Menuju konten utama

Vincent Kompany: Contoh Kenapa Klub Tak Boleh Asal Pilih Kapten

Vincent Kompany hanya bermain 16 pertandingan di EPL musim ini. Tapi peran pemain asal Belgia untuk City ini tak boleh disepelekan.

Vincent Kompany: Contoh Kenapa Klub Tak Boleh Asal Pilih Kapten
Vincent Kompany, sang kapten sekaligus bek tengah Manchester City. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Sebagai Chief Football Writer di The Times, Henry Winter selalu sibuk setiap akhir pekan. Ia akan datang ke stadion, menonton pertandingan sepakbola, lalu membuat laporan pertandingan. Pada pekan ke-37 Premier League, Minggu (5/5/2019), ia datang ke Stadion John Smith, markas Huddersfield Town, untuk menonton penampilan Manchester United.

Menghadapi Hudderfield yang sudah dipastikan terjun bebas ke Championship pada musim depan, Setan Merah, yang membutuhkan angka penuh untuk menjaga peluang lolos ke Liga Champions, hanya mampu bermain imbang 1-1. Hasil itu akhirnya membuat United gagal melangkah ke Liga Champions musim depan.

Melalui akun Twitter pribadinya, Winter mencuit, "Manchester United bermain tanpa intensitas, tidak ada pemimpin di dalam lapangan, tidak ada seorang pun yang benar-benar berani mengambil tanggung jawab."

Sehari berselang, Senin (6/5/2019), Winter datang ke Stadion Etihad untuk menyaksikan pertandingan Manchester City melawan Leicester City. Bagi City, pertandingan itu jelas amat penting lantaran hasilnya bisa menentukan perolehan gelar liga.

Namun, sama seperti saat menyaksikan penampilan United di markas Huddersfield, Winter sempat terkejut saat melihat penampilan anak asuh Pep Guardiola itu: City tampil melempem, ada banyak kesalahan pengambilan keputusan, ada rasa takut.

Hingga menit ke-69, City tampak tak akan bisa membobol gawang Leicester. Bola boleh mereka kuasai sepenuhnya, tapi rapatnya pertahanan Leicester ternyata bisa bikin Kasper Schmeichel, kiper Leicester, tak banyak berkeringat di sepanjang pertandingan. Muka para penggemar City pun mulai semurung langit Manchester. City semakin demam panggung.

Sebelum skenario buruk benar-benar menghantam City, Vincent Kompany, bek sekaligus kapten City, lantas melaju ke lini depan dengan rasa percaya diri yang membumbung tinggi.

Pada menit ke-70, dengan bola berada di kakinya, Kompany hanya tinggal berjarak sekitar 22 meter dari gawang Leicester City. Bek-bek Leicester tak peduli dengannya, memilih mengawasi pergerakan Raheem Sterling dan Bernardo Silva.

Sementara itu, pemain-pemain City lain justru khawatir tentang apa-apa yang akan dilakukan sang kapten. Mereka mulai berteriak, "jangan ditembak, jangan ditembak."

Teriakan rekan-rekan Kompany itu tentu mempunyai alasan: menurut hitung-hitungan The Times, selama sekitar 11 musim berada di Premier League, Kompany tak pernah sekali pun berhasil membobol gawang lawan meski mendapatkan 36 kesempatan untuk membidik gawang lawan dari luar kotak penalti.

Keinginan rekan-rekannya itu ternyata tak digubris Kompany. Ia langsung menghantam bola keras-keras ke arah sudut kiri atas gawang Kasper Schmiechel. Bola itu masuk, kedudukan berubah menjadi 1-0, dan komentator pertandingan langsung menyebut Kompany sebagai Captain Marvel.

Pemain City lainnya sekaligus para penggemar City sempat tak percaya. Gol itu kemudian menjadi satu-satunya gol yang terjadi di dalam pertandingan.

"Semua orang berkata, 'Jangan tembak, jangan tembak!'--aku benar-benar mampu mendengarnya dengan jelas," ujar Kompany kepada reporter Sky Sports, Geoff Shreeves, sesudah pertandingan.

"Itu benar-benar menggangguku dan aku hanya bisa membatin: 'Tahan sebentar'--aku tidak bermain bola sejauh ini hanya untuk mendengarkan ucapan dari pemain muda tentang apakah aku boleh menembak atau tidak. Maka, aku langsung menembaknya saja."

Soal gol Kompany itu, seakan ingin menggambarkan salah satu perbedaan menonjol dari penampilan buruk Manchester United dan Manchester City -- mengapa City berhasil menang sedangkan Setan Merah tidak --, Henry Winter kemudian mencuit, "Ketika Manchester City sangat membutuhkan sesuatu dari kapten mereka, Kompany mampu memberikannya."

Memberikan yang Terbaik

Menurut Matt Dickinson di The Times, para penggemar City sempat khawatir dengan para pemain yang disiapkan Pep Guardiola untuk menghadapi Leicester City. Mereka bertanya-tanya: Apakah Guardiola akan memainkan Kompany? Dan Dickinson memperjelas kekhawatiran para penggemar City mengenai kaptennya itu ke dalam tulisannya.

"Apakah kecepatan Jamie Vardy akan menyulitkan Kompany yang sudah berusia 33 tahun? Bisakah kapten yang rentan cedera itu dipercaya untuk memulai pertandingan ketiganya secara berturut-turut pada musim ini? Apakah kualitias kepemimpinannya bisa mengalahkan apa pun yang dimiliki oleh John Stones atau Nicolas Otamendi di daerah pertahanan?" tulis Dickinson.

Rasa khawatir itu tentu bermula dari rekam jejak Kompany akhir-akhir ini. Menurut hitung-hitungan Whoscored, sebelum laga menghadapi Leicester, Kompany hanya bermain sebanyak 16 kali (empat di antaranya sebagai pemain pengganti). Penyebabnya jelas: daripada berada di atas lapangan, Kompany lebih sering menghabiskan waktunya di meja perawatan.

Dari sana, fans Manchester City mulai merasa bahwa Kompany, yang gol tunggalnya ke gawang Manchester United bisa dibilang menjadi penentu raihan gelar Premier League yang diraih City pada musim 2011-2012, sebaiknya mulai ditepikan. Namun, Pep Guardiola ternyata punya pilihan lain.

Dimulai saat City mengalahkan Manchester United 0-2 pada 24 April 2019 lalu, Pep Guardiola selalu menjadikan Kompany sebagai salah satu pilihan utama di lini pertahanan City.

Bagi Guardiola, terutama pada fase-fase krusial penentuan juara liga, Kompany dinilai penting. Ia adalah seorang pemimpin yang memiliki semangat baja, yang mampu mengangkat kepercayaan diri rekan-rekannya sekaligus menularkan mental juara yang dimilikinya.

Hebatnya, Kompany ternyata mampu membayar kepercayaan dari Pep Guardiola dengan baik meskipun terancam berpisah dengan City pada masa depan. Sampai sekarang, Kompany belum memperpanjang kontraknya yang akan berakhir pada akhir musim panas nanti. Menurut The Times, jika ia ingin bertahan di City, kemungkinan besar gajinya akan dipotong secara besar-besaran.

Lantas, apakah Kompany menggerutu mendapatkan perlakukan seperti itu? Tentu, tidak. Penampilan edan-edanan yang ia perlihatkan saat City mengalahkan Leicester City adalah salah satu bukti dan pernyataannya berikut ini bisa menjadi bukti lain:

"Dalam setiap pertandingan yang aku mainkan, aku akan bermain seolah itu adalah pertandingan terakhirku," tutur Kompany.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Mufti Sholih