tirto.id - Tel Aviv malam itu menjadi saksi tentang bagaimana Radiohead memecahkan suasana setelah penantian puluhan tahun lamanya. Konser tersebut merupakan yang pertama bagi Radiohead di Israel setelah terakhir kali mereka bermain di dekade 1990-an. Ini juga menjadikan konser Radiohead dengan setlist terpanjang.
Dengan membawakan total sebanyak 27 lagu dengan sepasang encore, Radiohead membius 51.000 penonton yang hadir di Park Hayarkon, Tel Aviv. Keseluruhan lagu dimainkan tanpa cela dengan gemerlap sorak penonton yang menyiratkan kepuasan di wajah masing-masing. Kerinduan terhadap Radiohead berhasil terbayarkan. Namun, konser band alternative-rock asal Inggris, Radiohead di Israel pada Rabu (19/7) lalu menyisakan perdebatan di berbagai kalangan. Suara protes dan teriakan untuk memboikot tetap bermunculan.
Baca juga: Thom Yorke Buka Suara Soal Boikot Konser Radiohead di Israel
Ketika wacana untuk bermain di Israel dituangkan, sederet pro dan kontra muncul mengiringi Radiohead. Ada yang mendukung, ada juga yang menolak. Salah satu pihak yang menolak keras ialah kelompok Boycott, Divest from, and Sanction (BDS). BDS merupakan aliansi gabungan yang terdiri dari beragam latar belakang profesi. Yang cukup kentara adalah kehadiran musisi kawakan Pink Floyd Roger Waters, sineas Ken Loach, novelis Alice Walker, sampai pemenang Nobel Desmond Tutu.
Mereka yang bergabung dalam gerakan BDS meminta Radiohead meninjau ulang wacana untuk melangsungkan konser di Israel. Lewat surat terbuka yang sudah mereka tandatangani, BDS meminta Radiohead melakukan langkah kecil guna melihat perjuangan rakyat Palestina dalam mengupayakan kemerdekaan hak asasi dan penegakan hukum internasional.
“Tolong, kalian bisa melakukan seperti halnya apa yang pernah musisi lakukan di Afrika Selatan. Menjauh sementara waktu hingga konflik apartheid berakhir adalah langkah bijak,” terang isi surat tersebut dikutip dari Al Jazeera. Selain itu, melalui tulisan opininya yang dimuat surat kabar The Independent, Ken Loach mengatakan Radiohead semestinya menentukan pilihan. Apakah ingin berdiri bersama Israel atau justru berdiri membela Palestina.
“Radiohead harus memilih apakah mereka berdiri di samping penindas atau yang ditindas. Pilihannya begitu sederhana,” jelas Ken Loach. Namun, di tengah serangan protes itu Radiohead tetap memutuskan untuk tampil di Israel.
Benarkah Radiohead Menerapkan Standar Ganda?
Aktivitas bermusik terkadang tak dapat dipisahkan dari gejolak politik yang terjadi di dunia. Kegundahan ini yang sering menjadi bahan diskusi, perdebatan, sampai saling serang dengan dalil pembelaan masing-masing. Asumsi dan opini memenuhi ruang publik tak berujung. Dan gejala serupa sedang menimpa Radiohead. Sebagai sebuah band, Radiohead mempunyai sensitivitas tinggi dalam merespons isu-isu terkini. Mereka peka atas fenomena yang ada dan tak jarang pula menyuarakan suara protesnya terhadap beragam bentuk ketidakadilan.
Baca juga: Radiohead Jawara Ihwal Musik Jago Bikin Gimmick
Pada 1996, Radiohead bergabung bersama deretan musisi macam Pavement, Smashing Pumpkins, Rage Against the Machine, serta Red Hot Chilli Peppers untuk mendorong kemerdekaan Tibet. Acara berwujud konser itu diinisiasi oleh Beastie Boys dan Milarepa Fund setelah keduanya bersepakat bersama pasca Lollapalooza 1994 dengan tujuan membuat konser layaknya Live Aid.
Dua tahun berselang, Radiohead kembali ambil bagian dalam meramaikan dukungan kepada Amnesti Internasional di helatan peringatan setengah abad kiprahnya di ranah penegakan kebebasan hak asasi manusia. Mereka meramaikan konser yang diadakan di selatan Perancis bersama Peter Gabriel, Bruce Springsteen, hingga Shania Twain.
Kemudian yang baru-baru saja terjadi, di 2015 Radiohead (diwakili Thom Yorke) ikut menandatangani petisi perubahan iklim. Petisi tersebut berisikan tuntutan kepada PBB untuk mengubah skema penanganan perubahan iklim. Musisi lain yang turut menandatangani di antaranya ada Coldplay, Yoko Ono, My Morning Jacket, Robert Plant, serta David Gilmour.
Berangkat dari kiprah mereka di masa lampau, beberapa pihak mempertanyakan sikap Radiohead kali ini. Mengapa Radiohead tak melakukan hal sama seperti yang pernah dilakukannya di masa lalu dalam menyikapi polemik konser mereka di Israel?
Baca juga: Para Seleb Dunia di Pusaran Konflik Israel-Palestina
Dengan konflik politik serta isu okupasi wilayah yang belum terselesaikan, keputusan mereka untuk tetap tampil di Tel Aviv justru memicu kritikan. Pemrotes menganggap Radiohead mempunyai standar ganda. Mereka dikenal sebagai band yang kritis atas peristiwa terkini, mendukung keadilan dan kemerdekaan, akan tetapi mereka melakukan hal berbeda di Israel.
“Mereka telah banyak mendukung gerakan hak asasi. Tapi saat rakyat Palestina masih memperjuangkan kebebasan, keadilan, serta kesamaan hidup, mereka malah memutuskan sebaliknya. Mereka seolah tak mengindahkan suara kami dan justru membantu Israel menjadi mesin propagandanya,” ungkap Omar Barghouti pemimpin gerakan BDS seperti dilansirChannel News Asia.
Pendapat Omar Barghouti dipertegas oleh pernyataan Seamus O’Brolchain, aktivis sekaligus pendukung Radiohead asal Inggris. Seamus menyatakan Radiohead seharusnya paham suara penolakan tersebut tak cuma berasal dari musisi atau seniman saja, melainkan juga dari rakyat Palestina.
“Yorke seperti melihat protes ini hanya datang dari Ken Loach dan Roger Waters saja. Tapi yang benar-benar menyuarakan protes ini adalah mereka rakyat Palestina yang hidup di bawah tekanan Apartheid,” tutur Seamus kepada Al Jazeera.
Walaupun suara kontra berdatangan, Radiohead tetap melanjutkan konser mereka. Derasnya kritik maupun desakan publik hingga bentangan spanduk yang berisikan anjuran membatalkan konser di lapangan Barkeley, California tak merubah keputusan Radiohead untuk memuaskan dahaga publik Israel.
Thom Yorke beranggapan apa yang dilakukannya bersama Radiohead tidak berkaitan dengan kepentingan politik apapun. Mereka hanya melakukan konser yang menutup rangkaian tur dunia mereka sejak 3 bulan lalu. Bahwa ketika mereka tampil di Israel bukan berarti Radiohead melegitimasi pemerintahan. Begitu pula saat mereka tampil di Inggris atau Amerika Serikat, bukan berarti pula Radiohead mendukung kiprah Donald Trump atau Theresa May.
“Bermain di negara tertentu bukan berarti mendukung pemerintahan bersangkutan,” timpalnya seperti dikutip The Guardian. “Mereka berbicara kepada kami dan saya membayangkan mereka pikir mereka berhak melakukan itu.”
Ia menambahkan para musisi dan seniman seakan tidak mengerti keputusan moral apa saja yang sudah Radiohead ambil dalam beberapa tahun di masa lalu. “Ini benar-benar membuat para seniman yang saya hormati berpikir bahwa kami tidak bisa membuat keputusan moral selama bertahun-tahun,” tambah Thom dalam wawancara bersama Rolling Stone Magazine.
Yorke menganggap semua yang ditujukan kepada band-nya hanya memecah belah dan menguras energi di samping tak membawa persatuan. Termasuk menyebut Radiohead tidak mengikuti perkembangan Israel-Palestina sebagai “tuduhan ekstrem” mengingat pasangan gitaris mereka, John Greenwood adalah orang Israel.
Penulis: M Faisal Reza Irfan
Editor: Suhendra