tirto.id - Mabes TNI mengklaim personelnya bisa mengeksekusi kelompok bersenjata di Papua pimpinan Egianus Kogoya dalam upaya menyelamatkan pilot Susi Air Capt Philip Mark Mehrtens. Akan tetapi, TNI memilih mengedepankan upaya untuk menyelamatkan sandera daripada upaya penumpasan.
Saat memberikan sambutan dalam acara media gathering Puspen TNI di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/3/2023), Laksamana Muda (Laksda) Kisdiyanto memastikan bersama Polri operasi penyelamatan Philip masih berjalan. Namun, ia menegaskan bahwa TNI mengedepankan keselamatan sandera sehingga menjadi dalih tak melakukan penegakkan hukum bersifat operasi militer.
"Karena operasi tersebut adalah bersifat penegakkan hukum bukan bersifat operasi militer. Sehingga yang lebih dikedepankan adalah bagaimana sandera ini selamat," kata Kisdiyanto.
Kisdiyanto mengaku pihak aparat militer Indonesia lebih mengedepankan pendekatan negosiasi agar sandera selamat.
"Kita bisa aja, TNI kita punya pasukan khusus, baik darat laut maupun udara, kita bisa langsung eksekusi egianus kogoya dan kelompoknya. Tapi tentu itu beresiko terhadap sandera. Sehingga dari pemerintah kita sedang melaksanakan negosiasi dulu, bagaimana sandera ini bisa selamat," kata Kisdiyanto.
Kisdiyanto menegaskan TNI masih bertugas di wilayah Papua. Mereka pun akan membantu kelompok penegak hukum.
"Jadi sampai saat ini satuan TNI yang ada di wilayah Papua itu sedang melaksanakan atau sedang operasi di wilayah tersebut, untuk pengamanan membantu penegakkan hukum tersebut," pungkas Kisdiyanto.
Philip adalah pilot Susi Air jenis Pilatus Porter PC 6/PK-BVY yang hilang kontak di Bandara Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua, pukul 06.17 WIT, Selasa, 7 Februari 2023. Bahkan pesawat itu dibakar oleh kelompok pro kemerdekaan Papua.
Philip berangkat dari Bandara Mozes Kilangin, Kabupaten Mimika, membawa lima penumpang yakni Demanus Gwijangge, Minda Gwijangge, Pelenus Gwijangge, Meita Gwijangge, dan Wetina W.
Pesawat tersebut seharusnya kembali menuju Bandara Mozes Kilangin pada pukul 07.45. Hingga pukul 09.15, pesawat itu tak kembali.
Alasan penyanderaan bersifat politis karena TPNPB merasa Selandia Baru adalah salah satu negara yang bertanggung jawab atas banyak kematian orang Papua yang disebabkan oleh aparat keamanan Indonesia.
"Selandia Baru, Amerika, Uni Eropa, Inggris, Australia, mereka mendukung Indonesia jual senjata kepada tentara dan polisi Indonesia untuk bunuh orang asli Papua selama 61 tahun. Maka mereka harus bertanggung jawab, kami harus duduk bicara. Berunding," ujar Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom, kepada Tirto, 22 Februari 2023.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto