Menuju konten utama

3 Tingkatan Lembaga Peradilan di Indonesia Beserta Fungsinya

Berikut 3 tingkatan lembaga peradilan di Indonesia beserta penjelasan fungsi dan kewenangannya.

3 Tingkatan Lembaga Peradilan di Indonesia Beserta Fungsinya
Ilustrasi pengadilan. FOTO/istockphoto

tirto.id - Lembaga peradilan mempunyai peran penting dalam menegakkan keadilan hukum. Dalam proses penegakan hukum, lembaga peradilan mempunyai mekanisme tertentu yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan. Salah satu yang diatur adalah tingkatan lembaga peradilan serta fungsinya masing-masing.

Di Indonesia, tingkatan lembaga peradilan berjenjang, disesuaikan dengan peran serta fungsinya. Hal itu diatur dalam UU nomor 48 tahun 2009 pasal, 23, 24 dan 26 ayat 1.

Menukil penjelasan Tuti Harawati dalam buku Peradilan di Indonesia (2015:25), adanya perbedaan jenjang peradilan di Indonesia adalah wujud antisipasi putusan yang dilakukan hakim atas putusan tingkatan sebelumnya, agar terhindar dari kesalahan yang berpotensi mencederai keadilan.

Hingga kini, Indonesia mengenal tiga tingkatan lembaga peradilan untuk penanganan kasus-kasus pidana maupun perdata. Masing-masing tingkatan lembaga peradilan itu memiliki fungsi ataupun kewenangan yang berbeda dalam penanganan perkara-perkara hukum.

Tingkatan Lembaga Peradilan di Indonesia dan Fungsinya

Mengutip buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan XI terbitan Kemendikbud (2017:100), tiga tingkatan lembaga peradilan, yakni Tingkat Pertama di Pengadilan Negeri, Tingkat Kedua di Pengadilan Tinggi, dan Tingkat Kasasi di Mahkamah Agung.

Dengan keberadaan 3 tingkatan itu, proses penanganan perkara hukum tidak didominasi oleh para hakim Pengadilan Negeri (PN) yang berada di tingkat kota/kabupaten.

Pihak-pihak yang berperkara, termasuk jaksa penuntut, dapat mengajukan banding atas putusan hakim Pengadilan Negeri jika belum puas. Banding itu dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi yang ada di tingkat provinsi. Apabila putusan Pengadilan Tinggi masih belum memuaskan, pihak-pihak yang berperkara dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Mengutip dari situs Legal Smart Channel BPHN, Prof. Sudikno Mertokusumo dalam ulasan bertajuk "Sistem Peradilan di Indonesia" memberi penjelasan, adanya skema pengajuan banding hingga kasasi didasari pemikiran bahwa hakim juga manusia yang tidak selalu cermat, adil, dan bebas dari kesalahan.

Maka itu, putusan hakim di peradilan tingkat pertama bisa diperiksa ulang dalam proses banding di Pengadilan Tinggi hingga kasasi di Mahkamah Agung.

Dalam praktiknya, putusan kasasi bahkan masih bisa diuji lagi di MA, dengan syarat ada penemuan bukti baru (novum). Proses ini biasa disebut dengan Peninjauan Kembali.

Infografik SC Lembaga Peradilan di Indonesia

Infografik SC Lembaga Peradilan di Indonesia. tirto.id/Mojo

Berikut ini penjelasan terkait fungsi 3 tingkatan lembaga peradilan di Indonesia.

1. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)

Pengadilan tingkat pertama berfungsi sebagai pemeriksa atas sah atau tidaknya suatu perkara baik pidana maupun perdana. Selain itu, pengadilan tingkat pertama punya otoritas dalam memeriksa serta memutuskan suatu perkara hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengadilan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi)

Pengadilan tingkat kedua wilayahnya berada di level provinsi. Pengadilan tingkat kedua berfungsi menjadi pimpinan di wilayah hukumnya. Fungsi lainnya, mengawasi, meneliti, menegur, memberi petunjuk, hingga memberi peringatan terkait proses penanganan perkara di Pengadilan Negeri.

Adapun kewenangan pengadilan tingkat kedua (Pengadilan Tinggi) adalah mengadili putusan di Pengadilan Negeri, jika ada pengajuan banding.

3. Mahkamah Agung (Kasasi)

Puncak tertinggi dari tingkatan lembaga peradilan di Indonesia ialah Mahkamah Agung (MA) yang wilayah otoritasnya mencakup level nasional. Dalam sidang kasasi, MA berwenang untuk menguji putusan hakim Pengadilan Tinggi atas suatu perkara. Hakim MA berwenang membatalkan putusan itu, membenarkan, atau malah menguatkan.

Majelis Hakim MA bisa mengubah putusan Pengadilan Tinggi jika:

-Ada kesalahan atau ketidaksesuaian dengan undang-undang.

-Batas wewenang lembaga peradilan dilewati

-Adanya kesalahan dalam penerapan atau penafsiran ketentuan hukum yang berlaku.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Sulthoni

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Sulthoni
Penulis: Sulthoni
Editor: Addi M Idhom