tirto.id - Tembakan gas air mata yang dilakukan oleh aparat usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022) malam di Stadion Kanjuruhan, disinyalir menjadi salah satu penyebab banyaknya korban meninggal.
Penembakan gas air mata dilakukan oleh kepolisian terjadi akibat kericuhan di Stadion Kanjuruhan saat suporter Aremania merangsek masuk ke area lapangan setelah Arema FC kalah.
Namun, apakah benar tembakan gas air mata itu bisa menyebabkan orang meninggal dunia dan apa kandungan gas air mata serta dampaknya pada manusia?
Gas air mata dikenal pertama kali dalam perang kimia yang terjadi selama masa Perang Dunia I. Gas air mata digunakan sebagai senjata untuk melumpuhkan musuh tanpa menggunakan kekuatan yang mematikan.
Melansir Britannica, bahan utama untuk membuat gas air mata adalah senyawa halogen organik sintetis. Senyawa ini bukan gas sejati, melainkan berupa cairan atau padatan yang bisa menjadi gas saat terkena udara ketika disemprot atau diledakkan dengan granat.
Berikut beberapa jenis bahan yang digunakan dalam gas air mata:
1. Chloroacetophenone (CN)
Salah satu jenis bahan yang paling banyak digunakan untuk membuat gas air mata adalah chloroacetophenone (CN). CN merupakan komponen utama dari agen aerosol Mace. Menurut Britannica, gas CN bekerja dengan cara mengiritasi mata
2. O-chlorobenzylidene malononitrile (CS)
Selain zat CN, dikenal pula senyawa o - chlorobenzylidenemalononitrile (CS) yang juga sering digunakan sebagai bahan utama membuat gas air mata. Berbeda dengan CN, senyawa CS memiliki efek iritasi yang lebih kuat.
Selain mengiritasi mata, CS dapat menimbulkan sensasi terbakar pada saluran pernapasan dan kulit. Kendati demikian, efek dari gas ini cepat hilang, yaitu sekitar 5 hingga 10 menit setelah menghirup udara segar.
3. Oleoresin capsicum (OC)
Bahan lain yang juga dapat dimanfaatkan untuk membuat gas air mata Oleoresin capsicum (OC). OC merupakan senyawa aktif yang juga digunakan dalam semprotan merica (pepper spray). Senyawa ini adalah senyawa yang sama yang terdapat pada paprika merah.
Menurut Handbook of Toxicology of Chemical Warfare Agents (2015) OC adalah turunan resin dari senyawa capsium atau senyawa yang biasa ditemui pada cabai. Efek terkena senyawa ini dapat menyebabkan iritasi kulit, hidung, mata, dan paru-paru.
4. Bromoacetone
Senyawa bromoacetone merupakan salah satu bahan yang biasa terkandung dalam gas air mata. Dikutip dari National Library of Medicine (NIH) senyawa berbentuk cairan bening tanpa warna dan dapat berubah menjadi ungu ketika terurai di udara.
5. α-bromobenzyl cyanide
Senyawa α-bromobenzyl cyanide adalah salah satu agen yang digunakan dalam gas air mata. Berdasarkan dokumen Hazardous Substance Fact Sheet (2004) paparan senyawa ini dapat menyebabkan masalah serius pada kulit dan mata.
Beberapa efek samping dari keracunan α-bromobenzyl cyanide adalah pusing, lemas, detak jantung tidak beraturan, hingga kesulitan bernapas. Paparan berlebihan senyawa ini dapat menyebabkan kematian.
Apakah gas air mata bisa menyebabkan orang meninggal?
Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa paparan gas air mata dalam ruang tertutup dan berdosis tinggi berisiko memicu dampak kronik berkepanjangan pada penderita.
"Walaupun dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang segera timbul, ternyata pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronik berkepanjangan," kata Tjandra Yoga Aditama seperti dilansir dari Antara.
Ia mengatakan beberapa bahan kimia yang digunakan pada gas air mata berupa chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA), dan dibenzoxazepine (CR). Secara umum kandungan zat kimia itu dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata, dan paru, serta saluran napas.
"Gejala akutnya di paru dan saluran napas dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, hingga sesak pada saluran napas.
"Pada keadaan tertentu, dapat terjadi gawat napas atau respiratory distress," katanya.
Menurutnya, dampak gas air mata di paru, bisa memicu kasus pernapasan akut hingga gagal napas, khususnya pada penderita penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Tjandra yang juga Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan selain di saluran napas, gejala lain adalah rasa terbakar di mata, mulut dan hidung.
"Lalu dapat juga berupa pandangan kabur dan kesulitan menelan. Juga dapat terjadi semacam luka bakar kimiawi dan reaksi alergi," ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengemukakan paparan gas air mata dalam konsentrasi tinggi bahkan bisa berisiko memicu kematian.
"Risiko kematian bisa terjadi bila menghirup dalam konsentrasi tinggi," katanya.
Ia mengatakan efek gas air mata pada saluran napas menyebabkan iritasi pada saluran hidung, tenggorokan, hingga saluran napas bawah.
Efek yang terjadi, kata Dwi, gejala dari hidung berair, rasa terbakar di hidung dan tenggorokan, batuk, dahak, nyeri dada, hingga sesak napas.
Bahaya paparan gas air mata pada manusia juga dipublikasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) sebagai badan Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat.
Editor: Iswara N Raditya