tirto.id - “Aku pikir ini adalah sebuah [kado] perpisahan,” kata Eden Hazard. “ Tapi ini adalah sebuah akhir yang sempurna. Aku ingin mengatakan kepada fans bahwa aku mencintai mereka. Mereka adalah bagian dari keluargaku, dan aku akan selalu mendukung Chelsea. Jika ini benar-benar menjadi sebuah perpisahan, terima kasih untuk semuanya.”
Eden Hazard – yang mengaku “ingin memiliki tantangan baru” -- berkata seperti itu setelah Chelsea berhasil mengalahkan Arsenal 4-1 dalam laga final Liga Europa 2019 yang digelar di Stadion Olimpiade, Baku, Azerbaijan, Kamis (30/5/19) dini hari.
Dalam laga itu, seakan ingin merangkum 7 tahun kariernya bersama Chelsea hanya dalam waktu 90 menit, Hazard tampil menggila: ia memperlihatkan dribel yang menjadi ciri khasnya, mencetak gol, mencatatkan assist, serta membayar tuntas tanggung jawabnya sebagai adibintang.
Pada menit ke-34, umpan back-heel Hazard ke arah Emerson Palmieri, full-back kiri Chelsea, berbuah tembakan tepat sasaran pertama Chelsea. Sekitar 30 menit berselang, ia mengacaukan pertahanan Arsenal dengan kemampuan dribelnya sebelum mengirimkan umpan terukur yang membikin Pedro Rodriguez mencetak gol kedua Chelsea. Setelah itu, ada sebuah penalti yang mengalahkan Peter Chech. Dan terakhir, pada menit ke-72, Hazard mencetak gol keduanya setelah memanfaatkan umpan silang Olivier Giroud, penyerang tengah Chelsea.
Hazard lalu dinobatkan sebagai man of the match dalam laga itu. Dan untuk 6 gelar yang sudah dipersembahkan Hazard serta untuk 110 gol dan 81 assist Hazard selama 7 tahun berada Chelsea, Willian, pemain sayap Chelsea, hanya bisa mengatakan, “Sangat sulit menemukan pemain seperti Hazard [...] Ia adalah orang hebat, seorang pemain yang sangat fantastis.”
Bagi sebagian orang, pujian Willian untuk Hazard tersebut jelas tepat sasaran. Namun, bagi Michael Cox, analis sepakbola Inggris, ternyata masih ada yang kurang dari pujian itu. Dalam sebuah tulisannya ESPN, pemilik situs Zonal Marking yang menyebut Hazard sebagai “pemain underrated” itu menilai: Hazard adalah penyerang dengan kemampuan komplet, sehingga –-tidak hanya fantastis-- ia [juga] sulit untuk digantikan.
Jika Hazard benar-benar pergi, tulis Cox, “Chelsea akan butuh pemain yang mampu mencetak gol, kreatif, juga penuh dengan tipu daya dan mereka akan kesulitan mencari seorang pemain yang memiliki tiga kualitas berbeda seperti itu.”
Cox jelas tidak asal kecap. Sejak bergabung dengan Chelsea pada 2012 lalu, menyoal torehan gol, kreativitas, serta kemampuan dribel, Hazard ialah pemain Chelsea yang paling menonjol.
Hebatnya, kemampuan Hazard itu ternyata tak kurang sedikit pun meski Chelsea terus gonta-ganti pelatih, dari Roberto di Matteo, Rafel Benitez, Jose Mourinho, Steve Holland, Guus Hiddink, Antonio Conte, hingga Maurizio Sarri. Pelatih-pelatih tersebut mempunyai gaya masing-masing, tetapi Hazard selalu bisa tampil dengan gigi empat.
Setidaknya hitung-hitungan statistik Hazard di Premier League musim ini bisa menjadi bukti: di bahwa asuhan Sarri yang sedang berusaha mati-matian merevolusi permainan Chelsea, Hazard masih mampu mencetak 16 gol, mencatatkan 15 assist, dan rata-rata mampu melewati lawan sebanyak 2,6 kali di setiap pertandingan.
Selain Hazard, siapa pemain Premier League lainnya yang dinobatkan sebagai man of the match oleh Whoscored sebanyak 13 kali? Saingan terdekat Hazard adalah Raheem Sterling dan Mohamed Salah, yang hanya mampu 8 kali meraih gelar man of the match.
Yang menarik, Oliver Kay dari The Times, berpendapat bahwa Hazard ternyata tak perlu mengeluarkan banyak keringat untuk bisa tampil seperti itu. Menurutnya, kemampuan Hazard itu alamiah seperti air yang mengalir ke laut atau parade kembang api di malam tahun baru.
Untuk memperkuat pendapatnya itu, Kay lantas mengambil contoh penampilan Hazard saat Chelsea menghancurkan Arsenal di Baku. Kata Kay, “Hazard hanya bermain secara normal --dengan cara yang sama seperti biasanya, seakan dia sedang kembali ke taman Louviere [tempat Hazard biasa bermain bola sewaktu kecil], berlarian di sekitar anak-anak yang lebih besar. Lihatlah bagaimana ia melakukan tipuan kecil, mengubah kecepatan, atau melalukan roulette pada babak pertama dan bagaimana cara ia mempermainkan Lucas Torriera serta Garnit Xhaka pada babak kedua.”
Masalahnya, dengan kemampuannya yang seperti itu, Hazard tentu tak bisa terus-terusan menjadi juru selamat Chelsea. Sebagai seorang pemain yang mampu mendekati kualitas Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, Hazard masih mempunyai mimpi untuk meraih gelar Liga Champions Eropa. Namun, setelah tujuh tahun lamanya berseragam The Blues, mimpi pemain Belgia itu ternyata masih tampak jauh dari kenyataan.
Maka, ketika ia dikabarkan akan segara merapat ke Real Madrid, klub yang punya sejarah besar dalam gelaran Liga Champions Eropa, ia tentu tak bisa disalahkan: Hazard sudah berusia 28 tahun, dan ia sudah tak bisa menunggu lebih lama lagi.
Dari sana, dalam salah satu kolomnya di The Times, Gabriele Marcotti lantas menilai rencana Hazard untuk menyeberang ke Real Madrid sudah dilakukan dalam waktu yang tepat. Mengingat kontrak Hazard tinggal tersisa 13 bulan lagi, tak ada waktu yang lebih bagus daripada musim panas 2019 ini bagi Hazard dan Chelsea untuk pisah jalan. Jika Chelsea menunda kepindahan Hazard, tulis Marcotti, “mereka akan menggenggam bom waktu yang bisa meledak kapan saja.”
Selain itu, beberapa waktu lalu, Hazard juga pernah mengatakan bahwa ia “datang ke Chelsea sebagai seorang bocah dan akan meninggalkan Chelsea sebagai seorang laki-laki.” Kini, setidaknya menurut Maurizio Sarri, pemain asal Belgia tersebut juga sudah menjadi orang yang seperti itu: ia mengatakan keinginannya untuk pergi secara baik-baik, dan meski isi kepalanya sudah berada di Madrid sejak jauh-jauh hari, Hazard masih mampu memberikan segalanya untuk Chelsea.
“Dia adalah seorang pemain yang hebat. Butuh dua sampai tiga bulan untuk memahami dia sebagai seorang laki-laki dan sekarang saya bisa memahaminya, dia ternyata seorang laki-laki yang luar biasa,” tutur Sarri. “Saya tahu dia ingin pergi dan saya harus menghormati keputusannya.”
Editor: Abdul Aziz