Menuju konten utama

Prairie: Baju "Perempuan Konservatif" AS yang Jadi Tren Fesyen 2019

Prairie dress dibuat oleh wanita kelas menengah AS pada abad ke-19 yang ingin berpenampilan seperti kaum elite Eropa.

Prairie: Baju
Seorang model memakai koleksi busana Christian Dior Haute Couture Fall-Winter 2017/2018 yang disajikan pada Senin, 3 Juli 2017 di Paris. AP Photo/Francois Mori

tirto.id - Awal tahun adalah waktu yang tepat bagi para penikmat fesyen untuk membicarakan ragam busana yang marak diproduksi selama musim semi 2019. Para pelaku mode, khususnya direktur kreatif berbagai label busana, telah memberi aba-aba soal tren produk sejak akhir tahun lalu.

Kali ini mereka nampak serentak mengingat prairie dress, sebutan bagi gaun semata kaki, berkerah tinggi, lengan bervolume, dan aksen lipatan (ruffles) pada bagian rok.

Prairie dress tercipta dan populer pada abad ke-19. Ia dijahit oleh para ibu rumah tangga kelas menengah di Amerika Serikat untuk kebutuhan sandang anggota keluarga perempuan agar dapat berpenampilan layaknya bangsawan Eropa pada 1820-an. Istilah prairie dress muncul lantaran busana jenis ini diciptakan oleh orang yang tinggal di kawasan padang rumput, sabana, atau semak belukar.

Dalam Fashion The Definitive History of Costume and Style (2012) disebutkan pada 1828 tercipta berbagai jenis gaun dengan lengan menggelembung dan bagian rok yang lebar. Tiap musim semi, para penjahit busana memproduksi gaun bermodel sabrina atau gaun tanpa kerah yang memperlihatkan pundak sang pemakai. Ketika musim dingin tiba, para penjahit membuat pakaian berkerah tinggi dengan aksen renda. Biasanya, busana-busana tersebut dihiasi aksen bordir sehingga terkesan elegan.

Bentuk gaun prairie nampak sebagai modifikasi dari tipe gaun paling sederhana dan multifungsi yang muncul pada dekade tersebut. Gaun sederhana itu tidak memiliki detail bordir dan bagian roknya pun tidak selebar jenis gaun lain. Busana sengaja diciptakan agar bisa digunakan untuk acara formal dan informal baik pada siang maupun malam hari.

Model baju tersebut bisa dikatakan cenderung mudah dibuat oleh orang yang tidak berprofesi sebagai penjahit profesional. Di AS, para perempuan yang menjahit prairie dress berasal dari kalangan pemukim awal (pioneer). Sejarah busana tersebut pun tak bisa dilepaskan dari peraturan Homestead Act (1862) yang menyatakan pemerintah memberi sebidang tanah di sebelah barat AS asalkan ada warga negara setempat yang rela tinggal di sana dan mengelola perkebunan dalam kurun waktu lima tahun.

Ketika laki-laki membuka lahan untuk bercocok tanam, perempuan mengisi waktu dengan menjahit busana. Saat itu, bisnis jahit-menjahit belum muncul di kalangan masyarakat perdesaan. Baju dibuat dari kain dengan warna-warna gelap dan material yang mudah ditemui di sekitar perdesaan. Hasilnya tak seperti gaun kaum elite yang rata-rata berwarna putih atau terang.

Pada pertengahan abad 19, salah satu keluarga yang mengenakan busana tersebut ialah keluarga Laura Ingalls Wilder, kaum pioneer yang kerap berpindah rumah. Wilder adalah guru yang konservatif dan penulis Little House on The Prairie, seri buku cerita anak yang terbit pada 1932-1943.

Kisah Little House on The Prairie berpusat pada seorang gadis kecil yang antusias membantu pekerjaan kedua orangtuanya sebagai petani dan peternak. Buku ini sendiri ditulis kala Wilder dilanda kesulitan finansial.

Christine Woodside dalam "How ‘Little House on the Prairie’ Built Modern Conservatism" (2016) yang terbit di Politico, menjelaskan bagaimana Little House on The Prairie mencerminkan masa-masa sulit yang dialami banyak warga AS pada abad ke-19. “Buku ini bagian dari gerakan konservatisme AS dan memiliki pengaruh yang cukup besar. Kisahnya tidak menekankan pada kekayaan, melainkan pada kekuatan individu untuk melakukan hal yang mereka inginkan,” demikian Politico.

Buku Wilder pun laris di pasaran. Saking larisnya, kisah cerita yang ditulis Wilder menarik minat para produser untuk mengadaptasinya ke dalam serial televisi berjudul Little House yang cukup populer pada awal 1970-an dan digemari oleh mantan Presiden AS Ronald Reagan, salah seorang ikon konservatisme AS modern. Little House juga menggambarkan keluarga yang tinggal di tengah perkebunan di mana para perempuannya mengenakan ragam busana prairie dress, serupa yang dipakai keluarga Wilder sehari-hari.

Popularitas tayangan Little House rupanya turut memengaruhi gaya busana masyarakat AS era 1970-an. Beberapa tahun setelah Little House rilis, desainer kondang Ralph Lauren melansir koleksi busana berbentuk prairie dress. Label busana asal San Francisco, Gunne Sax, tak ketinggalan melansir busana yang sama.

Gunne Sax sendiri dikenal sebagai salah satu label kesayangan kelompok hippie karena dianggap mampu menyajikan busana yang tidak sepenuhnya mengikuti tren. Prairie dress versi Gunne Sax berwarna terang dan bermotif kembang-kembang. Kaum hippie menganggap dua unsur itu cukup memberi nuansa baru terhadap keseragaman busana prairie di masanya.

Infografik Prairie Dress

Infografik Prairie Dress

Kembalinya prairie di panggung mode busana kelas hari ini mengambil konteks makin besarnya ekspos media-media AS ke negara-negara bagian selatan yang konservatif dan memenangkan Trump pada pilpres AS 2016.

Beberapa bulan belakangan, prairie dress bisa dijumpai di toko retail sekelas Zara, Nordstorm, H&M, Batsheva, hingga potret koleksi label adibusana sekelas Dior, John Galliano, dan Coach. Di antara label-label tersebut, Coach dan Batsheva adalah dua lini busana yang cukup banyak menampilkan modifikasi gaun prairie.

Coach sendiri merupakan label busana asal AS yang didirikan pada 1941. Jabatan Direktur Kreatif Coach dipegang oleh desainer Stuart Vevers, pria Inggris yang sempat bekerja untuk label busana Mulberry (Inggris) dan Loewe (Spanyol). Selama lima tahun terakhir, Vevers banyak menggali inspirasi dari budaya populer AS yang pernah mekar di masa lampau, khususnya film.

Untuk koleksi busana musim semi 2019, tak mustahil rasanya bila Vevers mengulik kembali kepopuleran Little House. Di tangan Vevers, gaun prairie tertuang dalam nuansa warna krem yang disertai motif kembang. Terkadang, ia juga memadukannya dengan biker jacket serta rompi panjang.

Label busana asal New York Batsheva melansir prairie yang disusun dari kain berwarna vibran dengan efek metalik. Lewat koleksi terbarunya, sang desainer Batsheva Hay memodifikasi prairie menjadi gaun selutut dengan panjang lengan tiga perempat. Koleksi itu dinamai "Orthodox Judaism".

Hay mengatakan koleksinya terinspirasi dari keberadaan perempuan Yahudi Ortodoks dan karya-karya prairie dress bikinan Laura Ashley. Hay berpendapat karyanya bisa menjadi pilihan busana perempuan Yahudi yang selama ini dikenal punya aturan ketat soal berbusana. Karya Hay sempat menarik hati selebritas seperti Jessica Chastain, Natalie Portman, sampai Lena Dunham.

"Aku pikir prairie dress terkenal karena mengingatkanmu pada model baju pesta saat kamu kecil dan juga baju yang digunakan tokoh favorit dalam buku ceritamu dulu," kata Dunham.

Baca juga artikel terkait FASHION atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Windu Jusuf