tirto.id - PT Pertamina (Persero) membukukan pendapatan 42,96 miliar dolar AS di sepanjang 2017. Capaian tersebut meningkat 18 persen dari pembukuan pada 2016 yang tercatat sebesar 36,49 miliar dolar AS.
“Sepanjang 2017, perusahaan tetap berupaya menjaga kinerja keuangan yang positif meskipun terdampak oleh dinamika harga minyak dunia,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam keterangan resminya yang diterima Tirto, pada Rabu (2/5/2018).
Pertamina mengklaim pertumbuhan pendapatan tersebut disebabkan naiknya penjualan minyak mentah dan produk, baik di dalam negeri maupun ekspor. Untuk laba bersih yang berhasil diraup pada 2017, Pertamina tidak menyebutkan data itu dalam keterangan resmi tertulisnya.
Dari pendapatan pada 2017, Pertamina menyerahkan setoran kepada pemerintah, atau pembagian dividen, senilai Rp8,57 triliun. Namun, nilai dividen itu menurun dibanding tahun sebelumnya. Pada 2016, setoran Pertamina ke pemerintah mencapai Rp12,1 triliun atau setara 29 persen dari laba bersih BUMN tersebut.
Menurut Nicke, profil keuangan perseroan pada 2017 dipengaruhi oleh dua hal, yakni tren kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.
Berdasarkan catatan Pertamina, realisasi rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) di sepanjang 2017 mencapai 51,17 dolar AS per barel. Padahal, asumsi ICP yang tertuang dalam Rencana Kerja Perseroan 2017 senilai 48 dolar AS per barel.
Meskipun demikian, Nicke mengklaim kinerja operasional Pertamina mengalami pertumbuhan. Untuk produksi minyak dan gas (migas), tumbuh sebesar 7 persen secara year-on-year dari 650 ribu barel minyak ekuivalen per harinya menjadi 693 ribu barel minyak ekuivalen per hari.
Faktor yang memengaruhi pertumbuhan lini bisnis hulu migas milik Pertamina tersebut ialah produksi dari Banyu Urip dan naiknya suplai dari ladang minyak Pertamina di luar negeri.
Sedangkan untuk produksi panas bumi, Pertamina juga menyebutkan terjadi peningkatan 27 persen secara year-on-year. Pada 2016, produksi panas bumi tercatat sebesar 3.043 GWh, sedangkan pada 2017 produksinya mencapai 3.900 GWh. Hal ini disebabkan beroperasinya PLTP Ulubelu Unit 3 dan Unit 4, serta Kamojang.
Pada pengolahan minyak, hasil produk bernilai tinggi perseroan tercatat naik 1 persen secara year-on-year dari 77,7 persen pada 2016 menjadi 78,1 persen pada 2017. Nilai dari volume produk bernilai tinggi pada 2017 ialah sebesar 253,4 juta barel.
Sementara pada sektor pemasaran, volume penjualan konsolidasi menurun 1 persen dari 86,84 juta Kilo Liter (KL) pada 2016 menjadi 85,88 juta KL pada 2015.
Dari total volume tersebut, penjualan BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis Premium di daerah penugasan dan Jamali (Jawa, Madura, Bali) naik 12 persen menjadi 12,31 juta KL. Sedangkan penjualan LPG PSO naik 2 persen menjadi 11, 21 juta KL.
Selama 2017, Pertamina mengklaim telah menjalankan Program BBM Satu Harga di 54 titik. Pada 2018, perseroan menargetkan bakal menjalankan program tersebut di 67 titik.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom