Menuju konten utama

Produksi Petrokimia di Indonesia Masih Rendah

Produksi industri petrokimia di Indonesia minim, sementara kebutuhan melonjak. Para pelaku di industri ini berharap pemerintah cepat tanggap untuk segera membangun pabrik baru.

Produksi Petrokimia di Indonesia Masih Rendah
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Antara foto/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik (INAplas), Fajar Budiono, menyatakan industri petrokimia di Indonesia masih rendah sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan pasar.

"Bisnis gas kita 55 persennya masih impor. Padahal tingkat pertumbuhannya terus berada di atas GDP, 5 sampai 5,5 persen. Kondisi sekarang ini, supply dan demand tidak seimbang. Masih lebih banyak demand daripada supply," kata Fajar kepada Tirto di InterContinental Hotel, Jakarta, Selasa (7/3/2017).

"Sampai 2025, kebutuhan migas diprediksi harus memenuhi 7 sampai 8 juta ton. Sementara kalau Pertamina, Lotte, dan Chandra Asri membangun kilang minyak, paling hanya bisa memenuhi kebutuhan sebesar 2 juta ton," tambah Fajar.

Senada dengan Fajar, Wakil Ketua INAplas Suhat Miyarso juga mengatakan tingginya permintaan dari pasar mengakibatkan pemenuhan harus dilakukan melalui impor.

"Contohnya adalah etilen (salah satu jenis petrokimia). Saat ini kebutuhannya sekitar 1,6 juta ton per tahun. Sementara yang mampu dipenuhi dari dalam negeri kira-kira baru 860 ribu ton per tahun," kata Suhat kepada awak media di InterContinental Hotel.

Selain jumlah produksi yang tidak sesuai permintaan, harga gas yang tinggi juga dinilai memberatkan industri petrokimia. Sekadar informasi, harga gas untuk kebutuhan baku industri petrokimia mencapai 6-7 dollar Amerika Serikat per Million Metric British Thermal Unit (MMBTU).

Untuk mengatasi masalah tersebut, Suyat berharap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dapat mengalokasikan gas khusus yang bisa digunakan dalam industri petrokimia. "Dengan gas khusus tersebut, harga bisa ditekan maksimal 3 dollar Amerika Serikat per MMBTU," ucap Suyat.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian tengah memprioritaskan percepatan pembangunan industri petrokimia di 2017. Seperti disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto pada 19 Februari lalu, telah ada dua perusahaan petrokimia yang yang melapor akan segera menanamkan modalnya di Indonesia.

"Ekspansi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kimia berbasis nafta cracker di dalam negeri, sehingga nanti tidak perlu impor lagi," ucap Airlangga saat itu di Sidoarjo, Jawa Timur.

Dalam kesempatan tersebut, Airlangga juga sempat menyinggung tentang penurunan harga gas. "Tiga industri yang bisa menikmati harga gas murah per 1 Januari 2017 sesuai Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penurunan Harga Gas adalah industri petrokimia, pupuk, dan baja. Kami minta tidak hanya sektor BUMN yang menikmatinya, tetapi juga sektor swasta," tambah Airlangga.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI PETROKIMIA atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Agung DH