tirto.id -
"Tampaknya prakondisi tidak dilakukan, kemudian orang berpikir ini akan seperti pada saat seperti pandemi belum terjadi. Padahal kondisinya tidak seperti itu," kata Brian dalam diskusi polemik Sindo Trijaya, Sabtu (11/7/2020).
Menurut Brian, masyarakat seharusnya sadar bahwa virus masih berada di sekitar masyarakat. Ia ingin agar masyarakat lebih memahami dampak virus dan tantangan akibat COVID-19.
Oleh karena itu, pemerintah mengubah diksi "new normal" agar lebih membuat masyarakat sadar dalam mencegah penularan COVID-19.
"Pemahaman menggunakan 'new normal' sendiri, karena ada unsur bahasa asingnya, kemudian tidak mudah dipahami, diterjemahkan sebagai adaptasi kebiasaan baru," kata Brian.
"Jadi yang ditonjolkan bukan situasinya tapi perilaku kita yang harus disesuaikan dengan situasi yang terjadi. Perilaku yang bisa membatasi atau menghindari transimisi persebaran lebih lanjut dari orang ke orang supaya tidak terinfeksi/terpapar virus ini," tutur Brian.
Di sisi lain, pemerintah juga menggonta-ganti kebijakan karena mengikuti rekomendasi WHO. Mereka juga bertindak berdasarkan dua undang-undang, yakni UU Karantina dan UU Kebencanaan.
Saat ini, pemerintah mulai mengembalikan peran kementerian dalam penanganan Covid-19 meski pemerintah memberikan wewenang kepada gugus tugas sebelumnya.
"Waktu itu ada Keppres Nomor 7, ada satu command di bawah Gugus Tugas maka kewenangan diberikan kepada kepala gugus tugas. Sementara menteri terkait menjadi bagian dari gugus tugas," tutur Brian.
"Sekarang sudah mulai bertahap porsinya dikembalikan, yang kesehatan dikembalikan ke Menkes, transportasi lebih banyak ke Menhub dan seterusnya. Misalnya, protokol kesehatan awal-awal disusun gugus tugas, sekarang disepakati dikembalikan ke Menkes sehingga payungnya menjadi Kepmenkes," kata Brian.
Sebelumnya, Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan, istilah new normal termasuk diksi yang salah. Pemerintah mengganti diksi new normal dengan kebiasaan baru.
"Diksi new normal dari awal diksi itu segera ubah. New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adptasi kebiasaan baru," kata Yurianto, Jumat (10/7/2020).
Istilah new normal yang sering digaungkan pemerintah belum cukup dipahami masyarakat.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri