tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melakukan "diplomasi kuliner" dengan ketua-ketua organisasi Islam terbesar di Tanah Air. Setelah menjamu makan siang Ketua PBNU H Said Aqil Siraj pada Rabu (11/1/2017), Jumat siang ini Presiden Jokowi mengundang makan siang bersama Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir di Istana Merdeka Jakarta.
Laporan Antara menyebutkan Haedar diterima Presiden Jokowi di Ruang Kredensial Istana Merdeka sekitar pukul 13.00 WIB.
Dalam jamuan yang dilakukan di ruang makan itu, terlihat sejumlah lauk pauk yang disajikan antara lain bakwan jagung, ikan bakar dan ayam goreng serta sayur.
Jokowi bersama Haedar juga berdiskusi dalam acara tersebut.
Pada pertemuan dengan Said Aqil Siradj, Rabu lalu, Presiden Jokowi membicarakan mengenai menguatnya Islam radikal serta masalah-masalah inteloransi.
"Indikasi, fenomena menguatnya Islam radikal menjadi agenda kita. Bagaimana memperkuat kembali, terus memperkuat Islam moderat dibangun kembali," kata Said.
Dia mengungkapkan dunia melihat mayoritas umat Islam Indonesia adalah moderat, toleran dan bermartabat, namun akhir-akhir ini agak mulai mengendor dan gejala intoleransi mulai menguat. Lantaran itu, kata Said, pemerintah dan NU berupaya menguatkan kembali toleransi untuk mewujudkan Indonesia yang toleran.
"Bagaimana upaya intoleran ini dapat kita atasi dan kembali ke Indonesia yang toleran, Indonesia yang damai, yang beradab, yang bermartabat, Islam kultur bukan Islam yang doktrin, Islam ramah," ujar Said Aqil.
Untuk mengatasi itu, kata ketua PBNU, pemerintah harus melibatkan para kyai dalam ceramahnya untuk membimbing masyarakat kembali ke Islam moderat, toleran, beradab dan ramah.
"Kyai NU diminta atau tidak diminta harus menyuarakan akhlakul karimah (akhlak mulia sesuai ajaran Islam), ceramah yang rukun bukan yang konflik. Diperintah maupun tidak akan menyuarakan itu, saya jamin," tegas Said Aqil.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH