tirto.id - Kanker terjadi ketika ada sel di dalam tubuh yang tumbuh secara abnormal atau tidak terkontrol. Salah satu jenis kanker yang paling ditakuti dan banyak menyerang perempuan adalah kanker serviks.
Serviks atau leher rahim merupakan bagian yang menghubungkan antara vagina dan rahim. Itulah kenapa kanker ini hanya menyerang perempuan, terutama mereka yang sudah aktif secara seksual.
Penyebab kanker serviks adalah adanya infeksi human papillomavirus (HPV). HPV sendiri sebenarnya tergolong virus yang sangat umum, jenisnya bahkan mencapai lebih dari 100 tipe. Namun, kanker serviks lebih sering disebabkan oleh virus HPV tipe 16 dan 18.
Dikutip dari situs Biofarma, berikut adalah beberapa faktor yang meningkatkan risiko seorang perempuan terkena kanker serviks:
- Ada riwayat kanker serviks di keluarga.
- Menikah terlalu muda atau aktif secara seksual di usia kurang dari 20 tahun.
- Berganti-ganti pasangan atau berhubungan seksual dengan laki-laki yang sering gonta-ganti pasangan.
- Memiliki penyakit menular seksual (PMS) lainnya.
- Menjadi perokok aktif atau pasif. Perokok aktif berisiko 2,5 kali lebih besar, sedangkan perokok pasif berisiko 1,4 kali lebih besar terkena kanker serviks.
Gejala Kanker Serviks
Perlu diketahui bahwa kanker serviks tidak langsung menunjukkan gejala setelah terjadi infeksi HPV. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi kanker serviks untuk berkembang dan mulai menunjukkan tanda-tanda khusus.
Pada perempuan yang memiliki kekebalan atau daya tahan tubuh normal, kanker serviks bisa berkembang hingga 10-15 tahun. Tapi jika daya tahan tubuhnya rendah atau lemah, maka kanker serviks hanya butuh waktu 5-10 tahun untuk berkembang.
Di tahap awal, kanker serviks umumnya nyaris tidak menunjukkan gejala apa-apa. Kebanyakan gejala justru muncul saat kanker serviks sudah masuk stadium yang lebih parah. Berdasarkan informasi dari laman Kementerian Kesehatan, berikut gejala kanker serviks yang patut diwaspadai:
1. Pendarahan vagina
Pendarahan yang dimaksud adalah ketika vagina mengeluarkan darah di luar siklus menstruasi atau saat sudah menopause. Pendarahan juga bisa terjadi ketika sedang berhubungan seksual.
2. Keputihan berat
Keputihan adalah kondisi saat vagina mengeluarkan cairan berwarna putih atau bening dengan bau yang khas. Tapi pada kasus kanker serviks, keputihan yang terjadi bisa berbau busuk atau tidak sedap. Cairannya pun bisa berwarna kemerahan karena pengaruh darah, sedangkan jumlahnya juga cukup banyak.
3. Nyeri saat berhubungan seksual
Nyeri ini bisa terjadi ketika penetrasi. Rasa sakit juga biasanya dirasakan di area panggul sehingga menimbulkan ketidaknyamanan saat berhubungan seksual.
4. Kemungkinan metastasis
Metastasis adalah kondisi saat kanker menyebar ke area tubuh lain, misalnya di area perut, paru-paru, atau organ lainnya. Jika terjadi metastasis, maka gejalanya pun bisa lebih banyak, tergantung organ mana yang terkena kanker sebagai efek dari kanker serviks.
5. Gejala lain
Ada sejumlah gejala yang terlalu umum sehingga sulit dideteksi apakah gejala tersebut termasuk tanda dari kanker serviks atau bukan. Beberapa gejala yang kadang dikaitkan dengan kanker serviks antara lain kelelahan, penurunan nafsu makan dan berat badan, nyeri panggul, sakit punggung, nyeri pada kaki, serta kebocoran urine dan feses.
Pengobatan Kanker Serviks
Dilansir dari laman American Cancer Society, setidaknya ada 5 pilihan pengobatan untuk kanker serviks, yaitu:
1. Operasi
Operasi dilakukan untuk menghancurkan atau menghilangkan sel kanker. Ada dua jenis prosedur operasi yang umum dilakukan, yaitu:
- Operasi ablasi: bertujuan untuk menghancurkan jaringan kanker. Bisa menggunakan suhu dingin untuk membekukan sel kanker (cryosurgery) atau menggunakan laser yang bisa membakar sel kanker.
- Operasi eksisi (conization): bertujuan untuk menghilangkan kanker dengan cara memotong atau mengangkat jaringan pra-kanker.
Kemoterapi adalah prosedur yang menggunakan obat-obatan anti kanker. Obat ini dapat diberikan dengan cara disuntikkan ke pembuluh darah, melalui infus, atau secara oral (lewat mulut).
Obat ini akan masuk dan menyebar hampir ke seluruh area tubuh melalui pembuluh darah. Dengan demikian, obat tersebut bisa membunuh sel kanker yang ada di dalam tubuh.
Meski cukup efektif membunuh sel kanker, kemoterapi juga punya efek samping. Obat kemoterapi diketahui dapat ikut merusak atau membunuh sel tubuh yang masih baik atau normal. Beberapa efek samping yang umum terjadi antara lain:
- Mual dan muntah
- Kehilangan nafsu makan
- Rambut rontok
- Kelelahan
- Mulut terasa sakit
- Perubahan siklus menstruasi
- Kerusakan saraf (nyeri, mati rasa, sensitif terhadap dingin/panas, muncul sensasi terbakar dan gatal).
- Kerusakan ginjal
Radiasi dilakukan untuk membunuh sel kanker dengan menggunakan sinar X intensitas tinggi. Ada dua jenis radiasi yang biasa dilakukan dalam pengobatan kanker, yaitu:
- External Beam Radiation Therapy (EBRT)
- Internal Radiation Therapy (Brachytherapy)
4. Terapi target
Terapi ini juga menggunakan obat-obatan khusus seperti kemoterapi, tapi hanya ditargetkan pada sel kanker sehingga tidak mengganggu sel yang masih sehat. Obat-obatan ini bertujuan untuk membunuh sel kanker atau memperlambat pertumbuhannya.
Hampir sama seperti kemoterapi, terapi target ini juga punya efek samping seperti mual, kelelahan, hingga meningkatnya tekanan darah. Meski jarang, ada pula efek samping yang lebih serius seperti pendarahan, pembekuan darah, serta serangan jantung.
5. Immunotherapy
Immunotherapy dilakukan dengan cara memberikan obat untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang yang mengidap kanker serviks. Dengan bantuan obat ini, sistem kekebalan tubuh akan mampu mendeteksi sekaligus menghancurkan sel kanker.
Hampir sama seperti jenis pengobatan lainnya, immunotherapy juga bisa menimbulkan efek samping, tapi umumnya tidak terlalu parah. Beberapa efek samping yang biasa terjadi antara lain mual, muntah, kelelahan, kehilangan nafsu makan, hingga nyeri otot.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah sistem kekebalan tubuh menjadi terlalu agresif sehingga bisa menyerang sel-sel tubuh yang masih sehat. Untuk itu para pengidap kanker yang menjalani pengobatan harus terus berkonsultasi atau melaporkan efek apa saja yang dirasakan agar bisa dilakukan penanganan yang tepat.
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari