tirto.id - Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Yogyakarta, Rudy Prakanto, S.Pd,M.Eng mengatakan persoalan perploncoan-dalam Masa Orientasi Siswa (MOS) atau yang saat ini lebih dikenal dengan Masa Pengenalan Siswa ke Sekolah-menjadi satu hal yang anomali ketika terjadi dalam konstruksi lingkungan sekolah. Ia pun yakin ada kesalahan pola pikir dan tata kelola.
“Saya yakin kakak kelas itu tidak dalam koridor dan kapasitas untuk memlonco, tapi ada satu proses pemberian aktifitas yang berlebih. Saya bisa memahami ketika usia remaja mungkin emosional,” tegas Rudy, di Yogyakarta, Selasa (13/7/2016).
Ia memberi ilustrasi ketika seorang kakak kelas melihat kesalahan dan memberikan punishment, dengan emosional ia memberi hukuman untuk push up sebanyak 100 kali. Ia pun memberi contoh lain dengan mengulang yang diilustrasikan oleh Menteri Anies Baswedan, yakni ketika muncul perintah untuk mencium pohon. Menurutnya, bagi yang menyuruh mungkin dalam koridor bercanda, namun bagi yang menjalankan itu adalah siksaan. Selain hal-hal seperti itu, ada juga perintah menghitung semut yang tidak ada manfaatnya untuk meningkatkan bidang akademik.
Maka, menurutnya harus ada kombinasi antara orang dewasa dengan siswa untuk mengawal itu agar tidak terjadi penyimpangan.
“Maka kenapa harus guru kan lebih dewasa dalam melihat segala sesuatu. Paling banter misalnya, ketika melihat kesalahan kemudian memberikan punishment, push up dua kali. Itulah yang kemungkinan pak menteri putuskan memang harus orang dewasa dalam tata kelola yang secara emosional lebih baik atau lebih matang,” ujar Rudy.
Sebelumnya, pada Senin (11/7/2016) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Anies Baswedan resmi melarang pelaksanaan Masa Orientasi Sekolah (MOS) yang dilakukan oleh kalangan siswa atau pelajar.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh