tirto.id - Pangan menjadi salah satu isu yang akan dibahas dalam debat jilid II Pilpres 2019, Minggu, 17 Februari mendatang. Sektor ini dianggap sebagai senjata telak oleh pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk menyerang petahana.
Juru Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Faldo Maldini mengatakan paslon nomor urut 02 akan fokus pada upaya swasembada pangan. Prabowo-Sandiaga akan menjawab berbagai persoalan yang belum dapat diselesaikan calon presiden petahana Joko Widodo mulai dari harga pangan hingga impor. Salah satunya komoditas daging dan telur ayam.
Faldo mengatakan salah satu langkah kongkret Prabowo-Sandiaga adalah penegakan hukum terhadap mafia pangan. Namun, Faldo enggan menjabarkan lebih lanjut terkait langkah-langkah tersebut.
"Seperti yang selalu kami sampaikan adalah soal swasembada pangan. Dari dalam debat akan kami paparkan langkah-langkah konkretnya," kata Faldo di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (13/2/2019).
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Taufik Basari, sadar betul persoalan pangan akan menjadi sasaran kritik dari lawan politiknya. Namun, Taufik belum mau berkomentar. Menurut dia, hal itu lebih pantas dijawab nanti saat debat berlangsung.
"Itu sudah disiapkan [langkahnya) tapi tidak bisa disampaikan saat ini. Nanti penjelasannya keduluan sebelum debat. Yang pasti sudah disiapkan langkah konkretnya," ujar Taufik.
Komoditas Daging dan Telur
Presiden dan wakil presiden terpilih bakal menghadapi sejumlah tantangan dalam hal swasembada pangan. Pasalnya, data Kementerian Pertanian menunjukkan produksi daging pada 2019 diprediksi hanya mencapai 429.413 ton. Angka itu sama dengan produksi daging tahun lalu.
Sementara kebutuhan daging mencapai 686.270 ton setiap tahunnya. Pemerintah mengatasi defisit 256.868 ton tersebut dengan impor.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau (PPSKI), Rochadi Tawaf menyatakan impor daging sapi yang terus meningkat sejak 2016 memang disebabkan kemampuan produksi domestik yang lesu. Pemerintah dinilai abai terhadap tanggung jawab pembiakan dan pembibitan sapi.
“Pemerintah enggak serius melakukan pembibitan akibatnya akan terus impor,” ucap Rochadi saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (13/2/2018).
Meski pemerintah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk menggenjot peternakan dalam negeri, tapi impor daging menyebabkan peternak lokal tak mendapat tempat di pasar.
Rochadi meminta presiden terpilih nanti untuk fokus meningkatkan produksi daging. Sebab, jika itu tidak dilakukan maka pemerintah akan terus terjebak dalam perangkap impor.
“Belalah peternak dalam negeri. Jangan serba pokoknya harga daging dari Rp120 ribu ke Rp80 ribu. Itu, kan, ujung-ujungnya daging impor. Kalau produksi fokusnya, harga bisa turun,” ujarnya.
Kesulitan juga dihadapi peternak daging ayam dan telur. Sebab, Kementerian Perdagangan belum lama ini menaikkan batas acuan harga daging ayam dan telur.
Sekretaris jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional, Sugeng Wahyudi menyebutkan kendala yang dialami peternak berkisar pada ketersediaan sarana-prasarana produksi. Misalnya terbatasnya anak ayam yang dapat dikembangbiakkan peternak dan harga pakan yang belum terjangkau.
Menurut Sugeng, peternak sulit bersaing dengan perusahaan besar bila tanpa campur tangan pemerintah. Belum lagi, persoalan pakan yang 50 persennya berasal dari jagung masih tak kunjung selesai.
“Apakah ini [harga] bisa dikontrol? Ya bisa. Tapi kalau tidak menguasai sarana-prasarana produksi ternak, ya kami tidak mampu bersaing,” kata Sugeng saat dihubungi reporter Tirto.
Sugeng juga meminta presiden terpilih nanti untuk menegakkan komitmen Permentan No. 32 Tahun 2017 yang memprioritaskan penyaluran produk peternak rakyat ke pasar tradisional.
“Hasil budidaya kami harusnya bisa ke pasar tradisional. Kalau bisa dipisahkan dari perusahaan besar yang bisa menyalurkan ke pasar modern juga, dapat membantu memperpanjang umur peternak,” ujar Sugeng.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan