tirto.id - Setya Novanto dalam kondisi sehat menjelang sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Rabu (20/12/2017).
Hal ini disampaikan langsung oleh Setya Novanto setelah diperiksa KPK pada Selasa (19/12) sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo, Direktur Utama PT Quadra Solution, dalam penyidikan kasus korupsi e-KTP.
"Sehat," kata Novanto yang enggan berkomentar lebih detil terkait pemeriksaannya kali ini.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah juga memastikan bahwa saat diperiksa pada Selasa siang, Novanto dapat menjawab pertanyaan penyidik dan menuliskan beberapa hal dengan normal. "Jadi, kalau dilihat dari kondisi tadi yang bersangkutan dalam keadaan sehat," tutur Febri.
Pada sidang kedua, Rabu besok, Setya Novanto akan menghadapi melakukan eksepsi atau nota keberatan.
Menurut anggota tim kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, pihaknya sudah menentukan poin-poin utama dalam nota pembelaan itu. Salah satu poin utama dalam eksepsi itu ialah hilangnya sejumlah nama eks anggota DPR RI di dakwaan Setya Novanto meski pernah disebut dalam persidangan terdakwa lainnya.
Maqdir menilai tak disebutnya nama-nama eks anggota DPR RI di dakwaan Novanto, seperti Ganjar Pranowo, Yasonna Laoly, dan Olly Dondokambey, Nazaruddin dan Anas Urbaningrum, memiliki dampak serius pada konstruksi korupsi e-KTP versi jaksa KPK.
"Kalau memang betul orang-orang itu tak pernah menerima apapun (terkait proyek e-KTP), berarti kerugian negara yang disebut itu (Rp2,3 triliun) tidak seperti itu," kata Maqdir.
Dia menambahkan poin eksepsi Novanto lainnya ialah dakwaan jaksa KPK soal uang yang diterima kliennya. Ia berdalih catatan penerimaan uang itu belum pernah muncul di dakwaan terdakwa korupsi e-KTP lainnya. Ia menilai hal ini layak menjadi alasan untuk meminta pembatalan surat dakwaan Novanto.
Jaksa KPK mendakwa Novanto menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan mewah merek Richard Mille tipe RM 011 seharga 135 ribu dolar AS dari proyek e-KTP.
Dalam perkara itu, Novanto didakwakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH