tirto.id - Tingkat inflasi pada 2017 mencapai 3,6 persen, lebih rendah dari APBNP 2017 yang sebesar 4,3 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerangkan bahwa pencapaian laju inflasi didukung oleh terkendalinya harga, terutama komoditas pangan di sepanjang tahun.
Ia menyebutkan hal itu berkat berjalannya kebijakan pemantauan harga dan perbaikan tata niaga komoditas pangan; peningkatan koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil dalam menjaga pasokan; perbaikan koordinasi kebijakan pusat dan daerah; serta terjaganya fundamental permintaan dan penawaran tercermin dari stabilnya core inflation.
Besarnya inflasi 3,6 persen tersebut dikatakan Sri Mulyani mendapatkan kontribusi tertinggi dari administered price, seperti harga listrik, bahan bakar minyak (BBM), gas, air, dan perumahaman.
“Memang tren 2017 yang mengkontribusikan paling tinggi adalah administered price, terutama pada saat kenaikan harga listrik, tapi volatile food [bahan makanan bergejolak] dan dari sisi core inflation cukup stabil, bahkan volatile food mengalami penurunan tajam,” ungkap Sri Mulyani di kantor Kementerian Keuangan Jakarta pada Selasa (2/1/2018).
Namun, ia mencatat tekanan pada administered price mulai mereda di semester II 2017, dengan adanya penyesuaian tarif listrik subsidi tepat sasaran yang berakhir pada Juni 2017. Selain itu, tidak terdapat tambahan tekanan seiring dengan tak adanya kebijakan harga energi hingga akhir tahun.
Badan Pusat Statistik merilis inflasi pada administered price sepanjang 2017 ini sebesar 5,14 persen. Inflasi tinggi ini diikuti pada transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 4,23 persen.
Inflasi kemudian diikuti makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 4,10 persen. Adapun inflasi sandang sebesar 3,92 persen; pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 3,33 persen; kesehatan sebesar 2,99 persen; dan terakhir adalah dari bahan makanan sebesar 1,26 persen.
Sementara persentase kontribusi terhadap inflasi nasional dirincikan BPS, yaitu untuk administered price sebanyak 1,24 persen; transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebanyak 0,80 persen; makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebanyak 0,69 persen; sandang sebanyak 0,25 persen; pendidikan, rekreasi dan olahraga sebanyak 0,25 persen; kesehatan sebanyak 0,13 persen; bahan makanan berkontribusi sebanyak 0,25 persen terhadap inflasi nasional.
Adapun lima komoditas yang memberikan andil besar dalam inflasi nasional 2017 sebesar 3,6 persen, menurut data BPS adalah tarif listrik (0,81 persen), biaya perpanjangan STNK (0,24 persen), ikan segar (0,2 persen), bensin (0,18 persen), dan beras (0,16 persen).
Inflasi pada 2017 memang lebih rendah dari prediksi, tapi lebih tinggi dari inflasi nasional pada 2016 yang sebesar 3,02 persen. Dibandingkan pada 2016, harga komoditas bahan makanan saat itu lebih banyak menyumbang inflasi, yaitu sebesar 1,21 persen.
Berdasar data komoditas, cabai merah menyumbang inflasi d iurutan pertama sebesar 0,35 persen. Urutan kedua, rokok kretek filter (0,18 persen), disusul bawang merah (0,17 persen), tarif angkutan udara (0,13 persen), serta bawang putih (0,11 persen).
Sepanjang 2017, inflasi tertinggi terjadi pada Januari sebesar 0,97 persen dan defasi tertinggi pada Agustus sebesar 0,07 persen. Sementara pada periode 2016, inflasi tertinggi terjadi di Juli dan deflasi tertinggi di April.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari