tirto.id - Kedua cagub DKI Jakarta Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saling mengadu pendapat terkait persoalan reklamasi di Teluk Jakarta.
Perdebatan dimulai saat Ahok menanyakan pada Anies soal sikap cagub DKI Jakarta nomor urut tiga itu terhadap reklamasi Pulau N yang sudah berjalan hingga saat ini menyerap 1,2 juta tenaga kerja.
"Reklamasi yang sudah dibangun mau dibongkar atau diapakan?" tanya Ahok dalam segmen tanya jawab antarcagub dalam Debat Final Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, Rabu (12/4/2017).
Dari pernyataan itu, Anies mengungkapkan bahwa reklamasi Teluk Jakarta yang dibicarakan sekarang, berbeda dengan yang diatur dalam Keppres Nomor 52 Tahun 1995. Menurut peraturan itu, dinyatakan secara eksplisit dalam Pasal 4 bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi itu ada pada Gubernur DKI Jakarta.
"Reklamasi adalah soal keberpihakan. Jakarta diputuskan punya lahan tambahan. Lalu lahan tambahan itu untuk siapa? Jika sebagai gubernur, saya akan memanfaatkan otoritas itu untuk kepentingan publik," jelas Anies.
Jawaban itu membuat Ahok mengatakan agar Anies jangan berbohong. Pernyataan Ahok ini mengacu pada ucapan Anies soal wewenang Gubernur DKI Jakarta 5 terkait reklamasi.
Anies membenarkan pernyataan Ahok untuk tidak berbohong saat kampanye. Anies sedikit menyindir Ahok soal kebohongan dengan menyebut persoalan di Bukit Duri. "Warga Bukit Duri tahu persis arti kebohongan saat kampanye."
Sementara itu, Ahok tetap menekankan soal manfaat yang diperoleh Jakarta dengan reklamasi. Menurut hitung-hitungan Ahok, dalam sepuluh tahun akan didapat 158 triliun dari reklamasi. Dengan keuntungan ini, reklamasi dapat dimanfaatkan untuk rakyat dan pembangunan di Jakarta. "Setiap triliun yang diinvestasikan akan menghasilkan."
Anies menangggapi, agar reklamasi jangan sampai membuat Jakarta menjadi banjir. Jika dilihat dari keuntungan reklamasi, Anies menilai rehabilitasi Teluk Jakarta menyerap lebih banyak pekerja. Ditambahkan Anies, hasil dari reklamasi yang memiliki bukan nelayan melainkan pemegang kepentingan.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari