E. Wardah, pantun adalah jenis puisi lama yang merupakan budaya asli Indonesia.
Menurut pengkaji Budaya Melayu bernama R.O. Winsted, pantun bukan hanya sekadar gubahan kata-kata yang mengandung rima dan irama, tetapi juga memiliki rangkaian kata-kata indah untuk menggambarkan kehangatan seperti cinta, kasih sayang dan rindu dendam penuturnya. Selain itu, pantun juga mengandung ide kreatif dan kritis serta padat kandungan maknanya.
Pada umumnya, pantun terdiri dari empat baris dan penulisannya dilambangkan dengan huruf a-b-a-b. Dua baris pertama disebut sampiran, sementara dua baris terakhir disebut isi dan tujuan. Pengertian di atas adalah contoh dari pantun empat baris.
Selain itu, pantun terdiri dari empat larik atau empat baris, setiap baris terdiri dari 8 sampai 12 suku kata dan berakhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a. Pada awalnya, pantun adalah sastra lisan, tetapi saat ini sudah ada pantun dalam bentuk tertulis.
Apabila berdasarkan bentuknya, pantun memiliki ciri-ciri tertentu sebagai berikut ini:
1. Tiap bait terdiri dari empat baris (larik);
2. Tiap baris terdiri dari 8 sampai 12 suku kata;
3. Rima akhir setiap baris adalah a-b-a-b;
4. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran;
5. Baris ketiga dan keempat merupakan isi.
Syair
Syair merupakan salah satu bentuk dari puisi lama. Secara etimologi kata syair berasal dari bahasa Arab yaitu syu’ur yang artinya 'perasaan'. Marhalim Zaini dalam buku Mengenal Tunjuk Ajar Melayu, mengatakan makna kata syu'ur kemudian berkembang menjadi kata syi’ru.
Dalam pengertian umum, kata syi'ru berarti 'puisi'. Isi syair adalah cerita yang mengandung mitos, sejarah, atau ajaran agama. Selama perkembangannya di Asia Tenggara, syair mengalami perubahan dan modifikasi, sehingga syair menjadi khas melayu.
Selain itu, syair tidak mengacu lagi pada tradisi sastra syair di negeri Arab. Hamzah Fansuri adalah penyair yang dikenal memiliki peran besar dalam membentuk syair khas Melayu.
Karya-karya Hamzah Fansuri yaitu, Syair Perahu, Syair Burung Pingai, Syair Dagang, dan Syair Sidang Fakir. Dia adalah seorang ulama sufi, dan sastrawan yang hidup pada abad ke-16.
Berdasarkan perkembangan sastra melayu, Hamzah Fansuri dikenal sebagai pencipta genre syair. Ada pula yang menyebutnya sebagai Sang Pemula Puisi Indonesia.
Menurut buku bahasa Indonesia berjudul Puisi Lama dan Puisi Baru kelas X, syair memiliki empat karakteristik yaitu:
1. Tiap bait terdiri atas empat baris.
2. Tiap baris biasanya mempunyai 8-14 suku kata.
3. Rimanya adalah (a – a – a – a), dan bahasanya kiasan.
4. Semua baris adalah isi.
Gurindam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gurindam merupakan susunan sajak yang terdiri dari dua baris dan pada isinya termuat sebuah nasihat atau petuah.
Berdasarkan pendapat Ani Rakhmawati dan Yant Mujiyanto dalam "Kupas Tuntas Gurindam 12: Apresiasi Sastra Klasik Sebagai Upaya Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia", gurindam berasal dari bahasa Sanskerta, yakni “Karindam”, yang artinya perumpamaan. Pemberian ibarat ini disajikan dalam bentuk susunan dua baris yang membentuk bait.
Termuat dalam Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, dan Tekniknya (2012) karya Mashun, karya sastra memiliki peran dalam memberikan pendidikan, ajaran, dan arahan terhadap suatu nilai. Gurindam ternyata berfungsi untuk meyampaikan ketiga hal tersebut.
Salah satu contoh gurindam yang memiliki fungsi tersebut adalah Gurindam 12 karya Raja Ali Haji. Berdasarkan pendapat di website Kemendikbud, gurindam ciptaan Raja Ali Haji ini berisi 12 pasal.
Lanjutnya, berbicara mengenai aturan ibadah, kewajiban raja, perilaku anak ke orangtua, budi pekerti, dan cara berkehidupan sosial.
Berikut adalah ciri-ciri gurindam:
1. Terdiri dari dua baris.
2. Baris pertama merupakan pernyataan dan baris kedua adalah konsekuensinya.
3. Kedua baris punya bunyi akhiran yang senada.
4. Memiliki fungsi sebagai ajaran atau arahan.
5. Terdiri dari 2 sampai 6 kata setiap barisnya.
Editor: Agung DH