Menuju konten utama

Respons Petisi, Bea Cukai Sebut Ambang Bebas Bea Masuk $75 Tak Adil

Sebuah petisi di change.org muncul untuk melawan penurunan ambang batas barang impor yang kena bea masuk.

Respons Petisi, Bea Cukai Sebut Ambang Bebas Bea Masuk $75 Tak Adil
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi memberikan keterangan kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (17/9/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Kebijakan penurunan ambang batas harga impor bebas bea masuk dari 75 dolar AS ke 3 dolar AS dilawan oleh sebuah petisi. Seseorang bernama Irwan Gunthoro membuat petisi melalui laman change.org yang ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi.

Dalam petisinya, Irwan menyoroti pemangkasan ambang batas bebas bea masuk ini pada penjual produk online kecil maupun pengrajin dalam negeri yang membutuhkan bahan baku impor. Menurutnya, pengenaan bea masuk bagi hampir semua barang yang diimpor dan dibeli dari e-commerce luar negeri hanya akan mempersulit pelaku usaha dan membuat mereka tutup.

Hingga saat ini petisi itu telah memperoleh 718 tanda tangan usai dimulai pada 3 hari yang lalu.

"Banyaknya penjual online shop, drop shiping terutama di kalangan masyarakat. Apa yang mereka jual 80 persen barang yang dijual berasal dari impor, jika impor dipersulit lagi maka berapa besar distributor mereka yang tutup, dan sebagian besar dari mereka akan menganggur," ucap akun Irwan Gunthoro seperti dikutip dalam laman change.org, Jumat (27/12/2019).

Irwan meminta agar pemerintah mengembalikan ambang batas menjadi 75 dolar AS per barang yang diimpor.

"Kami masyarakat bawah hanya survive dari keadaan buruk meski tak kunjung membaik. Kami masih berusaha, jangan tutup jalan kami mengais rejeki dengan jualan online dan dropshiping dari suplier yang impor dari negara luar," ucap Irwan.

Kebijakan yang diprotes Irwan dalam petisinya berkaitan dengan pemberlakuan rencana pemerintah terkait perubahan batas harga barang yang kena pajak dan bea masuk. Untuk bebas bea masuk dari 75 dolar AS menjadi 3 dolar AS dan bebas pajak dari 75 dolar AS ke 1 dolar AS. Dengan demikian, hampir semua barang yang dipesan dari luar negeri pasti kena bea masuk dan pajak.

Pengetatan aturan tersebut, menurut Kemenkeu untuk mengurangi impor barang jenis itu sehingga dapat menanggulangi dampaknya ke pedagang kecil. Kemenkeu mencontohkan daerah seperti Cihampelas, Cibaduyut sampai Bogor perlu dibela agar produsen dalam negeri juga dapat bertahan.

Penurunan batas bea masuk ini disebabkan karena adanya lonjakan jumlah dokumen kiriman barang dari 6 juta di 2017 menjadi 19,5 juta dan 49 juta di 2018 dan November 2019.

Lalu jumlah dokumen di bawah 75 dolar AS mendominasi di angka 98,65 persen dari total dokumen. Hal ini mengindikasikan adanya pemecahan kiriman barang menjadi beberapa pemberitahuan kiriman atau consignment notes (CN) sehingga nilainya di bawah 75 dolar AS dan lolos bea masuk.

Batas baru di angka 3 dolar AS dipilih karena jumlah terbanyak nilai transaksi yang di bawah 75 dolar AS berada di angka 3 dolar AS.

Atas petisi tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi mengatakan penurunan ambang batas itu wajar dan dapat dimaklumi. Ia menjelaskan kebijakan itu diambil untuk keadilan.

"Tidak fair kalau sudah impor, produsen tas-sepatu kita yang kesulitan harus compete dengan mereka," ucap Heru kepada wartawan di kantor pusat bea cukai, Jumat (27/12/2019).

Ia bilang, tidak adil bila produsen dalam negeri harus bersaing dengan penjual yang mengandalkan produk impor bebas pajak dan bea masuk. Sementara itu, mereka yang menggunakan produk lokal harus menanggung biaya yang tidak sedikit. Baik itu pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, maupun biaya sewa bangunan dan gaji pegawai.

Heru bilang batasan 75 dolar AS juga masih cukup besar bila dirupiahkan karena nilainya masih menyentuh Rp 1,050 juta. Dengan uang sebesar itu, Heru bilang nilainya cukup untuk membeli berbagai macam bahan baku maupun produk jadi tanpa kena bea masuk dan pajak.

"Mereka juga harus sewa kios, membayar petugas yang jaga kios dan membayar bahan baku yang mereka beli. Kita berharap masyarakat bisa mendukung saudara kita yang tumbuh dari produksi sendiri," ucap Heru.

Heru pun meminta agar masyarakat dapat. memaklumi kebijakan ini. Ia bilang akibat dari fenomena ini, ada sejumlah sentra produksi dan pasar yang malah akhirnya memasarkan produk impor alih-alih produk buatan dalam negeri.

"Semua pandangan kami apresiasi namun saya perlu tegaskan tujuan kebijakan ini adalah membantu produsen dalam negeri. Kita perlu menciptakan level playing field. Jadi bisnis mereka jadi tuan rumah di pasar sendiri," ucap Heru.

Baca juga artikel terkait BEA MASUK atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti