Menuju konten utama

Alasan Tahun Politik 2018 Tidak Berdampak Besar pada Ekonomi

Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa belanja politik pada Pilkada 2018 tidak akan sebesar belanja Pilpres dan Pileg 2014 lalu.

Alasan Tahun Politik 2018 Tidak Berdampak Besar pada Ekonomi
Ilustrasi. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjadi pembicara kunci pada peringatan HUT Ke-60 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (15/12/2017). ANTARA FOTO/R. Rekotomo

tirto.id -

Tahun politik 2018 di 171 Pilkada saat ini tidak memberikan dampak positif yang besar terhadap kegiatan ekonomi seperti saat Pilpres dan Pileg 2014 lalu. Dampak positif masih seputar konsumsi untuk kaos, banner, dan bentuk iklan politik lainnya.

"Tapi itu still berputarnya di ekonomi dan akan berpengaruh pada pertumbuhan PDB," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro dalam acara Invesment and Economic 2018: Optimisme di Tahun Politik di Jakarta pada Rabu (17/1/2018).

Bambang menjelaskan, Pilpres diikuti dengan Pileg lebih berdampak besar karena diikuti hampir di seluruh Indonesia secara serentak. Anggota DPR saja berjumlah lebih dari 550 orang, belum termasuk DPD dan DPRD yang ada di seluruh Indonesia.

"Orang itu saat kampanye pasti butuh atribut dan perputaran uangnya akan lebih besar," ucap Bambang.

Belanja politik itu memberikan peningkatan pengeluaran konsumsi dari Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNRT). Pilpres 2014 lalu turut memberikan pertumbuhan pengeluaran konsumsi LNRT sebesar 20 persen.

Sementara itu, dia mengasumsikan dalam Pilkada kali ini paling tidak ada 680 orang yang akan menyisihkan pengeluaran miliaran rupiah untuk kebutuhan politik.

"Katakan per daerah paling banyak kontestannya 4 orang berarti yang akan berpotensi mengeluarkan uang 171 [Pilkada] kali 4, jadi 680-an orang. Tentu setiap daerah memiliki potensi peningkatan pengeluaran konsumsi LNRT berbeda-beda," sebutnya.

Sependapat dengan Bambang, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya mengatakan kondisi ekonomi dalam negeri di tahun Pilkada 2018 tidak akan memberikan dampak yang signifikan.

Yunarto mengungkapkan Pilkada serentak di 171 daerah itu belum dapat mengalahkan politik di Pilkada DKI Jakarta. Lantaran, isu politik yang digiring tidak sekental isu politik yang dikenakan kepada Basuki Tjahaja Purnama yang saat itu mencalonkan diri sebagai calon Gubernur petahana DKI Jakarta.

"Primordial yang lemah seperti Ahok enggak akan ada. Saya optimis isu apa pun dengan membawa isu SARA tidak bisa menjadi isu meledak," ungkapnya.

Apalagi, Pilkada saat ini antara TNI dan Polri bersatu. "Dulu meledak itu karena TNI dan Polri enggak satu koridor, Gatot ke sini dan Tito cenderung ke sini. Sekarang Panglima TNI dan Kapolri orang presiden. Kemana-mana ketawa-tawa bareng. Faktor terpenting TNI dan Polri bergabung," terangnya.

Yunarto juga menambahkan, pada dasarnya faktor ekonomi yang akan mempengaruhi politik, bukan politik yang mempengaruhi ekonomi.

"Politik itu berpengaruh besar ke ekonomi kalau terjadi hal ekstrim, seperti perubahan rezim, kudeta, pertumpahan darah. Ekonomilah yang lebih memberi impact ke politik, bukan politik ke ekonomi," ujar Yunarto.

Sejarah mencatat kerusuhan, pergantian rezim, biasanya selalu didahulu oleh krisis ekonomi. Jatuhnya pasar saham di tahun politik diklaimnya tentu karena faktor ekonomi, bukan politik.

"Orang laper barulah melakukan perubahan, perlawanan politik. Kalau enggak aneh-aneh, politik is show," jelasnya.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Politik
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yandri Daniel Damaledo