tirto.id - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyatakan kementeriannya telah berkomitmen untuk segera mempermudah pengurusan perizinan terkait lokasi eksplorasi migas (minyak dan gas).
Arcandra mengatakan strategi kekompakan (unified strategy), yang diharapkan bisa membantu pemecahan masalah non-operasional pertambangan, akan segera diterapkan.
“Hambatan yang ada dalam kegiatan eksplorasi perlu dicari solusinya. Kendala tersebut diharapkan bisa kita atasi bersama,” ujar Arcandra di acara dialog bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) Migas dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di City Plaza, Jakarta pada Jumat (29/9/2017).
Dia mengklaim upaya untuk menyelesaikan masalah terkait hambatan perizinan lokasi eksplorasi migas sebenarnya sudah berjalan. Salah satunya, lewat upaya kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Saya menyadari kesulitan yang ada pada K3S. Tapi kalau saling menyalahkan, bahwa ini domain pemerintah, ini domain K3S, mungkin suatu saat kita tidak bisa kerja sama lagi karena saling menyalahkan,” kata Arcandra.
Menurut dia, sinergi antar kementerian/lembaga diperlukan sehingga dapat mendorong hasil eksplorasi migas yang kini sedang menurun. “Kalau permasalahan di KLHK, saya akan bawa K3S ke KLHK. Karena kalau kita serahkan semuanya ke K3S, kadang nggak selesai,” ujarnya.
Arcandra juga sempat menyinggung soal sejumlah masalah yang kerap timbul dalam proses pembebasan lahan bagi kegiatan eksplorasi. Dia berjanji akan mencari solusi yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut.
“Kalau memungkinkan, SKK Migas yang melakukan (pembebasan) tapi biaya tetap di K3S. Seperti di jalan tol, negara yang membebaskan (lahannya), Jasa Marga yang bayar. Saya akan eksplor lagi mengenai itu,” kata Arcandra.
Dengan skema seperti itu, dia memprediksi lama waktu untuk membebaskan lahan akan jauh lebih singkat. Selain itu, dari segi biaya ada potensi menjadi lebih murah.
Sejak 2014, nilai investasi kegiatan eksplorasi memang terus menurun. Sebagai gambaran, total biaya eksplorasi pada 2014 mencapai Rp31,01 triliun. Rinciannya, Rp12,9 triliun di wilayah kerja eksplorasi dan Rp18,11 triliun di wilayah kerja eksploitasi.
Sedangkan pada 2016, total biaya eksplorasi hanya Rp13 triliun. Nilai itu meliputi Rp4,2 triliun di wilayah kerja eksplorasi dan Rp8,8 triliun di wilayah kerja eksploitasi.
Menurut Deputi Perencanaan SKK Migas, Jaffee Arizon Suardin, penurunan nilai investasi itu juga berkontribusi terhadap penurunan yang terjadi pada kegiatan eksplorasi. Sampai 22 September 2017, dia mencatat, jumlah realisasi dari 45 kegiatan survei seismik dalam revisi program kerja dan anggaran baru sebanyak 10 kegiatan.
Sementara untuk survei non-seismik, dari yang rencananya dilakukan sebanyak 16 kegiatan, terealisasi 11 kegiatan saja. Adapun untuk pengeboran eksplorasi dari yang rencananya 138 sumur, baru sebanyak 40 sumur yang telah dibor.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom