tirto.id - Universitas Diponegoro (Undip) Semarang bersama dengan Yayasan Beasiswa Alumni Undip menyediakan ATM beras untuk membantu kebutuhan pokok mahasiswanya yang tidak mudik saat pandemi COVID-19, Selasa (12/4/2020).
Wakil Rektor Undip Semarang Budi Setiyono di Semarang, mengatakan ATM beras yang ditempatkan di Gedung Student Center tersebut merupakan fasilitas yang diberikan Yayasan Beasiswa Alumni Undip bagi mahasiswa yang bertahan tidak pulang ke kampung halamannya karena COVID-19.
Menurutnya, para mahasiswa tersebut, sebelumnya telah didata dan akan memperoleh kartu ATM untuk mengambil jatah beras untuk kebutuhan mereka.
"Nantinya mereka bisa mengambil seminggu sekali sebanyak 2 kilogram untuk sekali pengambilan," katanya seperti diwartakan Antara.
Ia menambahkan, sementara secara umum, terdapat sekitar 2.200 mahasiswa yang tidak pulang ke kampung halamannya selama pandemi ini.
Menurutnya, dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 900 mahasiswa yang menyatakan membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari.
"Sisanya menyatakan masih mampu untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri," katanya.
Ia mengharapkan bantuan ATM beras yang difasilitasi alumni Undip ini bisa bermanfaat bagi para mahasiswa.
Yayasan Beasiswa Alumni Undip sendiri sudah membantu sekitar 65 mahasiswa yang mengalami kesulitan secara ekonomi dalam tiga tahun terakhir.
Sebelumnya, Undip Semarang ramai menjadi perbincangan karena menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk mahasiswa baru tahun ajaran 2020.
Kebijakan yang tertuang dalam Surat Ketetapan Rektor nomor 149/UN7.P/HK/2020 itu menuai kritik dan protes karena dianggap membebani orang tua calon mahasiswa yang baru diterima di universitas tersebut.
Lewat media sosial twitter, mahasiswa meramaikan tagar #UndipKokJahatSih hingga menjadi trending nomor 3 pada Sabtu siang (2/5/2020).
Aliansi Suara Mahasiswa Undip, dalam keterangan resminya, menyebut bahwa perumusan kenaikan UKT tak dilakukan dengan transparan dan melibatkan mahasiswa.
Padahal, sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTBH), Undip perlu mempertimbangkan masukan mahasiswa sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholder).
"Seharusnya dan sepatutnya penetapan dan penggolongan UKT dilakukan secara transparan oleh pihak universitas maupun fakultas/sekolah. Pada kenyataannya, sosialisasi mengenai hal ini kepada mahasiswa hanya dilakukan satu kali saja tanpa adanya proses lanjutan yang mana memiliki implikasi kurangnya transparansi," tulis aliansi.
Mahasiswa juga menuding kenaikan UKT untuk mahasiswa baru tak memperhitungkan besaran Biaya Kuliah Tunggal. Sebab, dalam SK Rektor tentang UKT tersebut, tak dicantumkan dapat ditemukan berapa besaran BKT bagi mahasiswa baru Tahun 2020.
"Bagaimana bisa mengetahui bahwa UKT dengan angka yang telah ditentukan sesuai dengan apa yang seharusnya mahasiswa bayarkan disaat tidak terdapat informasi mengenai besaran BKT bagi mahasiswa?"
Terkait hal tersebut, Rektor Undip Yos Johan Utama tak membantah pihaknnya menaikkan UKT untuk para mahasiswa baru tahun ajaran 2020. Namun, ia menegaskan bahwa kenaikan UKT sudah dibahas sejak 2019 secara transparan dan melibatkan elemen mahasiswa.
"Angkanya pun paling rendah 500 ribu per semester. Mahasiswa baru pun bisa mengajukan banding bila angka terlalu mahal atau gratis kuliah jika tidak mampu," kata Yos Johan saat dihubungi reporter Tirto, Sabtu (2/5/2020).
Editor: Agung DH