tirto.id - Dua pekan lalu, Windarti—seorang ibu rumah tangga di Ciputat, Tangerang Selatan—membuka aplikasi Traveloka melalui ponselnya. Ia ingin membeli tiket ke Jambi untuk ibunya.
“Garuda udah habis,” ujar Windarti kepada suaminya.
“Citilink?” tanya sang suami.
“Enggak ada juga,” jawab Windarti.
Ia lalu kembali mengutak-atik ponselnya, mengganti tanggal penerbangan. Tetap saja tiket Garuda tak ditemuinya. “Coba cari di tiket.com atau web Garuda langsung,” usul sang suami. Mengikuti usul itu, Windarti akhirnya mendapatkan tiket Garuda.
“Kok di Traveloka nggak ada ya?” gumam Windarti. Saya kebetulan sedang berada di antara sepasang suami istri itu ketika percakapan tersebut berlangsung. Percakapan setelahnya adalah asumsi-asumsi kami mengapa Garuda tak lagi bisa ditemukan di Traveloka.
Dua pekan berselang, Garuda dan Citilink tetap hilang dari Traveloka. Jumat siang (21/10), saya coba menghubungi customer service agen perjalanan itu. Saya menanyakan mengapa saya tak bisa menemukan maskapai Garuda dalam daftar penerbangan yang saya cari.
Sang customer service mengatakan bahwa penerbangan Garuda sedang tidak bisa diakses untuk sementara. “Kami dan pihak Garuda sedang berusaha menyelesaikan masalah ini dengan segera,” katanya.
Saat saya tanya sampai kapan Garuda tidak bisa dibeli dari Traveloka, ia tak memberi jawaban dan hanya mengulang kalau pihaknya akan segera menyelesaikan masalah ini. Sang customer service lalu menyarankan kepada saya untuk memilih maskapai lain.
Traveloka adalah salah satu agen perjalanan online yang dekat dengan generasi milenial Indonesia. Ia pertama kali digagas oleh Ferry Unardi, Derianto Kusuma, dan Albert pada 2012. Misi mereka adalah menciptakan sebuah cara memesan tiket pesawat yang mudah digunakan.
Harga yang muncul di awal pencarian pun merupakan harga total yang harus dibayarkan. Ia sedikit berbeda dari situs pemesanan tiket kebanyakan, yang menambahkan biaya-biaya lain di akhir, ketika pengguna ingin melakukan pembayaran.
Pendanaan pertama traveloka berasal dari East Venture. Lalu pada 2013, Ferry dan kawan-kawan kembali mendapat pendanaan dari Investasi Seri A dari Rocket Internet. Traveloka termasuk start-up yang gencar promosi lewat iklan, terutama iklan televisi. Pengeluaran belanja iklan Traveloka telah mencapai Rp547 miliar.
Pada 2014, Traveloka tak hanya tempat untuk memesan tiket pesawat, tetapi juga hotel. Cara pemesanan hotel lewat Traveloka juga sesederhana proses pemesanan tiket pesawatnya. Di tahun yang sama, Traveloka meluncurkan aplikasi untuk iOS dan android. Hanya butuh setahun bagi Ferry dan timnya untuk mencetak angka satu juta unggahan.
Kini, aplikasi android Traveloka sudah diunduh lebih dari lima juta kali. Salah satu pesaingnya, Tiket.com hanya diunduh satu juta kali.
Hilangnya Citilink dan Garuda dari Traveloka menimbulkan tanda tanya dari banyak penggunanya, mengingat Traveloka kini menjadi agen tiket pesawat online terbesar di Indonesia. Di twitter, akun resmi Traveloka mendapatkan begitu banyak pertanyaan terkait ini.
Pada 15 Oktober lalu misalnya, akun @MimosaLakaoni bertanya, “Dear @traveloka, kenapa flight Garuda DPS-MKS tanggal 3 November 2016 tidak ada ya?”
Dua hari sebelumnya akun @mvstaqim bertanya kepada pihak Garuda. “@Indonesia Garuda, penerbangan garuda tanggal 19 Oktober Jambi-Jakarta sudah full ya? Kok saya mau book di Traveloka tidak muncul?” katanya.
Pertanyaan itu mendapat balasan dari akun resmi Garuda Indonesia. “Masih banyak, silakah cek melalui situs resmi Garuda, saat ini sedang terjadi penyesuaian dengan Traveloka,” kata akun itu.
Seorang teman yang bekerja di Traveloka mengatakan Garuda yang memutus kerja sama secara sepihak. Komentar ini tentu belum valid karena bukan pernyataan resmi dari pihak Traveloka. Tetapi belum tentu juga keliru. Yang jelas, ia butuh diverifikasi.
Saat diverifikasi ke pihak Garuda Indonesia, Vice President Corporate Communications Garuda Indonesia Benny S Butarbutar tidak menjawab dengan jelas. “Silakan tanya ke Traveloka ya, Garuda dan Citilink tidak ada masalah dengan travel agent lainnya, sistem kami oke saja,” katanya lewat pesan singkat. Pertanyaan-pertanyaan lain yang diajukan Tirto.id pun dijawab dengan meminta untuk tanyakan ke pihak Traveloka.
Sampai berita ini diturunkan, baik telepon, email, dan pesan singkat dari Tirto.id belum mendapat jawaban dari pihak Traveloka.
Jalur penjualan lewat agen-agen online ini sebenarnya menyumbang angka cukup signifikan bagi penjualan tiket Garuda. Tahun lalu, sekitar 29 persen dari total penumpang Garuda Indonesia berasal dari jalur distribusi online. Jika diuangkan, total penjualan lewat jalur e-commerce ini mencapai $583,93 juta. Ia tumbuh 25 persen dari tahun sebelumnya.
Hubungan antara Garuda dan Traveloka sebenarnya adalah simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Garuda Indonesia adalah maskapai terbaik di Indonesia yang menjadi pilihan kelas menengah ke atas dan perjalanan bisnis hampir seluruh perusahaan serta instansi pemerintahan.
Sementara Traveloka menjadi agen terbesar kesayangan generasi milenial. Ketika Garuda Indonesia tak ada dalam list pencarian para pengguna, pilihannya hanya dua, memilih maskapai lain atau membeli langsung ke situs resmi Garuda. Jika pilihan pertama yang dijalankan, Garuda kehilangan calon penumpang. Namun apabila pilihan kedua yang dipilih, Traveloka yang gagal mendapat persentase penjualan.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Suhendra