tirto.id - Dalam sepekan terakhir, istilah Delmicron ramai bermunculan di platform media sosial Facebook. Delmicron diklaim sebagai varian baru COVID-19 dan merupakan gabungan dari varian virus penyebab COVID-19, SARS-CoV-2, yang telah muncul sebelumnya, yakni varian Delta dan varian Omicron.
Klaim tersebut disebarkan oleh akun Facebook bernama Asyari Usman dalam unggahan bertanggal 30 Desember 2021. Dalam unggahan itu, Asyari bilang, “Varian baru Covid disebut delmicron, gabungan delta dan omicron. Obatnya gabungan juga. Namanya huterickfullusimin.”
Hingga 3 Januari 2021, unggahan Asyari telah dibagikan 17 pengguna Facebook lain, disukai sebanyak 475 kali, dan mendapat 59 komentar.
Unggahan serupa juga disebarkan oleh akun Facebook bernama Seni Suhaini. Menurut akun tersebut, setelah tahun baru kemungkinan terdapat varian mejikom yang muncul. Seni pun melampirkan tangkapan layar laman berita Tempo berjudul “Varian Omicron dan Delta Bergabung Menjadi Delmicron, Lebih Berbahaya?”.
Sebelumnya, pada 26 November 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Omicron sebagai Variants of Concern (VOC). Tak berselang lama, penyebaran virus COVID-19 varian Omicron terlihat melonjak tajam di berbagai negara dibandingkan dengan varian SARS-CoV-2 yang lain, seperti dilansir melalui laman WHO mengenai varian Omicron.
WHO menyebut varian Omicron memiliki growth advantage, atau pertumbuhan yang lebih tinggi, dibanding varian Delta. Pada waktu penyebaran informasi WHO tersebut, pada sekitar 17 Desember 2021, Omicron telah dideteksi di lebih dari 77 negara.
Lantas, benarkah klaim bahwa telah muncul varian baru bernama Delmicron?
Penelusuran Fakta
Tirto mengklarifikasi kebenaran klaim munculnya varian virus penyebab COVID-19 baru bernama Delmicron kepada Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi.
“Sampai saat ini belum ada varian baru kecuali varian Omicron,” tutur Nadia kepada Tirto, Senin (3/01/2021).
Tirto melakukan penelusuran lebih lanjut dan menemukan bahwa kata Delmicron pertama kali mencuat melalui pernyataan Dr. Shashank Joshi, anggota gugus tugas COVID-19 Maharashtra di India. Dalam sebuah konferensi pers, Joshi menggunakan kata Delmicron untuk merujuk pada "lonjakan kembar" pada kasus COVID-19 akibat serangan bersamaan dari varian Delta dan Omicron, menukil dari Hindustan Times.
"Delmicron, lonjakan kembar dari Delta dan Omicron di Eropa dan Amerika Serikat telah menyebabkan tsunami kecil dari kasus [COVID-19]," katanya saat itu, mengutip Hindustan Times.
Namun, alih-alih dimaknai sebagai lonjakan jumlah kasus COVID-19 akibat adanya dua varian yang tersebar di masyarakat secara bersamaan, Delmicron dalam pernyataan Joshi disalahartikan sebagai varian virus SARS-CoV-2 baru yang merupakan gabungan dari Delta dan Omicron.
Kekhawatiran tsunami kasus COVID-19 dari Delta dan Omicron juga disampaikan oleh Director General WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus. Alasannya karena sifat Omicron lebih menular, tutur Tedros, mengutip video di laman Facebook resmi WHO. Dengan begitu, Tedros menyebut Delta dan Omicron sebagai “ancaman kembar.”
Kecepatan persebaran varian Omicron memang telah meningkatkan kasus COVID-19 secara global. Dalam periode 20-26 Desember 2021, WHO melaporkan kasus COVID-19 seluruh dunia meningkat 11 persen dibanding dengan pekan sebelumnya. Menurut laporan terakhir WHO tersebut, peningkatan yang cepat dari kasus-kasus COVID-19 terutama terlihat di negara-negara dimana varian Omicron terhitung dominan, seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Pertumbuhan yang cepat ini diduga merupakan kombinasi dari kemampuan varian ini untuk menghindari sistem imun (immune evasion) dan peningkatan kekuatan penyebaran (transmissibility) dari varian Omicron. Memang, data awal yang berasal dari Inggris, Afrika Selatan, dan Denmark menunjukkan bahwa ada penurunan risiko rawat inap dari infeksi varian Omicron dibanding Delta, tapi dibutuhkan lebih banyak data untuk menilai keparahan dari gejala-gejala infeksi Omicron, menurut WHO pula.
Di Amerika Serikat sendiri, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan 59 persen kasus COVID-19 Amerika Serikat dihubungkan dengan varian Omicron, mengutip The New York Times.
Berdasarkan dataThe New York Times pula, Amerika Serikat baru saja memecahkan rekor kasus baru COVID-19 harian hingga melebihi 1 juta kasus per 3 Januari 2022. Pada periode yang sama tahun lalu, jumlah kasus COVID-19 baru secara harian hanya mencapai sekitar 200 ribu kasus, kurang lebih seperlimanya.
Sementara menurut data pemerintah Inggris, per 4 Januari 2022, tambahan kasus COVID-19 harian mencapai lebih dari 218.000 kasus. Al-Jazeera menyebut angka ini tertinggi untuk jumlah kasus harian sejak awal pandemi.
Kembali ke Delmicron, WHO sama sekali tidak pernah menyebut varian baru bernama Delmicron. Saat ini, varian SARS-CoV-2 yang tergolong sebagai Variants of Concern, atau yang sekali lagi disebut VOC, adalah Alpha, Beta, Gamma, Delta, dan Omicron. Sementara Variants of Interest (VOI) meliputi Lambda dan Mu. Perlu diketahui pula, penamaan varian virus penyebab COVID-19 didasarkan pada alfabet Yunani. Hal ini dilakukan agar masyarakat umum dan berbagai pihak dapat memahami informasi mengenai varian-varian ini dengan lebih mudah serta memastikan bahwa penamaan varian-varian ini bebas stigma. Contohnya, varian yang muncul di India lebih populer disebut varian Delta, ketimbang nama ilmiahnya, yakni B.1.617.2.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, tidak ada varian SARS-CoV-2 baru bernama Delmicron. Delmicron pertama disebut oleh Dr. Shashank Joshi dari gugus tugas COVID-19 Maharashtra di India untuk menggambarkan lonjakan kasus COVID-19 akibat kombinasi penyebaran varian Delta dan Omicron di tengah masyarakat. Unggahan Asyari dan Seni tentang varian SARS-CoV-2 baru bernama Delmicron bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).
==============
Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id atau nomor aduan WhatsApp +6288223870202 (tautan). Apabila terdapat sanggahan atau pun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.
Baca selengkapnya di artikel "Benarkah Mogok Pegawai Pertamina Berpengaruh pada Stok Bahan Bakar?", https://tirto.id/gmNY
Editor: Farida Susanty