Menuju konten utama

Anies Ogah Gelar Operasi Yustisi: Apa yang Perlu Diperhatikan?

Anies menolak menggelar operasi yustisi dengan dalil Jakarta milik semua. Kebijakan sama pernah dilakukan Jokowi-Basuki. Tapi yang mesti diperhatikan Anies?

Anies Ogah Gelar Operasi Yustisi: Apa yang Perlu Diperhatikan?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) berbincang dengan z petugas polisi yang bertugas mengamankan kawasan sekitar Kantor Bawaslu RI di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019) malam. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pd.

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menolak melalukan operasi yustisi usai lebaran kepada mereka yang ingin mengadu nasib di ibu kota namun tak punya KTP Jakarta. Ia berharap kebijakan ini bisa mendorong siapa saja yang ingin mencari nafkah di Jakarta untuk memenuhi berbagai syarat administratif

"Tujuannya adalah mereka yang akan bekerja di Jakarta, membawa dokumen. Kemudian nanti kita akan melayani kependudukan di DKI," kata Anies saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, pada Sabtu (1/6/2019).

Anies menyampaikan siapa saja boleh datang ke ibu kota untuk mencari peruntungan. Ia mencothkan Joko Widodo (Jokowi) pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan menggunakan KTP Solo. "Siapapun boleh [jadi] calon Bupati, calon walikota di manapun, ya boleh. Itu prinsip bahwa memang Indonesia itu memiliki kesetaraan, hanya masalah catatan kependudukan,” ujar Anies.

“Semuanya adalah warga negara Indonesia yang punya hak yang sama yang punya kesempatan yang sama."

Jangan Jadi Beban

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengingatkan beban Jakarta saat ini semakin berat. Sehingga penting bagi siapa saja yang ingin datang ke Jakarta memiliki kualitas dan kemampuan bersaing.

"Jadi mereka bisa bersaing di Jakarta. Memang Jakarta terbuka, tapi harus punya batasan-batasan yang harus sama-sama kita hormati. Karena beban Jakarta sudah begitu berat," ucapnya kepada Tirto, Senin (3/6/2019).

Gembong percaya warga daerah yang akan datang ke Jakarta akan semakin menurun jumlahnya. Ini karena anggaran pembangunan desa sudah merata di beberapa daerah. "Sehingga dengan anggaran yang sudah merata ke desa-desa, tidak akan membuat warga desa ke Jakarta,” ujar Gembong.

Ketua Komisi B DPRD Jakarta Abdurrahman Suhaimi tak masalah apabila Anies enggan menggelar operasi Yustisi kepada para pendatang usai lebaran. Namun ia mengingatkan setiap orang yang ingin datang ke Jakarta mesti membawa identitas diri. "Artinya seluruh warga Indonesia boleh datang ke Jakarta, tetapi harus bawa data pribadi, kelengkapan-kelengkapannya harus dipenuhi, persyaratan yang diperlukan," ujarnya kepada Tirto, Senin (3/6/2019).

Bahkan kata Suhaimi, jika ada warga daerah yang ingin memboyong keluarganya tinggal di Jakarta juga tak masalah sepanjang memenuhi syarat administratif yang berlaku di DKI Jakarta. "Kalau mau pindah sama keluarganya juga silahkan pakai surat pindah," kata politikus PKS ini.

Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta Ashraf Ali menilai yang terpenting bukanlah menggelar operasi yustisi atau tidak, tapi memperkuat sistem agar warga pendatang dari luar daerah bisa teratur.

"Jadi Pak Gubernur harus menguatkan sistem pemerintahannya sampai tingkat lurah, RT/RW. Itu rumah kos-kosan orang daerah, ya ditertibkan! Bukan cuma tidak melakukan operasi yustisi," ujarnya kepada Tirto, Senin (3/6/2019).

Ashraf menjelaskan, cara menertibkan kaum urban tersebut seperti mengimbau mereka agar melengkapi persyaratan ketika datang ke Jakarta. Kemudian, pemerintahan mulai dari walikota, sampai tingkat RT/RW harus bertindak secara proaktif mendata warganya, apalagi banyak yang memiliki KTP ganda. Terutama warga yang berasal dari luar daerah.

Ashraf menyarankan kepada Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta agar menerjunkan beberapa dinas untuk dilibatkan di tiap kelurahan. Seperti Dinas Sosial, Pendidikan, UMKM, dan lainnya.

Tujuannya, agar mereka mengetahui seperti apa perkembangan warganya yang ada di setiap wilayah dan tidak menumpuk pengangguran. "Udahlah Gubernur harus semangat untuk membenahi pemerintahannya. Operasi yustisi itu hanya shock terapi, diadain boleh, enggak diadain juga tidak apa-apa. Lagian kalau ketahuan mereka pendatang kan enggak ditangkap, paling disaranin untuk memenuhi persyaratan diri dan identitas," katanya.

Pernah Dilakukan Jokowi-Basuki

Kebijakan tidak menggelar operasi Yustisi sebenarnya bukan hal baru. Tahun 2013 di era gubernur Joko Widodo (Jokowi) dan wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama Pemprov DKI juga tidak menggelar operasi yustisi. Menurut Basuki Pemprov DKI Jakarta memilih menggunakan program bina kependudukan dibanding operasi yustisi. Sebab, Jokowi, lanjut dia enggan menggunakan cara kekerasan seperti menangkap orang.

"Bukan dihapuskan. Operasi yustisi kayak Tom and Jerry juga, makanya lebih baik kita perbaiki kawasan kumuh," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (16/7) seperti dikutip dari Merdeka.

Menurutnya, jika kawasan kumuh tidak ada maka penduduk tersebut akan menginap atau tinggal di rumah saudara. Oleh karenanya, lebih baik menggunakan cara persuasif sesuai keinginan Jokowi. "Iya lah, kita enggak mau lagi tangkap-tangkap. Pak gubernur kan enggak mau kejar-kejar, tangkap-tangkap gitu lho," ujar Ahok.

Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna mengkritisi keputusan Anies yang meniadakan operasi yustisi. Menurut Yayat mestinya Anies lebih dahulu mengedukasi masyarakat soal surat penting yang mesti dibawa jika ingin ke Jakarta. "Karena kalah tidak ada identitas, bagaimana membantu masyarakat pendatang. Makanya harus ada edukasi dan pendidikan buat masyarakat yang mau datang ke jakarta. Bahwa Jakarta punya peraturan," ucapnya.

Yayat menerangkan semakin banyak yang datang ke Jakarta bisa meningkatkan perekonomian ibu kota. Seperti di Negara China, setiap 1 persen kenaikan angka urbanisasi, dapat meningkatkan 3 sampai 4 persen pertumbuhan ekonomi.

Namun sayangnya, di Jakarta sendiri kata Yayat, setiap 1 persen kenaikan angka urbanisasi, hanya dapat meningkatkan 1 pesen saja pertumbuhan ekonomi. "Artinya tenaga yang datang itu kurang terampil, produktif,” katanya kepada Tirto, Senin (3/6/2019).

Kemudian, dampak negatifnya kata Yayat, dengan jumlah pendatang dari luar daerah yang meningkat, hanya akan menambah masalah sosail baru. "Seperti pengangguran baru, kerawanan sosial, kepadatan juga. Karena Jakarta sudah over capacity, terlampaui daya tampung nya," terangnya.

Soal kemungkinan munculnya pengangguran di Jakarta Anies sempat mengatakan masalah ini akan kembali ke mekanisme pasar lapangan kerja. "Itu mekanisme pasar lapangan kerja. Itu artinya gini, kalau tidak ada yang bisa ditawarkan, ya tidak ada serap tenaga kerja ya, dengan sendiri mereka akan mencari tempat lain," kata Anies.

Baca juga artikel terkait PENDATANG JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Jay Akbar