tirto.id - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan kebijakannya mengaktifkan kembali Basuki T. Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta bukan dalam kapasitas membela yang bersangkutan namun menjalankan perintah konstitusi. Mendagri menjelaskan kalau status hukum bupati/wali kota ada diskresi Mendagri namun terkait gubernur melibatkan keputusan Presiden.
"Saya tidak membela Ahok namun membela Presiden dan saya bertanggung jawab sehingga kalau pun salah siap diberhentikan. Saya membela Presiden dan kebetulan kasus ini menyangkut Ahok," kata Tjahjo dalam Rapat Kerja Komisi II DPR, Jakarta, Rabu, (22/2/2017) seperti dilansir dari Antara.
Tjahjo mengatakan dirinya harus adil karena ada kasus gubernur yang menjadi terdakwa namun dituntut Jaksa di bawah lima tahun yaitu delapan bulan sehingga bisa mencalonkan kembali.
"Lalu ada seorang bupati tertangkap tangan kasus narkoba, diskresi saya untuk diberhentikan," ujarnya.
Dia menjelaskan dalam kasus Ahok tersebut, dakwaan yang diajukan Jaksa adalah alternatif, ada yang ancaman hukumannya empat tahun dan lima tahun.
Menurut dia, kalau dirinya memberhentikan Ahok namun dalam proses pengadilannya, Jaksa menuntut empat tahun maka dirinya yang salah.
"Kami bawa ke MA lalu dibalas tanggal 16 Februari, dalam pertemuan kami diskusi, bapak harus balas karena intrepretasinya beda. Walapun semua benar, saya juga mempertanggungjawabkan ke presiden, sudah benar ini," katanya.
Tjahjo mengatakan dirinya konsisten dengan keputusannya untuk menunggu tahapan di pengadilan. Dia menegaskan dirinya sebagai pembantu Presiden tidak mungkin menjerumuskan Presiden dengan keputusan yang salah.
Anggota Komisi II DPR Yandri Susanto dalam Raker tersebut menyesalkan sikap Mendagri beberapa waktu lalu siap mundur kalau ternyata salah dalam mengambil kebijakan pengaktifan kembali Ahok.
Menurut dia sikap Mendagri itu terkesan "pasang badan" untuk Ahok sehingga pernyataan itu seharusnya tidak dilontarkan.
"Saya ingin tahu bagaimana menurut Mendagri ketika seorang terdakwa mengambil kebijakan di pemerintahan, legitimasinya di mana," kata Yandri
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh