tirto.id - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, Sugarin, menginformasikan bahwa asap dari kebakaran lahan dan hutan di Pulau Sumatera telah mencapai Selat Malaka. Sebagian besar asap ini berasal dari pembakaran hutan di provinsi Riau.
Sementara itu, Sugarin mengungkapkan bahwa asap ini belum berpengaruh ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
"Asap masih di Selat Malaka," kata Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru, Sugarin di Pekanbaru, Jumat, (26/08/2016).
Berdasarkan citra satelit, lanjut Sugarin, angin memang mengarah ke timur laut dan membawa asap dari Sumatera ke Selat Malaka. Meski begitu, dia mengatakan hingga Jumat siang ini asap belum mencapai negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
"Jarak pandang di Singapura dan Malaysia masih normal. Kualitas udara di Singapura juga masih normal," ujarnya.
Ia mengatakan, pada Jumat pagi terdeteksi 68 titik panas (hotspot) di wilayah Sumatera, melonjak dari sehari sebelumnya yang hanya ada sembilan titik.
Berdasarkan data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), puluhan titik panas itu merupakan akumulasi kebakaran dari tingkat sedang dengan kepercayaan lebih dari 50 persen. Lokasinya tersebar sebanyak 67 titik di Riau dan satu titik di Lampung.
Sebaran titik panas di Riau antara lain sebanyak 44 titik di Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis (17), Siak (4) dan Rokan Hulu ada dua titik. Dari 67 titik tersebut, sebanyak 52 di antaranya positif merupakan kebakaran karena tingkat kepercayaan lebih dari 70 persen.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Rivai Sinambela mengatakan, Polda Riau sejak Januari-Agustus sudah menetapkan 85 tersangka kasus dugaan kebakaran lahan dan hutan dari 67 kasus yang ditangani.
Menurut dia, ada 47 kasus yang sudah lengkap (P21) dan sisanya masih penyelidikan dan penyidikan. Seluruh kasus tersebut adalah pelaku perorangan dengan tersangka pelaku pembakaran dan pemilik lahan yang diduga memberi perintah pembakaran.
Sementara itu, pada periode yang sama ada satu kasus yang mendapat SP3 karena tersangka menderita gangguan jiwa. "Satu SP3 karena pelakunya gila. Itu menurut keterangan dokter, jadi tidak bisa dikenakan pidana," ujarnya.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra