Menuju konten utama

Alasan Muhammadiyah Tolak Pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila

PP Muhammadiyah berpendapat RUU HIP tidak terlalu urgen dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya untuk disahkan menjadi undang-undang.

Alasan Muhammadiyah Tolak Pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kedua kiri) bersama Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/3/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama.

tirto.id - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta agar DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Sebab muatan RUU tersebut dinilai bertentangan dan makin mereduksi nilai-nilai Pancasila.

“PP Muhammadiyah berpendapat RUU HIP tidak terlalu urgen dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Senin (15/6/2020).

Menurut Muhammadiyah, Pancasila dengan sila-sila yang ada di dalamnya mengandung nilai-nilai fundamental yang tidak dapat dan tidak seharusnya diubah atau ditafsirkan ulang. Sebab hal itu berpotensi menyimpang dari maksud dan pengertian yang sebenarnya serta melemahkan kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara.

Termasuk dengan memasukkan Trisila dan Ekasila maupun Ketuhanan yang berkebudayaan ke dalam pasal RUU HIP dengan alasan historis pidato Soekarno 1 Juni 1945. Hal itu dinilai Muhammadiyah sama dengan "mereduksi Pancasila rumusan final pada 18 Agustus 1945."

Selain itu, akan jadi kontroversi karena mengabaikan Piagam Jakarta 22 Juni 1955 sebagai satu kesatuan rangkaian proses kesejarahan. Kontroversi akan berkembang jika Trisila dan Ekasila maupun Ketuhanan yang berkebudayaan dimasukkan dengan alasan historis.

“Di dalam RUU HIP terdapat materi-materi tentang Pancasila yang bertentangan dengan rumusan Pancasila sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya pada Bab III (Pasal 5, 6, dan 7)," kata dia.

Dia juga bertaka terdapat banyak materi yang menyiratkan adanya satu sila yang ditempatkan lebih tinggi dari sila yang lainnya. Termasuk yang mempersempit dan mengesampingkan rumusan final sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Materi-materi yang bermasalah tersebut secara substantif dinilai bertentangan dengan Pancasila yang setiap silanya merupakan satu kesatuan yang utuh.

Kemudian tidak dicantumkannnya TAP MPRS No XXV/1966 dalam salah satu pertimbangan RUU HIP juga dinilai jadi masalah serius. Sebab dari situ mengatur tentang pelarangan komunisme.

“Padahal dalam TAP MPRS tersebut pada poin (a) tentang menimbang secara jelas dinyatakan 'Bahwa paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada inti hakekatnya bertentangan dengan Pancasila'," kata Haedar.

Oleh sebab itu, Muhammadiyah meminta agar pembahasan RUU tersebut dihentikan. Semua perangkat negara dari mulai eksekutif, legislatif, hingga yudikatif diminta agar lebih fokus menangani Covid-19 yang kini berdampak serius bagi kehidupan masyarakat.

"Muhammadiyah mendesak DPR untuk lebih sensitif dan akomodatif terhadap arus aspirasi terbesar masyarakat Indonesia yang menolak RUU HIP dengan tidak memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU HIP untuk kepentingan kelompok tertentu," kata Haedar.

Muhammadiyah juga mengingatkan agar kesalahan sejarah kekuasaan di masa lalu tak terulang. Ketika perumusan perundang-undangan atau kebijakan penerapan ideologi Pancasila disalahgunakan dan dijadikan instrumen kekuasaan yang bersifat monolitik oleh penguasa.

Baca juga artikel terkait RUU HALUAN IDEOLOGI PANCASILA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz