tirto.id - Ini bukan Piaggio MP3 atau Yamaha Tricity, si skuter roda tiga yang bodi gembotnya memesona pecinta motor. Motor ini juga bukan Peugeot Metropolis 400, atau Quadro 350 S, apalagi Can-Am Spyder yang super mewah dan bertenaga 998 CC.
Ini adalah motor roda tiga modifikasi untuk difabel karya Catur Bambang. Sudah ratusan motor standard berbagai merek dan jenis seperti Honda Vario atau Beat yang disulapnya menjadi kendaraan roda tiga. Karya kreatif ini membuat Catur sebagai sosok difabel yang inspiratif bagi sesamanya atau bahkan bagi mereka yang bukan difabel.
Di balik sisi inspiratifnya, Catur memulai dari masa-masa penuh cobaan, akibat kecelakaan kerja, kedua kakinya harus diamputasi. Ia pun merasakan pahit dan getirnya sebagai penyandang difabel yang sarat keterbatasan, terutama lingkungan dan sarana prasarana yang tak ramah dengan difabel.
“Awalnya kita kesulitan naik angkot, mereka para sopir nggak mau angkut, kita cegat mereka malah injek gas,” kenang Catur kepada tirto.id saat ditemui di bengkel kerjanya di Ruko PU Komplek Mabad 60 Kecamatan Ciputat Timur, Jalan Wijaya Kusuma, Rengas, Kota Tangerang Selatan, Banten 15412, akhir pekan lalu.
Dengan semangat menciptakan sesuatu yang bisa berguna bagi dirinya dan orang lain, melalui banyak bertanya kepada teman, riset dan pengalaman, Catur mampu membuat motor tiga roda pertamanya, 14 tahun silam. Dari mulut ke mulut dan jaringan internet, pelanggannya berdatangan dari berbagai kota di Indonesia, seperti Poso, Palu, Palembang dan lainnya untuk memesan beragam tipe motor roda tiga. Konsumennya pun tak terbatas kaum difabel tapi orang non difabel yang tak bisa mengendarai motor roda dua.
Setidaknya ada 7-8 tipe kendaraan modifikasi roda tiga yang sudah pernah dibuatnya. Namun yang paling umum adalah tipe roda tiga dengan dua roda di belakang. Ada juga yang tipe dengan roda di samping dengan tambahan sespan untuk boncengan yang menggunakan kursi roda. Tipe ini cocok bagi difabel yang sangat bergantung dengan kursi roda. Juga ada tipe dengan roda dua di depan, tipe ini paling umum dipakai oleh motor roda tiga milik produsen motor dunia yang dikembangkan sejak 2006 oleh Piaggio.
Catur tak mau berkompromi untuk urusan kualitas dan keamanan, semua telah diperhitungkan, mulai dari tebal material yang digunakan, panjang dan lebar yang presisi. Singkat kata, Catur sudah paham produk yang dibutuhkan para difabel dan segala aspeknya. Dengan dua karyawan, kapasitas produksi bengkelnya capai dua kendaraan per minggu, atau sedikitnya bisa memodifikasi 5-6 motor per bulan. Selain motor, Catur juga menyanggupi modifikasi untuk kendaraan roda empat khusus difabel.
“Kita buat berdasarkan kebutuhan konsumen, jadi tergantung masalahnya mulai dari polio hingga paraplegia yang tak bisa gerak, kita buatkan,” kata pria asal Surabaya ini.
Sayangnya, sebagai pegiat modifikasi motor yang sudah berkecimpung belasan tahun, Catur belum bisa mengantongi hak paten. Proses mengurus paten ternyata tak semudah yang dibayangkan, butuh biaya puluhan juta rupiah untuk setiap tipe motor roda tiga yang dikembangkannya. Sebagai pelaku usaha kecil, ia hanya bisa angkat tangan. Kegiatan plagiat hasil karyanya tak bisa dihindari. Baginya yang terpenting karyanya bisa bermanfaat bagi banyak orang, demi mewujudkan mimpinya menciptakan sesuatu yang ramah bagi difabel.
Ramah dan Akses Difabel
Motor roda tiga tak hanya mengubah nasib Catur Bambang dari hanya seorang karyawan yang punya keterbatasan, menjadi seorang pengusaha motor roda tiga. Karya Catur mampu memberi harapan bagi para difabel agar lebih mandiri, tak bergantung atau tak menyusahkan orang di sekitar saat beraktivitas, seperti hanya sekadar berbalanja atau membantu aktivitas rutin seperti bekerja di luar rumah.
Karya Catur melalui motor roda tiga bagi para difabel hanya salah satu sisi apa yang disebut sebagai “ramah” terhadap difabel. Ada persoalan lain yaitu masalah sarana dan prasarana kota yang belum banyak yang memberikan “akses” terhadap dirinya dan rekan-rekannya.
Misalnya motor roda tiga buatannya terkendala saat masuk lahan parkir khusus motor di gedung, mengalami penolakan saat antre jalur khusus motor di SPBU. Belum lagi masalah akses sarana dan prasarana yang secara umum belum mendukung para difabel seperti kemudahan akses di gedung pemerintahan seperti kelurahan, ATM, dan berbagai tempat umum lainnya.
Penelitian LBH Jakarta yang berjudul “Mereka yang Dihambat” dalam sebuah laporan Pemeringkatan Indeks Aksesibilitas Fasilitas Publik bagi Kelompok Difabel di DKI Jakarta di 2015 mengungkapkan, dari seluruh sampel yang dijadikan obyek penelitian seperti terminal, stasiun, gedung pemerintah, tidak ada satupun yang aksesibel untuk difabel. Mayoritas objek yang diteliti hanya mendapatkan indeks dengan bobot 0-2,00 atau tidak aksesibel, selebihnya dalam jumlah yang minim hanya mendapat bobot 2.00-3.50 atau kurang aksesibel bagi difabel.
Melihat kenyataan ini, Catur dan bersama komunitas difabel seringkali harus melakukan protes soal sarana dan prasarana umum yang belum aksesibel. Selain itu, para difabel masih mengalami masalah kesulitan mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM). Dalam laman www.polri.go.id, pihak kepolisian memang sudah menyiapkan jenis SIM D, yaitu SIM khusus bagi pengemudi yang menyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus.
Sebagai seorang difabel yang memiliki usaha mandiri, Catur sudah meraih segalanya. Kini, mimpinya ingin memperluas hasil karyanya ke seluruh wilayah Indonesia dengan menambah cabang atau mitra di berbagai kota. Ia pun tak berpaku pada bisnis semata, ada sisi sosial yang juga diembannya. Misalnya untuk urusan harga modifikasi, Catur tak terlalu kaku. Rentang harga standar modifikasi sekitar Rp7,5 juta sampai Rp12 juta per unit, tapi bagi para difabel yang kantongnya terbatas maka akan ada harga khusus. Bengkelnya juga bekerjasama dengan yayasan sosial untuk pemberian subsidi bagi difabel yang tak mampu dan benar-benar membutuhkan.
“Ada harga khusus, kita kasih diskon 50 persen,” kata pria berusia 43 tahun ini.
Selama 14 tahun, Catur sudah berbuat nyata bagi kehidupan para difabel, jauh sebelum pemerintah dan DPR mengesahkan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas pada April 2016 lalu.
Catur telah membuktikan dengan sentuhan motor tiga roda hasil karyanya telah mengubah banyak hal bagi kehidupan difabel.
“Adanya motor roda tiga, mereka sangat terbantu, yang selama ini bergantung sama orang lain, jadi lebih mandiri, efisien, nggak buat repot orang lain.”