Asfinawati menyesalkan Polri sudah mengklaim tidak ada penggunaan peluru tajam oleh aparat di saat tim investigasi kepolisian belum selesai mengusut penyebab kematian korban aksi 21-22 Mei.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pengusutan terhadap dalang kerusuhan dalam aksi massa pada 21-22 Mei 2019. Koalisi juga meminta kinerja Polri dalam pengamanan aksi itu dievaluasi.
AJI menilai kekerasan terhadap jurnalis dalam aksi massa pada 21-22 Mei 2019 terjadi karena aparat kepolisian tidak ingin tindakannya diketahui publik.
Amnesty International Indonesia menyatakan anggota Polri seharusnya mengisi formulir penggunaan kekuatan untuk melaporkan tindakan mereka saat menindak massa pada aksi 21-22 Mei 2019.
Pembatasan media sosial saat aksi 22 Mei dinilai hanya rugikan masyarakat karena para pendemo justru menggunakan sarana lain untuk menyebarkan informasi.
Tersangka penyebar hoaks di depan polisi mengaku khilaf karena menyebarkan berita hoaks. Pelaku berperan sebagai penyebar hoaks ke tiga sampai empat grup WhatsApp.
Harusnya pemerintah mengusut dan menindak tegas pelaku penyebaran hoaks dan provokator ujaran kebencian alih-alih membatasi perilaku warganet Indonesia.
Dua dari lima tersangka yang membawa ambulans berisi batu dan sejumlah uang merupakan anggota DPC Tasikmalaya Partai Gerindra, yakni Sekretaris DPC dan Wakil Sekretaris.