tirto.id - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya terkait vonis kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Kalimantan Tengah pada 2015 mendapat kritik dari sejumlah aktivis lingkungan. Upaya hukum yang ditempuh Jokowi itu dinilai sebagai langkah pemerintah menghindari tanggung jawab.
Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial WALHI Wahyu A. Pradana menilai langkah Presiden Jokowi tersebut sebagai langkah defensif dan tidak bertanggung jawab. Seharusnya, Jokowi dan pemerintahannya cukup melaksanakan putusan pengadilan demi kebaikan masyarakat.
“Saya rasa presiden tak perlu defensif dan melakukan kasasi. Yang perlu dilakukan presiden adalah melakukan semua tuntutan yang ada di putusan, karena semua itu berisi kebijakan guna perbaikan ke masyarakat,” kata Wahyu kepada Tirto, Jumat (24/8/18).
Wahyu menjelaskan putusan pengadilan yang memvonis Presiden ke-7 Indonesia beserta beberapa jajaran institusi negara lainnya itu bersamaan dengan semakin meluasnya titik api, yang saat ini tak hanya berada di Kalimantan Tengah.
“Kalimantan Barat itu tertinggi, menurut catatan WALHI dari 1-14 Agustus terdapat 779 titik api panas di sana. Disusul Riau dan daerah Kalimantan lainnya. Dan juga seluruh sekolah di daerah Pontianak diliburkan karena keadaan tidak memungkinkan untuk anak-anak sekolah,” kata Wahyu.
Saat ini, kata Wahyu, kasus Karhutla di Kalimantan tertutup oleh riuhnya pemberitaan Asian Games 2018 dan gempa di Nusa Tenggara Barat (NTB). Akibatnya, masalah Karhutla ini tidak menjadi fokus pemberitaan dan agak tertinggal penanganannya.
“Fakta-fakta itu yang seharusnya membuat presiden dan beserta jajaran untuk melaksanakan putusan pengadilan. Banyak hal penting yang harus dilakukan sesuai tuntutan putusan: membentuk tim gabungan evaluasi konsesi dan izin, membangun rumah sakit paru, memberikan pelayanan kesehatan gratis, dan lain-lain,” kata Wahyu.
Wahyu menambahkan, untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan tak bisa hanya dilakukan secara sporadis, seperti hanya melakukan pemadaman saja. Namun, yang mesti dilakukan pemerintah adalah mengaudit dan mengevaluasi konsesi dan izin perusahaan agar kebakaran tidak terulang lagi.
Sementara itu, Arie Rompas, salah satu penggugat menilai pemerintah telah abai dalam persoalan tata kelola lahan dan perhutanan, sehingga terjadi kebakaran hutan dan asap yang membikin masyarakat menjadi korban.
Pemimpin Kampanye Hutan GREENPEACE itu mengatakan, Presiden Jokowi memang memiliki hak melakukan kasasi sesuai prosedural hukum. Namun, seharusnya yang dilakukan Presiden Jokowi adalah menaati putusan pengadilan dan menjamin keselamatan serta kesehatan masyarakat.
“Harusnya pemerintah bisa menjawab secara substansial, dengan melakukan segala tuntutan putusan. Agar ada upaya konkret. Itu sudah menjadi salah satu pembuktian bahwa pemerintah serius untuk menjamin hak warga yang terkena kabut asap,” kata Arie.
Hal yang sama juga diungkapkan Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) Soelthon Gussetya Nanggara. Ia sangat menyayangkan langkah kasasi yang diajukan pemerintah, mengingat semua tuntutan yang ada di dalam putusan merupakan hal-hal yang belum ada dan penting guna perbaikan keadaan masyarakat.
“Itu semua amanah yang harus dilakukan oleh pemerintah, diwajibkan oleh perintah pengadilan. Jika presiden mengajukan kasasi dan menang, terus hasilnya bagaimana? Apa lepas tanggung jawab?” kata Soelthon saat dihubungi Tirto, pada Jumat (24/8/18).
Soelthon menilai keanehan bila Presiden Jokowi bertindak defensif dan tidak memihak ke masyarakat dengan upaya mengajukan kasasi ke MA. “Apa iya presiden takut ada serangan politik? Padahal isu Karhutla ini dari awal sudah bebas dari agenda politis,” kata dia.
“Saya sangat menyayangkan komentar itu [pengajuan kasasi] muncul dari seorang pemimpin negara,” kata Soelthon.
Konteks Pernyataan Jokowi
Upaya kasasi ini diungkapkan Jokowi usai silaturahmi dan penyerahan hewan kurban di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jakarta, Kamis (23/8/2018). “Harus kita hormati, tetapi kan juga masih ada upaya hukum yang lebih tinggi lagi, yaitu kasasi. Ini negara hukum ya,” kata Jokowi seperti dikutip Antara.
Pernyataan Jokowi itu merespons putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya, Kalteng dengan nomor 36/PDT/2017/PT PLK, pada September 2017 yang membatalkan banding yang diajukan oleh para tergugat, yakni Presiden, Menteri KLHK, Menteri Pertanian, Menteri Agraria/ATR, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalteng dan DPRD Kalteng.
Putusan Pengadilan Tinggi Kalteng ini memperkuat Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya atas gugatan warga negara atau CLS (Citizen Law Suit) masyarakat Kalteng terkait dengan Karhutla pada 2015.
Perwakilan masyarakat Kalteng yang mengajukan gugatan CLS, di antaranya Arie Rompas, Kartika, Fathurrohman, Afandi, Mariaty dan almarhum Nordin. Majelis hakim dalam putusannya menyatakan tergugat bersalah atau lalai dalam bencana asap tahun itu.
Presiden Jokowi seperti dalam keterangan resmi yang dirilis Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, menegaskan komitmen pemerintah dalam upaya mencegah dan menanggulangi kasus kebakaran hutan dan lahan.
Dalam beberapa tahun belakangan, sejumlah upaya yang telah dilakukan membuat kasus Karhutla semakin berkurang. “Yang paling jelas bahwa kebakaran hutan sekarang ini sudah turun lebih dari 85 persen, turun dibandingkan saat-saat yang lalu,” kata Jokowi.
Jokowi mengungkapkan bahwa beberapa kebijakan, seperti upaya penegakan hukum, sistem pengawasan di lapangan, dan keluarnya Peraturan Presiden yang khusus mengatur soal ini menjadi bukti bahwa pemerintah berupaya melindungi hutan dan masyarakatnya dari dampak karhutla.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz