tirto.id - Mark Zuckerberg, seorang ateis paling berpengaruh saat ini, berkata ia tak lagi menganggap agama sebagai perihal sia-sia. Meski beberapa media menyebut Zuckerberg percaya agama, tapi dalam jawaban status yang ia buat di dinding Facebook, Zuckerberg tak secara spesifik menyebut telah memeluk agama. Ia hanya mengaku dibesarkan dalam ajaran Yudaisme dan menganggap agama itu penting.
Apakah hanya Zuckerberg yang menemukan pencerahan ketika ia telah berkuasa dan jadi orang berpengaruh? Sebenarnya ada nama lain seperti dua petinggi Apple, Steve Jobs dan Tim Cook, yang menemukan spiritualitas justru setelah mapan sebagai CEO.
Saat Tim Cook, CEO Apple, mengakui gay, dunia terkejut. Bukan karena pengakuan atas orientasi seksualnya, tapi bagaimana seorang yang beragama bisa melakukan itu. Tim Cook, dalam artikel yang dirilisFortune, mengatakan orientasi seksualnya adalah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan.
Sebelum Zuckerberg mengakui agama sebagai hal penting, Paus Fransiskus pernah menarik perhatian saat ia datang ke Silicon Valley pada Januari 2016. Ia menemui CEO Apple usai bertemu Eric Schmidt dari Google seminggu sebelumnya. Pertemuan ini menandai peristiwa penting bahwa pemimpin agama dengan umat terbanyak di dunia bertemu dengan seorang CEO gay dari korporasi teknologi penting di Amerika.
Banyak pemimpin perusahaan penting di dunia menganggap keimanan sebagai hal privat, tapi bukan tak ada yang secara terbuka menunjukkan keyakinan. Andrew Wicks, profesor administrasi bisnis di University of Virginia’s Darden School of Business, menilai bahwa banyak CEO perusahaan yang kurang peduli dengan agama—setidaknya enggan menunjukkan orientasi religiusitas—karena hal itu berdampak kurang baik dalam bisnis. Orang menganggap agama bisa mempengaruhi keputusan bisnis seseorang, kata Wicks yang mengajar kelas “Faith, Religion, and Responsible Decision Making.”
Selain Zuckerberg dan Tim Cook, ada beberapa CEO lain yang mengakui keimanannya. Seperti Indra Nooyi dari PepsiCo yang beragama Hindu. Lahir di India bagian selatan, Nooyi adalah sedikit perempuan yang menduduki jabatan puncak di perusahaan penting Amerika. Ia dikenal orang yang sungkan mengonsumsi daging dan alkohol sebagai pengejawantahan keimanan. Pada wawancara bersama Hinduism Today, Nooyi mengaku menyimpan patung Ganesha di kantor.
Nooyi menyebut ia memiliki ruangan khusus pemujaan di rumah untuk ibunya berdoa tiga kali sehari. Secara terbuka ia mengatakan bahwa keimanannya terhadap Hindu ialah sumber kedamaian di tengah rasa bersalah dan stres yang kerap menimpanya. Ada saat pekerjaan di kantor, tugas seorang ibu, dan peran sebagai istri membuatnya tertekan. Jika ini terjadi maka ia kerap mengambil jeda untuk menyerap ajaran Hindu yang membuatnya perlahan merasa damai.
Pierre Omidyar, salah satu pendiri eBay Inc, juga dikenal sosok religius. Ia mengakui sebagai pengikut Dalai Lama dan merasa ajaran perdamaian pemimpin Tibet itu sebagai suatu yang baik. Melalui Yayasan Omidyar Network miliknya, ia mendonasikan uang untuk Dalai Lama Center for Ethics and Transformative Values di MIT dan jadi tuan rumah ketika Dalai Lama datang ke Hawaii pada 2012.
Omidyar lahir di Paris dari orang tua asal Iran. Mereka pindah ke Washington saat Omidyar masih remaja. Ibunya, Elahé Mir-Djalali, adalah linguis yang mengembangkan dan merawat kebudayaan Persia. Interaksi dengan agama Budha membuatnya yakin bahwa perdamaian kunci kebahagiaan dan kesempurnaan hidup. Ia kerap mengutip dan menyebarkan pesan Dalai Lama tentang persamaan hak dan kesetaraan antarumat. Omidyar salah satu orang terkaya di Amerika yang gemar melakukan kerja-kerja filantropi.
Orang kaya lain yang menunjukkan religiusitas adalah James Tisch dari Loews Corporation. Perusahaan keluarganya masuk dalam 200 perusahaan dengan aset besar di Amerika. Kekayaan dari perusahaan tak membuatnya selalu mengejar laba tapi mengembangkan ajaran Yudaisme di kalangan orang yahudi.
James Tisch bukan tanpa kontroversi. Ia kerap menganjurkan orang Yahudi di Amerika untuk datang berkunjung atau pindah ke Israel. Sementara negara itu kerap bersitegang dengan Palestina dan seluruh dunia. Namun anjurannya adalah bentuk ujaran keyakinan ketimbang seruan politik.
Tisch pernah diprotes para rabi karena memiliki saham di perusahaan rokok. Rokok dianggap sebagai salah satu penyebab buruk kesehatan dan merusak orang-orang Yahudi. Padahal ia anggota Jewish Federations of North America yang fokus pada peningkatan kualitas hidup orang-orang Yahudi di Amerika.
Brian K. Bedford dari Republic Airways Holdings, Inc. ialah penganut taat Katolik Roma. Ia juga dikenal pemimpin perusahaan yang membawa ajaran agama ke ruang kerja dan melihat hal itu wajar. Dalam seri “Undercover Boss”, Bedford berulang kali menganjurkan berdoa usai berbagi kesulitan dan masalah dengan para pekerja dan membaca Alkitab sebelum tidur. Menunjukkan keyakinan baginya bukan hal yang dipermasalahkan karena beragama tak harus bikin orang lain gusar.
Meski Katolik taat, Bedford tak memaksakan keyakinannya pada orang lain. Ia memberikan ruang kepada para pekerja untuk beragama sesuai keyakina diri masing-masing. Selain itu ia tak mempersoalkan iman pekerjanya. Perusahaan milik Bedford menginginkan keberagaman sebagai salah satu kekuatan perusahaan.
Agama, terutama di Amerika, memang jadi ruang perdebatan tersendiri bagi perusahaan. Ketika negara bagian Arkansas menerapkan peraturan bahwa sebuah perusahaan boleh menolak melayani pembeli atau pekerja berdasarkan orientasi seksual pada 2015, beberapa perusahaan besar di Amerika segera merespons dengan elegan. Tim Cook, misalnya, menyebut Apple adalah perusahaan yang terbuka bagi siapa pun.
CEO dari Wal-Mart, Doug McMillon, juga bikin kebijakan serupa. Ia berkata perusahaannya tempat belanja bagi siapa pun. Ia mendorong agar gubenur Arkansas memveto aturan yang dianggap mendiskriminasi kelompok homoseksual tersebut. Ini menjadi penting karena Sam Walton, pendiri Wal-Mart, sosok penganut taat ajaran Gereja Presbyterian, juga donatur 3,6 juta dolar di universitas kecil Arkansas bagi perkembangan anak remaja di negara bagian itu.
Penulis: Arman Dhani
Editor: Zen RS