Menuju konten utama

Survei Batan Klaim Masyarakat Indonesia Dukung PLTN

Survei yang digelar oleh Batan mengklaim bahwa banyak masyarakat Indonesia yang mendukung pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Survei Batan Klaim Masyarakat Indonesia Dukung PLTN
Peneliti mengoperasikan reaktor pengolah campuran logam tanah jarang di Laboratorium pengolahan logam tanah jarang, Gedung Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Yogyakarta, Babarsari, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (4/1). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah.

tirto.id - Survei terbaru yang dilakukan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menyimpulkan sebanyak 77,53 persen masyarakat di Tanah Air mendukung pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Jajak pendapat itu diselenggarakan oleh Batan dan PT Pro Ultima sepanjang Oktober hingga Desember 2016, dengan jumlah responden sebanyak 4.000 orang yang berada di 34 provinsi di Indonesia.

"Hasil survei selama beberapa tahun terakhir mengalami tren positif," ujar Kepala Batan, Djarot Wisnubroto, dalam konferensi pers di Jakarta, pada Selasa (10/1/2017) seperti dikutip Antara.

Pada saat dimulainya survei yakni pada 2011, dukungan masyarakat terhadap pembangunan PLTN masih rendah yakni 49,5 persen. Jumlah responden, yang menyetujui pembangunan PLTN, beranjak naik menjadi menjadi 52,9 persen pada survei di tahun 2012. Pada 2013, ada 64,1 persen responden yang menyetujui rencana ini.

Sedangkan pada survei di tahun 2014, terdapat 72 persen responden yang setuju. Dan pada survei di tahun 2015, jumlahnya bertambah lagi menjadi 75,3 persen responden.

"Jika dilihat dari jumlah dukungan yang terus konsisten, dapat disimpulkan bahwa masyarakat sudah tidak mempermasalahkan lagi kehadiran PLTN," kata Djarot.

Dia berpendapat dukungan responden yang rendah pada survei di tahun 2011 dipengaruhi oleh dugaan kebocoran nuklir di PLTN Fukushima Daiichi di Jepang seusai terjadi bencana gempa bumi dan tsunami besar di sana.

Meskipun demikian, Djarot mengakui dukungan masyarakat di survei yang digelar oleh Batan bukan satu-satunya faktor penentu dalam menetapkan pembangunan PLTN di Indonesia. Survei itu hanya upaya untuk melibatkan partisipasi publik dalam rencana pembangunan PLTN.

"Dari hasil survei, bisa dilakukan perhitungan. Kalau tidak jadi "go nuclear" tidak masalah, karena tugas Batan melakukan sosialisasi mengenai nuklir," ujar Djarot.

Sementara itu, Koordinator analis Hasil Riset PT Pro Ultima, Angga Yuni Mantara, mengatakan jumlah dukungan paling tinggi di survei itu berasal dari responden Sulawesi Utara yang mencapai 98 persen. Sebanyak 95 persen responden asal Jawa Barat, Jambi dan Aceh juga menyatakan dukungannya. Sementara dukungan paling rendah berasal dari responden Gorontalo, yakni hanya 47 persen.

Angga mengatakan hasil survei menunjukkan alasan penerimaan terhadap PLTN didominasi oleh tiga alasan yakni harapan tidak ada pemadaman listrik, listrik murah, dan menciptakan lapangan kerja.

"Hal menarik lainnya 79,7 persen responden laki-laki setuju ada PLTN dan hanya 75,3 persen responden perempuan yang setuju," kata Angga.

Rencana pembangunan PLTN di Indonesia sejak lama sering menuai penolakan dari banyak kalangan mengingat risiko kebencanaannya yang besar. Tidak mengherankan, meskipun memiliki target pembangunan pembangkit listrik berdaya jumbo, yakni 35.000 Mega Watt, pemerintah hingga kini belum berencana membangun PLTN.

Presiden Joko Widodo beberapa kali pernah menyatakan pemerintah tidak akan terburu-buru memutuskan pembangunan PLTN dan sedang terus mengkalkulasi kekurangan dan kelebihannya. Pemerintah lebih suka memacu pertumbuhan pembangkit listrik berbasis sumber energi baru dan terbarukan seperti mikrohidro, surya, angin dan panas bumi.

Sebagaimana siaran pers yang dirilis di laman Dewan Energi Nasional (DEN), sidang paripurna DEN ke-4 pada Kamis (5/1/2017) lalu juga memutuskan meminta pemerintah memperbaiki strategi pencapaian target Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mulai tahun ini. Rekomendasi itu dimunculkan agar Indonesia bisa memenuhi target penggunaan EBT sebanyak 23 persen dari konsumsi energi nasional pada 2025.

Baca juga artikel terkait ENERGI atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hard news
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom